MIKROBIOLOGI
PANGAN
AGENT
OF FOODBORNE ILLNESS
Bacillus
anthracis
Dosen Pengampu : Fitriyono
Ayustaningwarno S.TP, M.Si
disusun
oleh :
Febry Fajar Hermawan G2C009015
Ignatius Roy Indra P. 22030110130091
Gabrielle Nindya K.
P. 22030111130059
Dwi Rizki Indrawati 22030111130067
PROGRAM
STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Berternak merupakan salah satu mata pencaharian yang ada di
Indonesia. Sebagian besar masyarakat negeri zamrud katulistiwa memilih hewan
berkaki empat layaknya sapi, kuda, dan lain sebagainya. Selain dapat
dimanfaatkan tenaganya, mamalia tersebut juga dimanfaatkan susu dan dagingnya
untuk diolah menjadi produk pangan tertentu. Akan tetapi karena berternak bukanlah
hal yang mudah untuk dilakukan maka terdapat banyak masalah saat berternak.
Salah satu masalah yang melanda adalah munculnya bakteri Bacillus anthracis yang diduga sebagainya
penyebab penyakit anthrax. Anthrax bukan hanya melanda hewan ternak melainkan
juga dapat menyerang manusia karena apabila seseorang mengonsumsi daging yang
terkontaminasi bakteri Bacillus anthracis
maka manusia tersebut juga terkontaminasi anthrax.
Oleh karenanya penulis membahas mengenai Bacillus anthracis agar masyarakat awam dapat mengetahui kriteria
dan seluk beluk tentang bakteri patogen tersebut.
1.2 Rumusan
Masalah
Dalam
penyusunan makalah ini, penulis dapat mengemukakan beberapa masalah sebagai
berikut :
1.2.1 Bagaimana
penjelasan mengenai bakteri patogen Bacillus
anthracis?
1.2.2 Apa
pengaruh masuknya bakteri Bacillus
anthracis dalam bahan pangan?
1.2.3 Bagaimana
mekanisme penularan Bacillus anthracis dari
sapi hingga ke manusia?
1.2.4 Bagaimana
cara mencegah masuknya Bacillus anthracis
ke manusia?
1.2.5 Bagaimana
cara mengobati makhluk hidup yang terinfeksi Bacillus anthracis?
1.3 Tujuan
Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini, penulis
mempunyai beberapa tujuan yaitu :
1.3.1 Memenuhi
salah satu tugas mahasiswa S1 Ilmu Gizi Universitas Diponegoro.
1.3.2 Mengetahui
pengaruh Bacillus anthracis terhadap
bahan pangan.
1.3.3 Mengetahui
mekanisme penularan Bacillus anthracis dari
sapi hingga ke manusia.
1.3.4 Mengetahui
cara mengobati dan mencegah penularan penyakit anthrax
yang disebabkan oleh bakteri Bacillus
anthracis.
1.4 Manfaat
Penulisan
Penulisan
makalah ini memiliki beberapa manfaat antara lain :
1.4.1 Dapat
memberikan informasi mengenai bakteri Bacillus
anthracis.
1.4.2 Dapat
membedakan bahan pangan yang layak makan dan tidak.
1.4.3 Dapat
mengetahui cara pencegahan penularan bakteri Bacillus anthracis.
1.5 Metode
dan Sistematika Penulisan
Dalam
penulisan makalah, terdapat berbagai macam metode yang berbeda-beda, seperti
metode observasi, metode interview, dan metode pustaka. Namun pada kali ini,
penulis hanya menggunakan metode kepustakaan yaitu dengan membaca buku-buku dan
jurnal yang berkaitan dengan masalah yang dibahas oleh penulis.
Sedangkan
untuk sistematikanya meliputi beberapa bab.
BAB
I menjelaskan tentang latar belakang dari masalah yang akan dibahas, rumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, serta metode dan sistematika
penulisan.
BAB
II menjelaskan tentang seluk beluk mengenai Bacillus
anthracis mulai dari pengertian, taksonomi, cara penularan, dan sebagainya.
BAB
III berisi tentang kesimpulan yang didapat setelah menyusun makalah ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
Anthrax
Anthrax sudah dikenal sejak lama dalam sejarah
manusia di mana catatan pertama penyakit ini ada dalam sejarah Mesir kuno.
