4shared

Powered By Blogger

Kamis, 10 Mei 2012


MIKROBIOLOGI PANGAN
AGENT OF FOODBORNE ILLNESS
Bacillus anthracis
Dosen Pengampu : Fitriyono Ayustaningwarno S.TP, M.Si






disusun oleh :
Febry Fajar Hermawan             G2C009015
Ignatius Roy Indra P.                 22030110130091
Gabrielle Nindya K. P.               22030111130059
Dwi Rizki Indrawati                    22030111130067


PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG

2012
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Berternak merupakan salah satu mata pencaharian yang ada di Indonesia. Sebagian besar masyarakat negeri zamrud katulistiwa memilih hewan berkaki empat layaknya sapi, kuda, dan lain sebagainya. Selain dapat dimanfaatkan tenaganya, mamalia tersebut juga dimanfaatkan susu dan dagingnya untuk diolah menjadi produk pangan tertentu. Akan tetapi karena berternak bukanlah hal yang mudah untuk dilakukan maka terdapat banyak masalah saat berternak.
Salah satu masalah yang melanda adalah munculnya bakteri Bacillus anthracis yang diduga sebagainya penyebab penyakit anthrax. Anthrax bukan hanya melanda hewan ternak melainkan juga dapat menyerang manusia karena apabila seseorang mengonsumsi daging yang terkontaminasi bakteri Bacillus anthracis maka manusia tersebut juga terkontaminasi anthrax.
Oleh karenanya penulis membahas mengenai Bacillus anthracis agar masyarakat awam dapat mengetahui kriteria dan seluk beluk tentang bakteri patogen tersebut.

1.2  Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, penulis dapat mengemukakan beberapa masalah sebagai berikut :
1.2.1     Bagaimana penjelasan mengenai bakteri patogen Bacillus anthracis?
1.2.2     Apa pengaruh masuknya bakteri Bacillus anthracis dalam bahan pangan?
1.2.3     Bagaimana mekanisme penularan Bacillus anthracis dari sapi hingga ke manusia?
1.2.4     Bagaimana cara mencegah masuknya Bacillus anthracis ke manusia?
1.2.5     Bagaimana cara mengobati makhluk hidup yang terinfeksi Bacillus anthracis?

1.3  Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mempunyai beberapa tujuan yaitu :
1.3.1     Memenuhi salah satu tugas mahasiswa S1 Ilmu Gizi Universitas Diponegoro.
1.3.2     Mengetahui pengaruh Bacillus anthracis terhadap bahan pangan.
1.3.3     Mengetahui mekanisme penularan Bacillus anthracis dari sapi hingga ke manusia.
1.3.4     Mengetahui cara mengobati dan mencegah penularan penyakit anthrax yang disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis.

1.4  Manfaat Penulisan
Penulisan makalah ini memiliki beberapa manfaat antara lain :
1.4.1     Dapat memberikan informasi mengenai bakteri Bacillus anthracis.
1.4.2     Dapat membedakan bahan pangan yang layak makan dan tidak.
1.4.3     Dapat mengetahui cara pencegahan penularan bakteri Bacillus anthracis.

1.5  Metode dan Sistematika Penulisan
Dalam penulisan makalah, terdapat berbagai macam metode yang berbeda-beda, seperti metode observasi, metode interview, dan metode pustaka. Namun pada kali ini, penulis hanya menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan membaca buku-buku dan jurnal yang berkaitan dengan masalah yang dibahas oleh penulis.
Sedangkan untuk sistematikanya meliputi beberapa bab.
BAB I menjelaskan tentang latar belakang dari masalah yang akan dibahas, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, serta metode dan sistematika penulisan.
BAB II menjelaskan tentang seluk beluk mengenai Bacillus anthracis mulai dari pengertian, taksonomi, cara penularan, dan sebagainya.
BAB III berisi tentang kesimpulan yang didapat setelah menyusun makalah ini.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Sejarah Anthrax
Anthrax sudah dikenal sejak lama dalam sejarah manusia di mana catatan pertama penyakit ini ada dalam sejarah Mesir kuno. Studi sistematis Bacillus anthracis dimulai akhir abad 19 oleh dua ilmuwan besar, Robert Koch sebagai ahli ilmu bakteri/bacteriology dari Jerman dan Louis Pasteur yaitu ahli ilmu kekebalan tubuh/immunology dari Perancis. Koch, penerima Hadiah Nobel Kedokteran 1905, untuk pertama kalinya berhasil membiakkan kultur murni Bacillus anthracis sekaligus menunjukkan bahwa bakteri ini dapat membentuk spora serta membuktikan Bacillus anthracis sebagai penyebab penyakit anthrax dengan menyuntikkan pada hewan percobaan pada tahun 1877. Beberapa tahun kemudian yaitu tahun 1881, Pasteur yang diberi gelar “Bapak Imunisasi” menggunakan bakteri yang sama berhasil menunjukkan bahwa imunisasi dapat ditimbulkan melalui penyuntikan Bacillus anthracis yang dilemahkan dengan percobaannya di depan umum yang terkenal di Pouilly Le Front, Perancis. Bacillus anthracis sebenarnya telah memberikan sumbangan besar bagi kemanusiaan dengan menjadi model awal studi bacteriology dan immunology.[1]









