4shared

Powered By Blogger

Kamis, 10 Mei 2012

Foodborne Agent Escherichia Coli


TUGAS MIKROBIOLOGI PANGAN
Foodborne Agent Escherichia Coli



disusun oleh :

Diassafons M.                   22030110120026
      Anjarsari Retno U.                22030110120027
      Nining Lisnawati                    22030110120028


PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
        2012



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikroba adalah organisme berukuran mikroskopis yang antara lain terdiri dari bakteri, fungi dan virus. Bakteri merupakan mikroba prokariotik yang rata-rata selnya berukuran 0,5-1 x 2-5 μm, berbentuk elips, bola, batang atau spiral. Selain berinteraksi intraspesies, mikroba tersebut juga berinteraksi secara interspesies dengan manusia, tumbuhan, dan hewan. Dalam interaksinya dengan manusia, mikroba tersebut ada yang bersifat menguntungkan dan merugikan. Contohnya bakteri patogen Escherichia coli dapat menyebabkan diare, kolera, dan penyakit saluran pencernaan lainnya.1
Bakteri Escherichia coli (E.Coli) merupakan salah satu bakteri yang paling banyak terdapat pada air sungai. Konsentrasi E.Coli dalam air sangat penting. Proses penginaktifasian bakteri E.Coli secara kimia seperti: klorinasi, ozonisasi memberikan efek yang kurang baik.1,2 Sehingga perlu adanya suatu alternatif terhadap masalah tersebut. Sinar Ultraviolet merupakan suatu sinar yang digunakan untuk membunuh bakteri terutama pada air yaitu E.Coli. Ultraviolet yang terletak diantara X-Rays dan visible light memiliki kemampuan sebagai desinfektan secara fisik salah satunya dalam pengolahan air minum.2

1.2  Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut.
1.    Apa yang dimaksud dengan Foodborne Agent ?
2.    Apa yang dimaksud bakteri Escherichia Coli ? Sejarah, Epidemiologi, Morfologi serta Sitologi ?
3.    Apa saja bakteri patogen E.coli ?
4.    Apa saja faktor pendukung pertumbuhan E.coli ?
5.    Bagaimana cara pengujian E.coli pada makanan ?
6.    Penyakit apa saja yang disebabkan E.coli ?
7.    Bagaimana manifestasi klinis, pencegahan serta penatalaksaan klinis terhadap bakteri E.coli ?
8.    Bagaimana penginaktifasian E.coli terhadap bahan pangan ?

1.3 Tujuan
1.    Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud Foodborne Agent
2.    Untuk mengetahui dan memahami apa yang dimaksud E.coli, sejarah, epidemiologi, morfologi serta sitologi
3.    Untuk mengetahui apa saja bakteri E. coli patogen
4.    Untuk mengetahui apa saja faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri E.coli
5.    Untuk mengetahui bagaimana cara pengujian E.coli pada bahan makanan
6.    Untuk mengetahui penyakit apa saja yang disebabkan oleh E.coli
7.    Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis, pencegahan, serta penatalaksanaan klinis terhadap bakteri E.coli
8.    Untuk mengetahui bagaimana penginaktivasian E.coli pada bahan pangan 