Studi sistematis Bacillus anthracis
dimulai akhir abad 19 oleh dua ilmuwan besar, Robert Koch sebagai ahli ilmu
bakteri/bacteriology dari Jerman dan Louis Pasteur yaitu ahli ilmu kekebalan
tubuh/immunology dari Perancis. Koch, penerima Hadiah Nobel Kedokteran 1905,
untuk pertama kalinya berhasil membiakkan kultur murni Bacillus anthracis sekaligus menunjukkan bahwa bakteri ini dapat
membentuk spora serta membuktikan Bacillus
anthracis sebagai penyebab penyakit anthrax
dengan menyuntikkan pada hewan percobaan pada tahun 1877. Beberapa tahun kemudian
yaitu tahun 1881, Pasteur yang diberi gelar “Bapak Imunisasi” menggunakan
bakteri yang sama berhasil menunjukkan bahwa imunisasi dapat ditimbulkan
melalui penyuntikan Bacillus anthracis
yang dilemahkan dengan percobaannya di depan umum yang terkenal di Pouilly Le
Front, Perancis. Bacillus anthracis
sebenarnya telah memberikan sumbangan besar bagi kemanusiaan dengan menjadi
model awal studi bacteriology dan immunology.[1]
Gambar
1. Ilustrasi Vaksin Pertama Anthrax
Pada
penelitian Shibasaburo Kitasato (1894) dan Emil Adolf von
Behring (1901), tidak ditemukan protein toksin (racun) yang menyebabkan
kematian pada Bacilllus anthracis. Protein toksin
tersebut jika seharusnya dapat diisolasi dari kultur biakan sehingga memudahkan
studi lebih lanjut.tidak adanya protein toksin menyebabkan terhambatnya studi
patogenesis bakteri ini puluhan tahun.[1]
Tahun
1950-an Harry Smith dan James Keppie, berhasil menemukan protein toksin dari
darah kelinci percobaan yang terserang anthrax di Inggris. Dari percobaan itu
ditemukan bahwa terdapat bakteri sebanyak lebih dari 3 juta/ml darah. Dan
walaupun telah dicoba untuk memusnahkannya dengan antibiotika, tetapi bakteri
tetap menyebabkan kematian. Jadi dapat disimpulkan bahwa B. antrachis mengeluarkan
racun penyebab kematian. Tahun 1954, protein racun berhasil diisolasikan dari
plasma darah dengan menggunakan lebih dari 100 kelinci percobaan.[1]
Urutan
sejarah ditemukannya Bacillus anthracis.
Terdapat
dalam sejarah penyakit mesir kuno
Tahun
1877 Robert Koch dan Louis Pasteur Pembiakkan kultur murni B. Anthracis
Tahun
1881, Pasteur penemuan vaksin B.
Anthracis
Tahun
1894 Shibasaburo Kitasato dan Emil Adolf von Behring terhambatnya
penelitian karena tidak ditemukannya toksin pada Bacillus anthracis
Tahun
1950-an, Harry Smith dan James Keppie, ditemukan protein toksin dari darah
kelinci percobaan.
Tahun
1954, Harry Smith dan James Keppie berhasil mengisolasi protein racun dari
plasma darah
Bacillus
anthracis adalah organisme yang menyebabkan penyakit
antraks. Nama bacillus anthracis berasal
dari kata coal (bahasa yunani),
penamaan ini disebabkan oleh kemampuan bacillus
anthracis menyebabkan warna hitam pada kulit, seperti coal (batu bara).