                               Gambar 1. Ilustrasi Vaksin Pertama Anthrax
Pada penelitian Shibasaburo Kitasato (1894) dan Emil Adolf von Behring (1901), tidak ditemukan protein toksin (racun) yang menyebabkan kematian pada  Bacilllus anthracis. Protein toksin tersebut jika seharusnya dapat diisolasi dari kultur biakan sehingga memudahkan studi lebih lanjut.tidak adanya protein toksin menyebabkan terhambatnya studi patogenesis bakteri ini puluhan tahun.[1]
Tahun 1950-an Harry Smith dan James Keppie, berhasil menemukan protein toksin dari darah kelinci percobaan yang terserang anthrax di Inggris. Dari percobaan itu ditemukan bahwa terdapat bakteri sebanyak lebih dari 3 juta/ml darah. Dan walaupun telah dicoba untuk memusnahkannya dengan antibiotika, tetapi bakteri tetap menyebabkan kematian. Jadi dapat disimpulkan bahwa B. antrachis mengeluarkan racun penyebab kematian. Tahun 1954, protein racun berhasil diisolasikan dari plasma darah dengan menggunakan lebih dari 100 kelinci percobaan.[1]
Urutan sejarah ditemukannya Bacillus anthracis.
Terdapat dalam sejarah penyakit mesir kuno
 
Tahun 1877 Robert Koch dan Louis Pasteur Pembiakkan kultur murni B. Anthracis
Tahun 1881, Pasteur penemuan vaksin B. Anthracis
Tahun 1894 Shibasaburo Kitasato dan Emil Adolf von Behring terhambatnya penelitian karena tidak ditemukannya toksin pada Bacillus anthracis
Tahun 1950-an, Harry Smith dan James Keppie, ditemukan protein toksin dari darah kelinci percobaan.
Tahun 1954, Harry Smith dan James Keppie berhasil mengisolasi protein racun dari plasma darah

Bacillus anthracis adalah organisme yang menyebabkan penyakit antraks. Nama bacillus anthracis berasal dari kata coal (bahasa yunani), penamaan ini disebabkan oleh kemampuan bacillus anthracis menyebabkan warna hitam pada kulit, seperti coal (batu bara).
Penyakit antraks dahulu digunakan oleh para negara besar seperti inggris untuk peperangan. Mereka membuat senjata biologi yaitu bom antraks. Pada tahun 1979, penyakit antraks paru-paru  muncul di sverdlovsk yang menyebabkan 105 orang meninggal akibat kegagalan sanitasi air.[1]