BAB II
ISI

1.     Foodborne Diseases
            Kontaminasi yang terjadi pada makanan dan minuman dapat menyebabkan berubahnya makanan tersebut menjadi media bagi suatu penyakit. Foodborne diseases  adalah suatu penyakit yang merupakan hasil dari pencernaan atau penyerapan makanan yang mengandung mikroba oleh tubuh manusia. Mikroba yang menimbulkan penyakit dapat berasal dari makanan produk ternak yang terinfeksi atau tanaman yang terkontaminasi. Makanan yang terkontaminasi selama pengolahan dapat menjadi media penularan penyakit. Penularan penyakit ini bersifat infeksi, yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh mikroba yang hidup dan berkembang biak pada tempat terjadinya peradangan. Mikroba masuk ke dalam saluran pencernaan manusia melalui makanan, yang kemudian dicerna dan diserap oleh tubuh. Dalam kondisi yang sesuai, bakteri Escherichia coli akan berkembang biak di dalam saluran pencernaan sehingga menyebabkan gejala penyakit. Departemen Kesehatan (2000). mengelompokan penyakit bawaan makanan menjadi lima kelompok, yaitu : yang disebabkan oleh virus, bakteri, amuba/protozoa, parasit dan penyebab bukan kuman. Sedangkan (Karla dan Blaker 2000) membagi menjadi tiga kelompok, yaitu : penyakit infeksi yang disebabkan oleh perpindahan penyakit. Golongan kedua adalah keracunan makanan atau infeksi karena bakteri. Golongan ke tiga adalah penyeb yang bukan mikroorganisme. Secara umum penyakit bawaan makanan (“Foodborne Diseases”) merupakan masalah yang sering dihadapi baik di negara maju maupun negara berkembang. Sedangkan data statistik cenderung belum maksimal dalam menyajikan data sebenarnya yang ada di masyarakat. Hal itu disebabkan karena tidak semua penderita penyakit tersebut di ketahui. Dari hasil penelitian dijelaskan kontaminasi Escherichia coli pada makanan (Jajanan tradisional, makanan – makanan basah, serta sayuran mentah) masih cukup tinggi di Indonesia. Kontaminasi Escherichia coli di Industri makanan 21,3%,pada pedagang kaki lima 22,4%, rumah makan 26,3% dan jasa boga 11,8%. Dari data tersebut menjelaskan bahwa tingkat sanitasi makanan baik dalam pengolahannya maupun penyajiannya masih cukup rendah.8
2.    Sejarah
            Escherichia Coli pertama kali diidentifikasikan oleh dokter hewan Jerman, Theodor Escherich dalam studinya mengenai sistem pencernaan pada bayi hewan. Pada 1885,beliau menggambarkan organisme ini sebagai komunitas bakteri coli (Escherich,1885) dengan membangun segala perlengkapan patogenitasnya di infeksi saluran pencernaan. Nama “Bacterium Coli” sering digunakan sampai pada tahun 1991. Ketika Castellani dan Chalames menemukan genus escherichia dan menyusun tipe spesies Escherichia Coli.13

3.    Taksonomi
Superdomain           Phylogenetica            
Filum                          Proterobacteria
Kelas                          Gamma Proteobacteria
Ordo                           Enterobacteriales
Family                        Enterobacteriaceae
Genus                        Escherichia
Species                      Escherichia Coli

4.    Morfologi
            E. Coli dari anggota family Enterobacteriaceae. Ukuran sel dengan panjang 2,0 – 6,0 μm dan lebar 1,1 – 1,5 μm, berat sel E.coli 2x10-12 gram. Bentuk sel dari bentuk seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. E. Coli merupakan penghuni normal usus, seringkali menyebabkan infeksi.13
E. Coli merupakan bakteri fakultatif anaerob, kemoorganotropik, mempunyai tipe metabolisme fermentasi dan respirasi tetapi pertumbuhannya paling banyak di bawah keadaan anaerob. Pertumbuhan yang baik pada suhu optimal 370C pada media yang mengandung 1% peptone sebagai sumber karbon dan nitrogen. E.Coli memfermentasikan laktosa dan memproduksi indol yang digunakan untuk mengidentifikasikan adanya bakteri pada makanan dan air. E. coli berbentur circular, konveks dan koloni tidak berpigmen pada media darah.13
5.    Sitologi



 
Gambar 1 sel E.coli
Gambar 2 sel E.coli menggunakan mikrograf electron. ribosom (R), bahan genetic tidak terorganisir (N), dinding sel (CW).