Penyakit antraks dahulu digunakan oleh para
negara besar seperti inggris untuk peperangan. Mereka membuat senjata biologi
yaitu bom antraks. Pada tahun 1979, penyakit antraks paru-paru muncul di sverdlovsk yang menyebabkan 105
orang meninggal akibat kegagalan sanitasi air.[1]
2.2 Pengertian
antraks
Anthrax merupakan penyakit infeksi bakteri akut
atau perakut yang disebabkan oleh Bacillus
anthracis. Penyakit anthrax tersebar hampir
di seluruh dunia dan menimbulkan tingkat kematian yang sangat tinggi terutama
pada herbivora.[3]
Tercatat
kejadian anthrax di Indonesia telah
menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar dan mengancam keselamatan
manusia. Indonesia disebut-sebut sebagai daerah endemik anthrax karena hingga tahun 2008 tercatat 11 provinsi endemik
antraks pada binatang, sedangkan 5 propinsi (Jabar, Jateng, NTB, NTT, dan DIY)
tercatat telah terjadi kasus anthrax pada
manusia (Depkes, 2003). Sedangkan menurut Siregar (2002), Sumatera (kecuali
Propinsi Jambi), Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan
Sulawesi Tenggara; NTB dan NTT masih merupakan daerah yang memiliki
kecenderungan muncul wabah secara periodik. Seringnya terjadi wabah penyakit,
memerlukan usaha pengendalian penyakit yang terencana, termasuk cara
mendiagnosa penyakit yang cepat dan tepat agar penyakit dapat segera diatasi.[3]
Anthrax saat ini dianggap salah satu ancaman
bioterorisme yang paling serius. Dimulai pada paruh kedua abad ke-20, B. anthracis dikembangkan oleh beberapa
negara sebagai bagian dari senjata biologis mereka (Biological Weapon) program. Kelompok otonom juga menunjukkan niat
untuk menggunakan B. anthacis dalam
aksi terorisme. Misalnya, sebagaimana dibuktikan dalam, 10 Maret 2007,
Departemen Pertahanan transkrip dari Sidang Pengadilan kepemimpinan Khalid
Sheikh Muhammad, Al Qaeda telah menunjukkan minat dan telah bekerja untuk
mengembangkan anthrax dan senjata biologi lainnya. Pada tahun 1993, kultus
Jepang, Aum Shinrikyo, disemprot aerosol yang mengandung B. anthracis beberapa kali dalam percobaan serangan teroris di
Tokyo. Untungnya, bahan yang mereka gunakan ternyata tidak efektif, dan
akibatnya tidak ada yang sakit. Terutama, pada Oktober 2001, serangan antraks
yang dilakukan di Amerika Serikat melalui surat, ketika 7 amplop berisi spora B. anthracis dikirim melalui sistem pos
AS. Dua puluh dua kasus antraks menghasilkan (11 hirup, 11 kulit), dan 5 orang
meninggal karena anthrax hirup. Pada tahun 2009, FBI menutup penyelidikan atas
asal-usul serangan menyimpulkan bahwa Dr Bruce Ivins, seorang peneliti antraks di
US Army Medical Research Institute of Infectious Diseases telah dilakukan
serangan. Namun, Dr Ivins bunuh diri sebelum tuntutan bisa diajukan, sehingga
kasus ini tidak pernah dicoba. Organisasi lain mempertanyakan kesimpulan FBI.[2]
Beberapa faktor yang berkontribusi terhadap
kekhawatiran tentang potensi penggunaan B. anthracis sebagai senjata biologis:
2.2.1 Ada
ketersediaan luas B. anthracis bank mikroba di seluruh dunia.
2.2.2 Ada
ketersediaan alam luas B. anthracis di daerah endemis.
2.2.3 Ada
bukti bahwa teknik untuk produksi massal dan penyebaran aerosol anthrax telah
dikembangkan.
2.2.4 Para
sifat tahan banting spora antraks dalam lingkungan dapat membuat penyebaran
anthrax aerosol lebih efektif daripada banyak agen potensial lainnya.
2.2.5 Inhalasi anthrax
yang tidak diobati memiliki tingkat kematian tinggi.
2.2.6 Adanya
B. anthracis ada di alam yang tahan terhadap Antibiotik dan dapat digunakan
dalam sebuah rilis disengaja.
2.2.7 Anthrax
telah digunakan di masa lalu sebagai senjata biologis.[2]
2.3 Pengertian
Bacillus anthracis
Bacillus anthracis bertanggung
jawab untuk menyebabkan penyakit anthrax pada
manusia dan hewan, melalui kontak langsung dengan pembawa yang terinfeksi atau
menghirup endospora. Pada kasus yang jarang, konsumsi daging
yang terkontaminasi telah menyebabkan
bawaan makanan penyakit yang berhubungan
dengan B.
anthracis.[2]
Bacillus
anthracis adalah, Gram positif non-motil, aerobik, encapsulated membentuk
spora bakteri yang menghasilkan
batang exotoxins. Anthrax adalah penyakit yang terutama mempengaruhi hewan herbivora seperti sapi, domba dan kuda, baru-baru ini telah menjadi keprihatinan mengenai manusia. Infeksi yang terkait dengan antraks ditularkan kepada manusia baik melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau melalui orang lain,
dengan konsumsi produk hewan yang terkontaminasi, atau dengan inhalasi dari exotoxins dan kapsul, yang dihasilkan oleh spora. Tiga exotoxins,
diperlukan untuk virulensi adalah
toksin edema, racun mematikan, dan faktor antigen
protektif. Racun ini dapat menyebabkan masalah kesehatan serius
terkait seperti edema, nekrosis,
dan perdarahan. Sumber infeksi dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis:
infeksi kulit, anthrax inhalasi,
dan antraks gastrointestinal. Anthrax Anthrax usus
dan orofaring dapat
terjadi jika makanan atau minuman
yang terkontaminasi tertelan,
seperti daging atau susu yang terinfeksi.