2.2  Pengertian antraks
Anthrax merupakan penyakit infeksi bakteri akut atau perakut yang disebabkan oleh Bacillus anthracis. Penyakit anthrax tersebar hampir di seluruh dunia dan menimbulkan tingkat kematian yang sangat tinggi terutama pada herbivora.[3]
Tercatat kejadian anthrax di Indonesia telah menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar dan mengancam keselamatan manusia. Indonesia disebut-sebut sebagai daerah endemik anthrax karena hingga tahun 2008 tercatat 11 provinsi endemik antraks pada binatang, sedangkan 5 propinsi (Jabar, Jateng, NTB, NTT, dan DIY) tercatat telah terjadi kasus anthrax pada manusia (Depkes, 2003). Sedangkan menurut Siregar (2002), Sumatera (kecuali Propinsi Jambi), Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara; NTB dan NTT masih merupakan daerah yang memiliki kecenderungan muncul wabah secara periodik. Seringnya terjadi wabah penyakit, memerlukan usaha pengendalian penyakit yang terencana, termasuk cara mendiagnosa penyakit yang cepat dan tepat agar penyakit dapat segera diatasi.[3]
Anthrax saat ini dianggap salah satu ancaman bioterorisme yang paling serius. Dimulai pada paruh kedua abad ke-20, B. anthracis dikembangkan oleh beberapa negara sebagai bagian dari senjata biologis mereka (Biological Weapon) program. Kelompok otonom juga menunjukkan niat untuk menggunakan B. anthacis dalam aksi terorisme. Misalnya, sebagaimana dibuktikan dalam, 10 Maret 2007, Departemen Pertahanan transkrip dari Sidang Pengadilan kepemimpinan Khalid Sheikh Muhammad, Al Qaeda telah menunjukkan minat dan telah bekerja untuk mengembangkan anthrax dan senjata biologi lainnya. Pada tahun 1993, kultus Jepang, Aum Shinrikyo, disemprot aerosol yang mengandung B. anthracis beberapa kali dalam percobaan serangan teroris di Tokyo. Untungnya, bahan yang mereka gunakan ternyata tidak efektif, dan akibatnya tidak ada yang sakit. Terutama, pada Oktober 2001, serangan antraks yang dilakukan di Amerika Serikat melalui surat, ketika 7 amplop berisi spora B. anthracis dikirim melalui sistem pos AS. Dua puluh dua kasus antraks menghasilkan (11 hirup, 11 kulit), dan 5 orang meninggal karena anthrax hirup. Pada tahun 2009, FBI menutup penyelidikan atas asal-usul serangan menyimpulkan bahwa Dr Bruce Ivins, seorang peneliti antraks di US Army Medical Research Institute of Infectious Diseases telah dilakukan serangan. Namun, Dr Ivins bunuh diri sebelum tuntutan bisa diajukan, sehingga kasus ini tidak pernah dicoba. Organisasi lain mempertanyakan kesimpulan FBI.[2]
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kekhawatiran tentang potensi penggunaan B. anthracis sebagai senjata biologis:
2.2.1    Ada ketersediaan luas B. anthracis bank mikroba di seluruh dunia.
2.2.2    Ada ketersediaan alam luas B. anthracis di daerah endemis.
2.2.3    Ada bukti bahwa teknik untuk produksi massal dan penyebaran aerosol anthrax telah dikembangkan.
2.2.4    Para sifat tahan banting spora antraks dalam lingkungan dapat membuat penyebaran anthrax aerosol lebih efektif daripada banyak agen potensial lainnya.
2.2.5    Inhalasi anthrax yang tidak diobati memiliki tingkat kematian tinggi.
2.2.6    Adanya B. anthracis ada di alam yang tahan terhadap Antibiotik dan dapat digunakan dalam sebuah rilis disengaja.
2.2.7    Anthrax telah digunakan di masa lalu sebagai senjata biologis.[2]