 Struktur sel E. coli dikelilingi oleh membran sel, terdiri dari sitoplasma yang mengandung nukleoprotein. Membran sel E. coli ditutupi oleh dinding sel berlapis kapsul. Flagela dan fili E. coli menjulur dari permukaan sel. Tiga struktur antigen utama permukaan yang digunakan untuk membedakan serotipe golongan E. coli adalah dinding sel, kapsul dan flagella.6
. E.coli mempunyai dinding sel yang kaku, berpori dan memberikan bentuk serta proteksi. Permukaan luar terdiri dari lipopolisakarida.3 dinding sel berupa polisakarida yang bersifat  pirogen dan menghasilkan endotoksin serta diklasifikasikan sebagai antigen O  dan  mengandung peptida kecil yang tersusun saling berhubungan.6
Berdasarkan komposisi dinding sel dan pewarnaannya itulah E.coli termasuk golongan bakteri gram – negatif. Bakteri gram – negatif lebih tahan terhadap penisilin dan antibiotik lainnya seperti streptomisin, tetapi bakteri gram – negatif tidak tahan pada perlakuan fisik (Bakteri ini akan mati pada suhu 60C selama 30 menit).5
Bakteri yang tidak berspora cenderung tidak tahan pengecatan karena hanya memiliki sel vegetatif. Saat diwarnai oleh malachite, sel vegetatif dapat mengikat warna tetapi dapat luntur setelah dilunturkan karena ikatannya tidak kuat. Setelah pewarnaan selanjutnya dengan safranin, sel vegetatif mudah mengikat warna kembali. Oleh karena itu, hasil pewarnaan akhir adalah merah muda dari safranin. Eschericia coli setelah pengecatan akan berwarna merah muda dari safranin. E.coli berarti tidak memiliki endospora, hanya memiliki sel vegetatif. Saat diwarnai dengan malachite, sel vegetatif tidak dapat mengikat malachite sehingga saat dilunturkan, warna malachite dapat hilang. Kemudian saat diberi safranin, sel vegetatif dapat mengikat warna kembali sehingga warna sel menjadi merah muda.4
Pembentukan kapsul pada bakteri dipengaruhi oleh medium pertumbuhannya dan kondisi lingkungannya.5 Kapsul terutama terdiri dari polisakarida dan mungkin polipeptida atau kompleks polisakarida – protein yang  dapat melindungi membran luar dari fagositik dan sistem komplemen, diklasifikasikan sebagai antigen K.6 Selanjutnya digambarkan sebagai antigen M dan dikomposisikan oleh asam kolanik.13 Beberapa polisakarida yang mungkin menyusun kapsul adalah dekstran, levan dan selulosa. Bakteri pembentuk kapsul jika tumbuh pada suatu medium akan membentuk koloni yang bersifat mukoid, sedangkan jika tumbuh pada makanan menyebabkan makanan menjadi berlendir.5
Beberapa bakteri memiliki flagella dan / fili, keduanya dengan komposisi protein yang bersifat antigenik dan dikenal sebagai antigen H.5,6 E. Coli memproduksi macam – macam fimbria atau pili yang berbeda, banyak macamnya pada struktur dan speksitifitas antigen, antara lain filamentus, proteinaceus, seperti rambut appendages di sekeliling sel. Fimbria merupakan rangkaian hidrofobik dan mempunyai pengaruh panas atau organ spesifik yang bersifat adhesi. Hal itu merupakan faktor virulensi yang penting.13
Berkaitan erat dengan dinding sel adalah membran sel, terdiri dari presentase lemak dan protein kira – kira sama. Lemak membentuk fase non polar yang kontinu yaitu batas sel yang tidak larut air. Nutrien, ion, dan air diperlukan oleh sel harus melewati membran sel, dengan menggunakan permeabilitas selektif pada membran sel. Melalui membran inilah molekul dan ion juga diekskresikan.3
Di dalam interior sel, bahan genetika terletak dalam suatu daerah inti. Informasi genetik yang terkandung dalam DNA mendikte proses biologis dari bakteri. Untuk pembelahan sel, DNA bereplikasi untuk menghasilkan dua molekul anak heliks ganda. Escherichia coli hampir memiliki 15.000 ribosom- organela tidak bermembran dimana terjadi sintesis protein. Suatu ribosom berdiameter sekitar 20 nm dan dapat berdisosiasi menjai sub unit besar dan kecil, keduanya mengandung sekitar 65 persen RNA dan 35 persen protein.3
Banyak bakteri E.coli mengandung granula cadangan. Granula ini terdiri dari polimer biomolekul seperti gula atau asam beta hidroksibutirat, yang bertindak sebagai bahan bakar cadangan.5 Bagian yang larut dari suatu interior  sel disebut sitosol, yang sangat kental karena kandungan proteinnya tinggi. Protein sitosol terutama merupakan enzim yang diperlukan  untuk reaksi metabolic. Berbagai gram inorganik dan sebagian besar biomolekul metabolik juga ditemukan dalam sitosol.3
  