Transmisi dapat terjadi melalui ternak yang terinfeksi, atau produk hewan yang
terkontaminasi. Meskipun orang-ke-orang
transmisi jarang terjadi, mungkin
terjadi jika debit menular, terkait dengan infeksi kulit yang menyebar.[2]
2.3.1 Morfologi
Bacillus anthracis[4]
Ciri-ciri :
2.3.1.1 Berbentuk batang lurus
2.3.1.2
Ukuran 1,6μm
2.3.1.3 Merupakan bakteri gram positif dan bersifat aerob
2.3.1.4 Bersifat Patogen
2.3.1.5 Tidak tahan terhadap suhu tinggi
2.3.1.6 Mempunyai kemampuan membentuk spora
2.3.1.7 Tidak mempunyai alat gerak (motil)
2.3.1.8 Berkapsul dan tahan asam
2.3.1.9 Dinding sel bakteri merupakan polisakarida somatik yang terdiri
dari N-asetilglukosamin dan D-galaktosa
2.3.1.10 eksotoksin kompleks yang terdiri atas Protective Ag (PA), Lethal
Factor (LF), dan Edema Factor (EF)
Gambar 2. Bacillus anthracis
2.3.2 Klasifikasi
Bacillus anthracis[4]
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus
anthracis
2.3.3 Siklus
Hidup Bacillus anthracis[4]
Siklus
hidup Bacillus anthracis terdiri dari
dua fase yaitu fase vegetatif dan fase spora.
2.3.3.1 Fase
vegetatif
Berbentuk batang, berukuran panjang 1-8 mikrometer, lebar 1-1,5
mikrometer. Jika spora antraks memasuki tubuh inang (manusia atau hewan memamah
biak) atau keadaan lingkungan yang memungkinkan spora segera berubah menjadi
bentuk vegetatif, kemudian memasuki fase berkembang biak. Sebelum inangnya
mati, sejumlah besar bentuk vegetatif bakteri antraks memenuhi darah. Bentuk
vegetatif biasa keluar dari dalam tubuh melalui pendarahan di hidung, mulut,
anus, atau pendarahan lainnya. Ketika inangnya mati dan oksigen tidak tersedia
lagi di darah bentuk vegetatif itu memasuki fase tertidur (dorman/tidak aktif).
Jika kemudian dalam fase tertidur itu berkontak dengan oksigen di udara bebas,
bakteri antraks membentuk spora (prosesnya disebut sporulasi). Bentuk vegetatif
juga dapat terbawa oleh nyamuk atau serangga pengisap darah yang menggigit
korban yang berada pada fase akhir. Bisa juga terbawa serangga yang memakan
bangkai korban. Serangga ini kemudian dapat menularkan bakteri itu ke inang
lainnya, hingga menyebabkan antraks kulit.[4]
2.3.3.2 Fase
spora
Berbentuk seperti bola golf, berukuran 1-1,5 mikrometer. Selama
fase ini bakteri dalam keadaan tidak aktif (dorman), menunggu hingga dapat
berubah kembali menjadi bentuk vegetatif dan memasuki inangnya. Hal ini dapat
terjadi karena daya tahan spora antraks yang tinggi untuk melewati kondisi tak
ramah--termasuk panas, radiasi ultraviolet dan ionisasi, tekanan tinggi, dan
sterilisasi dengan senyawa kimia. Hal itu terjadi ketika spora menempel pada
kulit inang yang terluka, termakan, atau--karena ukurannya yang sangat
kecil--terhirup. Begitu spora antraks memasuki tubuh inang, spora itu berubah ke
bentuk vegetatif.[4]
2.4 Pengaruh
Bacillus anthracis Terhadap Bahan Pangan
Spesies
Bacillus adalah Gram
positif, aerobik heterotrof,
bakteri di mana-mana, yang ditandai dengan kemampuan mereka untuk membentuk lapisan
spora resisten. Ukuran spora 1–1.5
x 3–10 mm. Ada sekitar 48 spesies yang dikenal dalam
genus Bacillus tetapi hanya B. anthracis dan B.
cereus berhubungan dengan penyakit
pada manusia. Spesies Bacillus
adalah bakteri mesofilik yang memproduksi tahan
panas endosopores dengan pertumbuhan kisaran 10° C sampai 48° C, dengan
pertumbuhan yang optimal pada 28° C hingga 35° C.