2.3  Pengertian Bacillus anthracis
Bacillus anthracis bertanggung jawab untuk menyebabkan penyakit anthrax pada manusia dan hewan, melalui kontak langsung dengan pembawa yang terinfeksi atau menghirup endospora. Pada kasus yang jarang, konsumsi daging yang terkontaminasi telah menyebabkan bawaan makanan penyakit yang berhubungan dengan B. anthracis.[2]
Bacillus anthracis adalah, Gram positif non-motil, aerobik, encapsulated membentuk spora bakteri yang menghasilkan batang exotoxins. Anthrax adalah penyakit yang terutama mempengaruhi hewan herbivora seperti sapi, domba dan kuda, baru-baru ini telah menjadi keprihatinan mengenai manusia. Infeksi yang terkait dengan antraks ditularkan kepada manusia baik melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau melalui orang lain, dengan konsumsi produk hewan yang terkontaminasi, atau dengan inhalasi dari exotoxins dan kapsul, yang dihasilkan oleh spora. Tiga exotoxins, diperlukan untuk virulensi adalah toksin edema, racun mematikan, dan faktor antigen protektif. Racun ini dapat menyebabkan masalah kesehatan serius terkait seperti edema, nekrosis, dan perdarahan. Sumber infeksi dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis: infeksi kulit, anthrax inhalasi, dan antraks gastrointestinal. Anthrax Anthrax usus dan orofaring dapat terjadi jika makanan atau minuman yang terkontaminasi tertelan, seperti daging atau susu yang terinfeksi. Transmisi dapat terjadi melalui ternak yang terinfeksi, atau produk hewan yang terkontaminasi. Meskipun orang-ke-orang transmisi jarang terjadi, mungkin terjadi jika debit menular, terkait dengan infeksi kulit yang menyebar.[2]
2.3.1     Morfologi Bacillus anthracis[4]
Ciri-ciri :
2.3.1.1       Berbentuk batang lurus
2.3.1.2       Ukuran 1,6μm
2.3.1.3       Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob
2.3.1.4       Bersifat Patogen
2.3.1.5       Tidak tahan terhadap suhu tinggi
2.3.1.6       Mempunyai kemampuan membentuk spora
2.3.1.7       Tidak mempunyai alat gerak (motil)
2.3.1.8       Berkapsul dan tahan asam
2.3.1.9      Dinding sel bakteri merupakan polisakarida somatik yang terdiri dari N-asetilglukosamin dan D-galaktosa
2.3.1.10   eksotoksin kompleks yang terdiri atas Protective Ag (PA), Lethal Factor (LF), dan Edema Factor (EF)
Gambar 2. Bacillus anthracis
2.3.2     Klasifikasi Bacillus anthracis[4]
Kingdom   :  Bacteria
Filum         :  Firmicutes
Kelas         :  Bacilli
Ordo          :  Bacillales
Famili        :  Bacillaceae
Genus       :  Bacillus
Spesies    :  Bacillus anthracis
2.3.3     Siklus Hidup Bacillus anthracis[4]
Siklus hidup Bacillus anthracis terdiri dari dua fase yaitu fase vegetatif dan fase spora.
2.3.3.1   Fase vegetatif
Berbentuk batang, berukuran panjang 1-8 mikrometer, lebar 1-1,5 mikrometer. Jika spora antraks memasuki tubuh inang (manusia atau hewan memamah biak) atau keadaan lingkungan yang memungkinkan spora segera berubah menjadi bentuk vegetatif, kemudian memasuki fase berkembang biak. Sebelum inangnya mati, sejumlah besar bentuk vegetatif bakteri antraks memenuhi darah. Bentuk vegetatif biasa keluar dari dalam tubuh melalui pendarahan di hidung, mulut, anus, atau pendarahan lainnya. Ketika inangnya mati dan oksigen tidak tersedia lagi di darah bentuk vegetatif itu memasuki fase tertidur (dorman/tidak aktif). Jika kemudian dalam fase tertidur itu berkontak dengan oksigen di udara bebas, bakteri antraks membentuk spora (prosesnya disebut sporulasi). Bentuk vegetatif juga dapat terbawa oleh nyamuk atau serangga pengisap darah yang menggigit korban yang berada pada fase akhir. Bisa juga terbawa serangga yang memakan bangkai korban. Serangga ini kemudian dapat menularkan bakteri itu ke inang lainnya, hingga menyebabkan antraks kulit.[4]
2.3.3.2   Fase spora
Berbentuk seperti bola golf, berukuran 1-1,5 mikrometer. Selama fase ini bakteri dalam keadaan tidak aktif (dorman), menunggu hingga dapat berubah kembali menjadi bentuk vegetatif dan memasuki inangnya. Hal ini dapat terjadi karena daya tahan spora antraks yang tinggi untuk melewati kondisi tak ramah--termasuk panas, radiasi ultraviolet dan ionisasi, tekanan tinggi, dan sterilisasi dengan senyawa kimia. Hal itu terjadi ketika spora menempel pada kulit inang yang terluka, termakan, atau--karena ukurannya yang sangat kecil--terhirup. Begitu spora antraks memasuki tubuh inang, spora itu berubah ke bentuk vegetatif.[4]
2.4  Pengaruh Bacillus anthracis Terhadap Bahan Pangan
Spesies Bacillus adalah Gram positif, aerobik heterotrof, bakteri di mana-mana, yang ditandai dengan kemampuan mereka untuk membentuk lapisan spora resisten. Ukuran spora 1–1.5 x 3–10 mm. Ada sekitar 48 spesies yang dikenal dalam genus Bacillus tetapi hanya B. anthracis dan B. cereus berhubungan dengan penyakit pada manusia. Spesies Bacillus adalah bakteri mesofilik yang memproduksi tahan panas endosopores dengan pertumbuhan kisaran 10° C sampai 48° C, dengan pertumbuhan yang optimal pada 28° C hingga 35° C. Selain itu, mereka dapat tumbuh dalam pH yang luas kisaran 4,9-9,3.[5]
Dalam Bacillus anthracis mengandung protein racun, protein racun ini terdiri dari 3 komponen berbeda yang saling membantu yaitu:
2.4.1     Lethal Factor (LF)
Komponen sentral racun ini yang bekerja sebagai protease (enzim pemotong protein) dimana aktivitasnya bergantung pada logam seng (zinc). Enzim serupa ditemukan pada beberapa bakteri patogen berbahaya seperti C. tetani, C. botulinum, Vibrio cholerae penyebab kolera, dsb. Diketahui bahwa LF dalam sel adalah protein MEK1/2 yang bertugas mengantarkan sinyal kimiawi dari luar ke dalam sel.
Gambar 3. Peran Lethal Factor pada Penyebaran Anthrax
2.4.2     Oedema Factor (EF)
Enzim adenylate cyclase yang bekerja mensintesa molekul cAMP sehingga peningkatan kadarnya secara tak terkontrol bisa menyebabkan hilangnya cairan tubuh.
2.4.3     Protective Agent (PA)
Protein yang terdiri dari satu subunit (monomer) yang bila berikatan dengan reseptor khusus dalam sel yang akan diserang, menjadi terpotong dua bagian oleh aktivitas rotease furin. Bagian PA yang masih berikatan dengan reseptor tadi membentuk heptamer (tujuh subunit) dan memungkinkan LF dan EF berikatan yang selanjutnya bisa masuk ke dalam sel.
Gambar 4. Protein Racun pada Bacillus anthracis