Selain itu, mereka dapat tumbuh dalam
pH yang luas kisaran
4,9-9,3.[5]
Dalam
Bacillus anthracis mengandung protein
racun, protein racun ini terdiri dari 3 komponen berbeda yang saling membantu
yaitu:
2.4.1 Lethal
Factor (LF)
Komponen sentral racun ini yang bekerja
sebagai protease (enzim pemotong protein) dimana aktivitasnya bergantung pada
logam seng (zinc). Enzim serupa ditemukan pada beberapa bakteri patogen berbahaya
seperti C. tetani, C. botulinum, Vibrio cholerae penyebab
kolera, dsb. Diketahui bahwa LF dalam sel adalah protein MEK1/2 yang bertugas
mengantarkan sinyal kimiawi dari luar ke dalam sel.
Gambar 3. Peran
Lethal Factor pada Penyebaran Anthrax
2.4.2 Oedema
Factor (EF)
Enzim adenylate cyclase yang bekerja
mensintesa molekul cAMP sehingga peningkatan kadarnya secara tak terkontrol
bisa menyebabkan hilangnya cairan tubuh.
2.4.3 Protective
Agent (PA)
Protein yang terdiri dari satu subunit
(monomer) yang bila berikatan dengan reseptor khusus dalam sel yang akan
diserang, menjadi terpotong dua bagian oleh aktivitas rotease furin. Bagian PA
yang masih berikatan dengan reseptor tadi membentuk heptamer (tujuh subunit)
dan memungkinkan LF dan EF berikatan yang selanjutnya bisa masuk ke dalam sel.
Gambar 4. Protein Racun pada
Bacillus anthracis
2.5 Patogenesis
Anthrax
Pada hewan, yang menjadi tempat masuknya kuman adalah mulut dan
saluran cerna. Adapun pada manusia, masuknya spora lewat kulit yang luka (antraks kulit), membran mukosa (antraks gastrointestinal), atau lewat
inhalasi ke paru-paru (antraks
pernafasan). Spora tumbuh pada jaringan tempat masuknya mengakibatkan edema gelatinosa dan kongesti. Basil menyebar melalui
saluran getah bening ke dalam aliran darah, kemudian menuju ke jaringan,
terjadilah sepsis yang dapat berakibat kematian. Pada antraks inhalasi, spora Bacillus
anthracis dari debu wol, rambut atau kulit terhirup, terfagosit di
paru-paru, kemudian menuju ke limfe mediastinum dimana terjadi germinasi, diikuti
dengan produksi toksin dan menimbulkan mediastinum haemorrhagic dan sepsis yang
berakibat fatal.[4]
Gambar 5. Mekanisme Penyerangan Anthrax
Mekanisme Infeksi
Sel masuk ke dalam tubuh
dalam bentuk spora, spora kemudian diserang oleh sistem kekebalan tubuh, dalam
sistem kekebalan tubuh, spora aktif dan mulai berkembang biak dan menghasilkan
dua buah racun, yaitu : Edema Toxin meupakan racun yang menyebabkan makrofag
tidak dapat melakukan fagositosis pada bakteri dan Lethal Toxin merupakan racun
yang memaksa makrofag mensekresikan TNF-alpha dan interleukin-1-beta yang
menyebabkan septic shock dan akhirnya kematian, selain itu racun ini dapat
menyebabkan bocornya pembuluh darah. Racun yang dihasilkan oleh Bacillus
anthracis mengandung 3 macam protein, yaitu : antigen pelindung, faktor
edema, dan faktor mematikan. Racun memasuki sel tubuh saat antigen pelindung
berikatan dengan faktor edema dan faktor mematikan membentuk kompleks, kompleks
lalu berikatan dengan reseptor dan diendositosis. Di dalam sel faktor edema dan
faktor mematikan lepas dari endositosis.[4]
2.6 Ciri-ciri
Manusia yang Terinfeksi
Hampir semua hewan berdarah panas bisa terkena penyakit antraks.
Di Indonesia, penyakit ini sering dijumpai pada kerbau, sapi, kambing, domba,
kuda, dan babi. Dari segi epidemiologi Bacillus
anthracis ini menyukai tanah berkapur dan tanah yang bersifat basa
(alkalis). Umumnya antraks menyerang hewan pada musim kering (kemarau), dimana
rumput sangat langka, sehingga sering terjadi pada ternak (terutama kuda)
tertular lewat makan rumput yang tercabut sampai akarnya. Lewat akar rumput
inilah bisa terbawa pula spora dari antraks.[4]
Antrhax merupakan penyakit zoonis yang menyerang sapi, domba,
kuda, dan lain-lain bahkan dapat menyerang manusia. Pada umumnya ada 3 cara
penularan penyakit anthrax ke manusia, yaitu kontak langsung dengan bibit
penyakit yang ada di tanah/rumput, hewan yang sakit, maupun bahan-bahan yang
berasal dari hewan yang sakit seperti kulit, daging, tulang dan darah; bibit
penyakit terhirup orang yang mengerjakan bulu hewan (domba dll) pada waktu
mensortir. Penyakit dapat ditularkan melalui pernapasan bila seseorang
menghirup spora Antraks. Yang terakhir apabila memakan daging hewan yang sakit
atau produk asal hewan seperti dendeng, abon dll.[4]
Manusia dapat terinfeksi dengan B. anthracis dengan menangani produk
atau memakan daging yang kurang matang dari binatang yang terinfeksi. Infeksi
juga bisa terjadi akibat menghirup spora B.
anthracis dari produk hewan yang terkontaminasi seperti wol atau pelepasan
spora secara sengaja selama serangan bioteroris. Transmisi manusia ke manusia
belum diketahui. Tiga bentuk anthrax terjadi pada manusia: kulit, gastrointestinal,
dan inhalasi.
2.6.1 Kutaneus anthrax
Infeksi
kutaneus terjadi ketika bakteri atau spora
memasuki luka atau
goresan pada kulit, seperti ketika menangani wol yang terkontaminasi, kulit, produk rambut (terutama bulu kambing) dari binatang yang terinfeksi.
Infeksi kulit berawal sebagai benjolan gatal mengangkat
atau papula yang
menyerupai gigitan serangga.
Dalam 1-2 hari, benjolan
berkembang menjadi vesikel atau
gelembung berisi cairan, yang pecah
membentuk bisul tanpa
rasa sakit (disebut eschar),
biasanya 1-3 cm
diameter, dengan area
hitam nekrotik (mati) di tengah. Edema Diucapkan
sering dikaitkan dengan luka karena pelepasan
toksin edema oleh
B. anthracis. Kelenjar
limfa dan di daerah yang berdekatan juga bisa membengkak. Anthrax kulit bisa juga terjadi sebagai akibat dari serangan aerosol. Sekitar 20% kasus Anthrax kulit
yang tidak diobati menyebabkan kematian baik karena infeksi menjadi sistemik
atau karena gangguan pernafasan yang disebabkan oleh edema pada daerah toraks
serviks dan bagian atas. Kematian dapat dicegah dengan terapi antibiotik yang
sesuai, dengan membersihkan lesi atau luka menjadi steril dalam 24 jam dengan
demikian dapat mengobati hanya dalam waktu beberapa minggu.
Gambar 6. Anthrax Kulit
2.6.2 Gastrointestinal anthrax
Bentuk gastrointestinal anthrax
dapat terjadi dengan mengkonsumsi daging yang terkontaminasi atau hewan yang
terinfeksi, ditandai dengan peradangan akut pada saluran usus. Tanda-tanda awal
anthrax ini adalah mual, kehilangan nafsu makan, muntah, dan demam yang diikuti
dengan nyeri perut, muntah darah, dan diare berat. Angka kematian untuk antraks
gastrointestinal diperkirakan mencapai 25% -60%.
2.6.3 Inhalasi anthrax
Bentuk
hasil anthrax karena
menghirup spora B. anthracis, dan kemungkinan besar mengikuti pelepasan aerosol secara
sengaja B.
anthracis. Setelah masa inkubasi
1-6 hari (tergantung pada jumlah spora terhirup),
timbulnya penyakit secara bertahap dan
tidak spesifik. Gejala awal dapat ditandai dengan demam, malaise, dan
kelelahan, kadang-kadang berkaitan dengan batuk produktif dan
ketidaknyamanan dada ringan.