2.5  Patogenesis Anthrax
Pada hewan, yang menjadi tempat masuknya kuman adalah mulut dan saluran cerna. Adapun pada manusia, masuknya spora lewat kulit yang luka (antraks kulit), membran mukosa (antraks gastrointestinal), atau lewat inhalasi ke paru-paru (antraks pernafasan). Spora tumbuh pada jaringan tempat masuknya mengakibatkan edema gelatinosa dan kongesti. Basil menyebar melalui saluran getah bening ke dalam aliran darah, kemudian menuju ke jaringan, terjadilah sepsis yang dapat berakibat kematian. Pada antraks inhalasi, spora Bacillus anthracis dari debu wol, rambut atau kulit terhirup, terfagosit di paru-paru, kemudian menuju ke limfe mediastinum dimana terjadi germinasi, diikuti dengan produksi toksin dan menimbulkan mediastinum haemorrhagic dan sepsis yang berakibat fatal.[4]
Gambar 5. Mekanisme Penyerangan Anthrax
Mekanisme Infeksi
Sel masuk ke dalam tubuh dalam bentuk spora, spora kemudian diserang oleh sistem kekebalan tubuh, dalam sistem kekebalan tubuh, spora aktif dan mulai berkembang biak dan menghasilkan dua buah racun, yaitu : Edema Toxin meupakan racun yang menyebabkan makrofag tidak dapat melakukan fagositosis pada bakteri dan Lethal Toxin merupakan racun yang memaksa makrofag mensekresikan TNF-alpha dan interleukin-1-beta yang menyebabkan septic shock dan akhirnya kematian, selain itu racun ini dapat menyebabkan bocornya pembuluh darah. Racun yang dihasilkan oleh Bacillus anthracis mengandung 3 macam protein, yaitu : antigen pelindung, faktor edema, dan faktor mematikan. Racun memasuki sel tubuh saat antigen pelindung berikatan dengan faktor edema dan faktor mematikan membentuk kompleks, kompleks lalu berikatan dengan reseptor dan diendositosis. Di dalam sel faktor edema dan faktor mematikan lepas dari endositosis.[4]