Gejala-gejala awal sering diikuti dengan peningkatan periode pendek
(berkisar dari beberapa jam sampai
hari), diikuti oleh perkembangan mendadak yaitu gangguan
pernapasan berat dengan dyspnea
(sesak napas), diaforesis
(keringat), stridor (respirasi siul bernada tinggi) , dan sianosis (warna kulit kebiruan).
Shock dan kematian biasanya terjadi dalam 24-36 jam
setelah timbulnya gangguan
pernapasan, dan pada tahap selanjutnya, angka
kematian mendekati 100% meskipun
pengobatan agresif. Temuan
fisik biasanya tidak spesifik.[6]
2.6.4 Injeksi terkait anthrax
Merupakan
hal yang baru diakui.
Sejumlah kasus telah terjadi baru-baru ini di Eropa pada pengguna narkoba suntikan. Hal ini diyakini disebabkan oleh menyuntikkan heroin yang terkontaminasi dengan bahan mengandung spora B. anthracis.[2]
Gambar 7. Efek Anthrax
Tabel
1. Gejala Klinis dari Anthrax[2]
Infeksi Antraks
|
Periode Inkubasi
|
Tanda dan Gejala
|
Lethalitas
|
Kutaneus
|
Kisaran
1 sampai 12 hari
setelah terpapar, masa
inkubasi biasanya
mendekati 1 hari
|
Gejala
awal adalah sakit
kecil pada
titik infeksi yang
berkembang menjadi melepuh dan
kemudian menjadi
ulkus tanpa
rasa sakit ditutupi oleh
kudis hitam. Seringkali ditandai
dengan adanya pembengkakan di sekitar ulkus.
|
Sekitar
20% dari orang dengan
Anthrax kulit berkemungkinan mati
jika tidak diobati dengan antibiotik yang
sesuai. Dengan pengobatan
antibiotik yang tepat, angka kematian sekitar
1%.
|
Gastrointestinal
|
Biasanya 1
sampai 6 hari setelah terekspos
|
Orofaringeal:
Gejala adalah demam, bisul di bagian belakang mulut dan tenggorokan, sakit
tenggorokan parah, kesulitan menelan, dan kelenjar getah bening dan
pembengkakan leher.
Usus: Gejala awal adalah mual dan muntah. Penyakit ini dapat berkembang dengan cepat untuk diare berdarah, sakit perut, dan shock. |
Tanpa pengobatan antibiotik, hasil kematian
pada antraks gastrointestinal lebih dari
40% dari orang yang terkena.
|
Inhalasi
|
Berkisar sedikitnya 2 hari
setelah paparan
spora untuk selama 6
sampai 8 minggu setelah terpapar
|
Gejala
awal adalah demam,
sakit kepala, dan
nyeri otot. Jika tidak diobati,
penyakit ini berkembang menjadi sesak
napas, ketidaknyamanan dada,
syok, dan kematian. Meningitis dapat
mempersulit perjalanan klinis.
Gambar Dada mengungkapkan pelebaran mediastinum, pembesaran dan perdarahan
ke dalam kelenjar getah bening, dan
koleksi cairan berdarah
sekitar paru-paru.
|
Data
historis menunjukkan bahwa
angka kematian dari Anthrax
hirup tidak diobati dapat
setinggi 90%. Dengan pengobatan
yang tepat, tingkat kematian
sekitar 50% dengan harapan
dapat kurang.
|
Injeksi
terkait
|
1
sampai 2 hari setelah injeksi
|
Peradangan
atau bisul di tempat suntikan
kadang-kadang berkembang
menjadi selulitis
atau necrotizing fasciitis. Beberapa
pasien berkembang menjadi
sepsis tanpa infeksi
lokal yang luas
|
Dari
14 kasus yang dilaporkan, 7 pasien
meninggal meskipun dengan terapi medis yang
agresif.
|
B. anthracis
dapat dideteksi dengan pewarnaan Gram
dari darah dan oleh
kultur darah dengan media rutin, tetapi sering tidak
sampai di akhir perjalanan
penyakit. Hanya basil atau kuman
yang dikemas vegetatif yang hadir selama infeksi. Spora tidak ditemukan dalam
darah, sebagian karena tingkat CO2 dalam tubuh menghambat sporulasi.
Studi inhalasi anthrax di primata non-manusia yaitu,
monyet rhesus menunjukkan munculnya
basil dan paparan racun dalam
darah dalam waktu 2 - 3 hari.