2.6  Ciri-ciri Manusia yang Terinfeksi
Hampir semua hewan berdarah panas bisa terkena penyakit antraks. Di Indonesia, penyakit ini sering dijumpai pada kerbau, sapi, kambing, domba, kuda, dan babi. Dari segi epidemiologi Bacillus anthracis ini menyukai tanah berkapur dan tanah yang bersifat basa (alkalis). Umumnya antraks menyerang hewan pada musim kering (kemarau), dimana rumput sangat langka, sehingga sering terjadi pada ternak (terutama kuda) tertular lewat makan rumput yang tercabut sampai akarnya. Lewat akar rumput inilah bisa terbawa pula spora dari antraks.[4]
Antrhax merupakan penyakit zoonis yang menyerang sapi, domba, kuda, dan lain-lain bahkan dapat menyerang manusia. Pada umumnya ada 3 cara penularan penyakit anthrax ke manusia, yaitu kontak langsung dengan bibit penyakit yang ada di tanah/rumput, hewan yang sakit, maupun bahan-bahan yang berasal dari hewan yang sakit seperti kulit, daging, tulang dan darah; bibit penyakit terhirup orang yang mengerjakan bulu hewan (domba dll) pada waktu mensortir. Penyakit dapat ditularkan melalui pernapasan bila seseorang menghirup spora Antraks. Yang terakhir apabila memakan daging hewan yang sakit atau produk asal hewan seperti dendeng, abon dll.[4]
Manusia dapat terinfeksi dengan B. anthracis dengan menangani produk atau memakan daging yang kurang matang dari binatang yang terinfeksi. Infeksi juga bisa terjadi akibat menghirup spora B. anthracis dari produk hewan yang terkontaminasi seperti wol atau pelepasan spora secara sengaja selama serangan bioteroris. Transmisi manusia ke manusia belum diketahui. Tiga bentuk anthrax terjadi pada manusia: kulit, gastrointestinal, dan inhalasi.
2.6.1     Kutaneus anthrax
Infeksi kutaneus terjadi ketika bakteri atau spora memasuki luka atau goresan pada kulit, seperti ketika menangani wol yang terkontaminasi, kulit, produk rambut (terutama bulu kambing) dari binatang yang terinfeksi. Infeksi kulit berawal sebagai benjolan gatal mengangkat atau papula yang menyerupai gigitan serangga. Dalam 1-2 hari, benjolan berkembang menjadi vesikel atau gelembung berisi cairan, yang pecah membentuk bisul tanpa rasa sakit (disebut eschar), biasanya 1-3 cm diameter, dengan area hitam nekrotik (mati) di tengah. Edema Diucapkan sering dikaitkan dengan luka karena pelepasan toksin edema oleh B. anthracis. Kelenjar limfa dan di daerah yang berdekatan juga bisa membengkak. Anthrax kulit bisa juga terjadi sebagai akibat dari serangan aerosol. Sekitar 20% kasus Anthrax kulit yang tidak diobati menyebabkan kematian baik karena infeksi menjadi sistemik atau karena gangguan pernafasan yang disebabkan oleh edema pada daerah toraks serviks dan bagian atas. Kematian dapat dicegah dengan terapi antibiotik yang sesuai, dengan membersihkan lesi atau luka menjadi steril dalam 24 jam dengan demikian dapat mengobati hanya dalam waktu beberapa minggu.
Gambar 6. Anthrax Kulit
2.6.2     Gastrointestinal anthrax
Bentuk gastrointestinal anthrax dapat terjadi dengan mengkonsumsi daging yang terkontaminasi atau hewan yang terinfeksi, ditandai dengan peradangan akut pada saluran usus. Tanda-tanda awal anthrax ini adalah mual, kehilangan nafsu makan, muntah, dan demam yang diikuti dengan nyeri perut, muntah darah, dan diare berat. Angka kematian untuk antraks gastrointestinal diperkirakan mencapai 25% -60%.
2.6.3     Inhalasi anthrax
Bentuk hasil anthrax karena menghirup spora B. anthracis, dan kemungkinan besar mengikuti pelepasan aerosol secara sengaja B. anthracis. Setelah masa inkubasi 1-6 hari (tergantung pada jumlah spora terhirup), timbulnya penyakit secara bertahap dan tidak spesifik. Gejala awal dapat ditandai dengan demam, malaise, dan kelelahan, kadang-kadang berkaitan dengan batuk produktif dan ketidaknyamanan dada ringan. Gejala-gejala awal sering diikuti dengan peningkatan periode pendek (berkisar dari beberapa jam sampai hari), diikuti oleh perkembangan mendadak yaitu gangguan pernapasan berat dengan dyspnea (sesak napas), diaforesis (keringat), stridor (respirasi siul bernada tinggi) , dan sianosis (warna kulit kebiruan). Shock dan kematian biasanya terjadi dalam 24-36 jam setelah timbulnya gangguan pernapasan, dan pada tahap selanjutnya, angka kematian mendekati 100% meskipun pengobatan agresif. Temuan fisik biasanya tidak spesifik.[6]
2.6.4     Injeksi terkait anthrax
Merupakan hal yang baru diakui. Sejumlah kasus telah terjadi baru-baru ini di Eropa pada pengguna narkoba suntikan. Hal ini diyakini disebabkan oleh menyuntikkan heroin yang terkontaminasi dengan bahan mengandung spora B. anthracis.[2]
Gambar 7. Efek Anthrax