Munculnya racun bertepatan
dengan munculnya basil dalam darah, dan hal tersebut dapat sebagai
tes cepat untuk mendeteksi racun.[6]
2.7 Pencegahan
dan Pengobatan
2.7.1 Pencegahan
Pencegahan anthrax
seringkali dilakukan dengan cara vaksinasi. Vaksinasi
merupakan cara dengan harga yang paling efektif untuk perlindungan. Vaksin
antraks pertama untuk binatang sudah dikembangkan oleh Pasteur pada tahun 1881,
namun vaksin ini tidak digunakan sampai pertengahan abad 20. Ada beberapa hal
yang menjadi masalah sehingga menghambat vaksinasi, antara lain tidak adanya
standarisasi, biaya produksi yang cukup tinggi, serta membutuhkan perlengkapan
untuk dosis pengulangan.
Vaksinasi dalam pencegahan penyakit
antraks ada beberapa macam, antara lain:
2.7.1.1 Vaksin pada binatang
Pada tahun 1881 Pasteur mendemontrasikan
imunisasi dengan menggunakan strain yang sudah dilemahkan. Vaksin terbukti
sangat aman dan efektif, namun meskipun sangat efektif vaksinasi untuk jangka
panjang membutuhkan pengulangan tidak bisa hanya dilakukan satu kali, karena
dosis untuk satu kali vaksin hanya untuk 1 tahun.[7]
2.7.1.2 Vaksinasi pada manusia
2.7.2 Jenis Obat
Untuk mencegah penyakit
anthrax dapt digunakan vaksin anthrax. Anthrax
dapat diobati dengan menggunakan antibiotik, seperti : amoxicillin, Vanomycin,
Ciprofloxacin, Doxicyline, Eritromycin, Penicillin, Tetracycline,
Streptomycine,Chloramphenicol.[4]
Cara Penggunaan :
2.7.2.1 Anthrax kulit : Procaine penicilline 2 x 1,2 juta IU diberikan
secara intramuskuler (im) selama 5-7 hari. Atau dengan Benzyl penicilline 250.000
IU secara im setiap 6 jam.
2.7.2.2 Anthrax Saluran Pencernaan : Tetracycline 1 gram per hari.
2.7.2.3 Anthrax Saluran Pernapasan : Penicilline G 18-24 juta IU
per hari IVFD, ditambah dengan Streptomycine 1-2 gram. Selain antibiotika perlu
diberikan juga obat-obat symtomatis lain.
Perlu diperhatikan mengingat
pilihan obat untuk Antraks adalah penicilline, sehingga sebelum diberikan harus
dilakukan skin test terlebih dahulu. Bila penderita/tersangka hypersensitif
terhadap penicilline dapat diberikan tetracycline, chloramphenicol atau
erytromycine.[4]
DAFTAR PUSTAKA
1. Arief
B. Witarto. Mengenal Bacillus anthracis (online).
(cited 2012 Mei 4). Available from URL: http://witarto.files.wordpress.com/2008/01/ariefwitarto_diberitaiptek_18februari2002.pdf
2.
Anonim. Bacillus anthracis (Anthrax) (online). (cited 2012 Mei 5).
Available from URL: http://www.upmc-biosecurity.org/website/our_work/biological-threats-and-epidemics/fact_sheets/anthrax.pdf
3. Lily
Natalia, Rahmat Setya Adji. Identifikasi Cepat Bacillus anthracis dengan Direct
Fluorescent Antibody Assay yang Menggunakan Komponen Dinding Sel dan
Kapsul. JITV 13(2): 140-149.
4. Ridho
Prayogie. Bacillus anthracis (online).
(cited 2012 Mei 4). Available form URL: http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/bacillus-anthricus4.pdf
5.
Keith R. Schneider, Mickey
E. Parish, Renée M. Goodrich and Taylor Cookingham. Preventing Foodborne Illness: Bacillus cereus and Bacillus
anthracis. FSHN04-05.
6. Robbin
S. Weyant et al. BASIC LABORATORY PROTOCOLS FOR THE
PRESUMPTIVE IDENTIFICATION OF Bacillus anthracis (online). (cited 2012 Mei 4). Available from URL: http://www.bt.cdc.gov/agent/anthrax/anthracis20010417.pdf
7. R.C. Spancer. Bacillus
anthracis. J Clin Pathol 2003;56:182–187
Tidak ada komentar:
Posting Komentar