Tabel 1. Gejala Klinis dari Anthrax[2]
Infeksi Antraks
Periode Inkubasi
Tanda dan Gejala
Lethalitas
Kutaneus
Kisaran 1 sampai 12 hari setelah terpapar, masa inkubasi biasanya mendekati 1 hari
Gejala awal adalah sakit kecil pada titik infeksi yang berkembang menjadi melepuh dan kemudian menjadi ulkus tanpa rasa sakit ditutupi oleh kudis hitam. Seringkali ditandai dengan adanya pembengkakan di sekitar ulkus.
Sekitar 20% dari orang dengan Anthrax kulit berkemungkinan mati jika tidak diobati dengan antibiotik yang sesuai. Dengan pengobatan antibiotik yang tepat, angka kematian sekitar 1%.
Gastrointestinal
Biasanya 1 sampai 6 hari setelah terekspos
Orofaringeal: Gejala adalah demam, bisul di bagian belakang mulut dan tenggorokan, sakit tenggorokan parah, kesulitan menelan, dan kelenjar getah bening dan pembengkakan leher.
Usus: Gejala awal adalah mual dan muntah. Penyakit ini dapat berkembang dengan cepat untuk diare berdarah, sakit perut, dan shock.
Tanpa pengobatan antibiotik, hasil kematian pada antraks gastrointestinal lebih dari 40% dari orang yang terkena.
Inhalasi
Berkisar sedikitnya 2 hari setelah paparan spora untuk selama 6 sampai 8 minggu setelah terpapar
Gejala awal adalah demam, sakit kepala, dan nyeri otot. Jika tidak diobati, penyakit ini berkembang menjadi sesak napas, ketidaknyamanan dada, syok, dan kematian. Meningitis dapat mempersulit perjalanan klinis.

Gambar Dada mengungkapkan pelebaran mediastinum, pembesaran dan perdarahan ke dalam kelenjar getah bening, dan koleksi cairan berdarah sekitar paru-paru.
Data historis menunjukkan bahwa angka kematian dari Anthrax hirup tidak diobati dapat setinggi 90%. Dengan pengobatan yang tepat, tingkat kematian sekitar 50% dengan harapan dapat kurang.
Injeksi terkait
1 sampai 2 hari setelah injeksi
Peradangan atau bisul di tempat suntikan kadang-kadang berkembang menjadi selulitis atau necrotizing fasciitis. Beberapa pasien berkembang menjadi sepsis tanpa infeksi lokal yang luas
Dari 14 kasus yang dilaporkan, 7 pasien meninggal meskipun dengan terapi medis yang agresif.

B. anthracis dapat dideteksi dengan pewarnaan Gram dari darah dan oleh kultur darah dengan media rutin, tetapi sering tidak sampai di akhir perjalanan penyakit. Hanya basil atau kuman yang dikemas vegetatif yang hadir selama infeksi. Spora tidak ditemukan dalam darah, sebagian karena tingkat CO2 dalam tubuh menghambat sporulasi. Studi inhalasi anthrax di primata non-manusia yaitu, monyet rhesus menunjukkan munculnya basil dan paparan racun dalam darah dalam waktu 2 - 3 hari. Munculnya racun bertepatan dengan munculnya basil dalam darah, dan hal tersebut dapat sebagai tes cepat untuk mendeteksi racun.[6]

2.7  Pencegahan dan Pengobatan
2.7.1   Pencegahan
Pencegahan anthrax seringkali dilakukan dengan cara vaksinasi. Vaksinasi merupakan cara dengan harga yang paling efektif untuk perlindungan. Vaksin antraks pertama untuk binatang sudah dikembangkan oleh Pasteur pada tahun 1881, namun vaksin ini tidak digunakan sampai pertengahan abad 20. Ada beberapa hal yang menjadi masalah sehingga menghambat vaksinasi, antara lain tidak adanya standarisasi, biaya produksi yang cukup tinggi, serta membutuhkan perlengkapan untuk dosis pengulangan.
Vaksinasi dalam pencegahan penyakit antraks ada beberapa macam, antara lain:
2.7.1.1      Vaksin pada binatang
Pada tahun 1881 Pasteur mendemontrasikan imunisasi dengan menggunakan strain yang sudah dilemahkan. Vaksin terbukti sangat aman dan efektif, namun meskipun sangat efektif vaksinasi untuk jangka panjang membutuhkan pengulangan tidak bisa hanya dilakukan satu kali, karena dosis untuk satu kali vaksin hanya untuk 1 tahun.[7]
2.7.1.2      Vaksinasi pada manusia

2.7.2   Jenis Obat
Untuk mencegah penyakit anthrax dapt digunakan vaksin anthrax.  Anthrax dapat diobati dengan menggunakan antibiotik, seperti : amoxicillin, Vanomycin, Ciprofloxacin, Doxicyline, Eritromycin, Penicillin, Tetracycline, Streptomycine,Chloramphenicol.[4]
Cara Penggunaan :
2.7.2.1      Anthrax kulit : Procaine penicilline 2 x 1,2 juta IU diberikan secara intramuskuler (im) selama 5-7 hari. Atau dengan Benzyl penicilline 250.000 IU secara im setiap 6 jam.
2.7.2.2      Anthrax Saluran Pencernaan : Tetracycline 1 gram per hari.
2.7.2.3      Anthrax Saluran Pernapasan : Penicilline G 18-24 juta IU per hari IVFD, ditambah dengan Streptomycine 1-2 gram. Selain antibiotika perlu diberikan juga obat-obat symtomatis lain.
Perlu diperhatikan mengingat pilihan obat untuk Antraks adalah penicilline, sehingga sebelum diberikan harus dilakukan skin test terlebih dahulu. Bila penderita/tersangka hypersensitif terhadap penicilline dapat diberikan tetracycline, chloramphenicol atau erytromycine.[4]



DAFTAR PUSTAKA

1.     Arief B. Witarto. Mengenal Bacillus anthracis (online). (cited 2012 Mei 4). Available from URL: http://witarto.files.wordpress.com/2008/01/ariefwitarto_diberitaiptek_18februari2002.pdf
2.     Anonim. Bacillus anthracis (Anthrax) (online). (cited 2012 Mei 5). Available from URL: http://www.upmc-biosecurity.org/website/our_work/biological-threats-and-epidemics/fact_sheets/anthrax.pdf
3.     Lily Natalia, Rahmat Setya Adji. Identifikasi Cepat Bacillus anthracis dengan Direct Fluorescent Antibody Assay yang Menggunakan Komponen Dinding Sel dan Kapsul. JITV 13(2): 140-149.
4.     Ridho Prayogie. Bacillus anthracis (online). (cited 2012 Mei 4). Available form URL: http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/bacillus-anthricus4.pdf
5.     Keith R. Schneider, Mickey E. Parish, RenĂ©e M. Goodrich and Taylor Cookingham. Preventing Foodborne Illness: Bacillus cereus and Bacillus anthracis. FSHN04-05.
6.     Robbin S. Weyant et al. BASIC LABORATORY PROTOCOLS FOR THE PRESUMPTIVE IDENTIFICATION OF Bacillus anthracis (online). (cited 2012 Mei 4). Available from URL: http://www.bt.cdc.gov/agent/anthrax/anthracis20010417.pdf
7.     R.C. Spancer. Bacillus anthracis. J Clin Pathol 2003;56:182–187

Tidak ada komentar:

Posting Komentar