6.    Epidemiologi
            Dinegara berkembang seperti Indonesia dimana keadaan sanitasinya masih belum memadai, penyakit menular masih merupakan masalah untama dari kesehatan masyarakat. Penyakit yang mendapat prioritas untuk diberantas yaitu yang memiliki angka kematian dan angka kesakitan tinggi terutama yang menyerang balita. Kasus diare selalu termasuk 3 penyebab utama kunjungan ke puskesmas. Dari 60 juta kejadian diare di Indonesia yang 40 juta menyerang anak balita. Di RSDK Semarang dijumpai penyakit diare yang menyerang balita dan harus diwawat di rumah sakit untuk th 1990 ada 68,39% dibanding penderita diare secara keseluruhan. Sedangkan untuk tahun 1991 mengalami kenaikan yakni sebesar 80,14% diare menyerang balita. Pemeriksaan penyakit diare terutama yang disebabkan oleh bakteri patogen, pemeriksaan mikrobiologik memegang peranan yang penting. E Coli patogen termasuk bakteri patogen yang merupakan salah satu penyebab diare. Dari hasil penelitian yang dilakukan dari 30 sampel yang diambuk dari Bangsal Anak RSDK Semarang yang positif E. Coli patogen sebanyak 13,33%. Dari hasil wawancara dengan ibu balita, diperoleh data penggunaan PAM / ledeng sebesar 56,66% dan sumur 43,33% sedangkan penggunaan WC/kakus sebagai sarana pembuangan sebesar 83,33% serta yang buang air besar di sungai 16,66%. Higiene perorangan dari balita sudah baik dengan sering cuci tangan dengan sabun 96,66%.9
            Pada Kasus keracunan setelah minum susu di Indonesia sering dilaporkan, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Pada bulan September 2004 telah terjadi keracunan setelah minum susu pada 72 siswa Sekolah Dasar (SD) di Tulung Agung Jawa Timur, 300 siswa SD di Bandung, dan 73 karyawan Carefour di Surabaya. Menurut Badan Pemeriksaan Obat dan Makanan (BPOM), kasus tersebut disebabkan oleh E. coli (Kompas, 4 September 2004).10
            Kabupaten Temanggung mempunyai prevalensi VTEC/EHEC tertinggi (37,5%). Prevalensi VTEC di Kabupaten Temanggung tinggi karena kondisi perternakan yang sangat kotor dan ternak per kandang sangat padat. Peternak sapi perah di Kabupaten Temanggung mempunyai kebiasaan ngerem ternaknya, kotoran ditumpuk bercampur dengan air kencing sapi, diinjak – injak, dan disimpan dalam kandang. Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti nenunjukan sebagian besar peternak memelihara ternak untuk diambil kotorannya. Kebiasaan ini menyebabkan ternak, kandang, dan lingkungan menjadi kotor.(Wang et al 1996).11
            kejadian VTEC pada beberapa Negara sub-tropis, seperti, Jerman 10,8%(Montenegro et al.,1990) Kanada pada sapi potong 0,5% dan perah 19.5%(Clarke et al., 1994), Amerika Serikat pada sapi perah 5.9% dan peternakan 50,0% di bulan Juni - Agustus (Zhao et al.,1995),  Wisconsin pada sapi perah 1,8%  dan peternakan 7,1% di bulan Maret – Oktober (Faith, et al.,  1996), Ontario Selatan Kanada pada sapi perah 15,0%  (Rahn et al., 1996), dan Italia pada sapi perah 16,7% dan peternakan 21,7%. Menurut Wang et al.,  (1996) sapi perah merupakan reservoir utama E.coli O157:H7 karena manajemen peternakan sapi perah lebih cocok untuk pertumbuhan agen penyakit. Sebaliknya, prevalensi ini lebih rendah jika dibandingkan dengan prevalensi VTEC di Negara tropis lainnya seperti Thailand 84,0 % pada sapi di musim penghujan (Suthienkul et al.,  1990) dan Sri Lanka 53,0% pada sapi perah . 11

7.    Patogenesis
            Bakteri Escherichia coli merupakan mikroflora normal pada usus kebanyakan hewan berdarah panas. Bakteri ini tergolong bakteri Gram-negatif, berbentuk batang, tidak membentuk spora, kebanyakan bersifat motil (dapat bergerak) menggunakan flagela, ada yang mempunyai kapsul, dapat menghasilkan gas dari glukosa, dan dapat memfermentasi laktosa. Kebanyakan strain tidak bersifat membahayakan, tetapi ada pula yang bersifat patogen terhadap manusia, seperti Enterohaemorragic Escherichia coli (EHEC). Escherichia coli O157:H7 merupakan tipe EHEC yang terpenting dan berbahaya terkait dengan kesehatan masyarakat. E. coli dapat masuk ke dalam tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar, misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu mentah, dan cemaran fekal pada air dan pangan.12
            Pada manusia, E. coli yang menyebabkan diare dikelompokan menjadi empat, yaitu enterotoksigenik E. coli (ETEC), enteroinvasif E. coli (EIEC), enteropatogenik E. coli (EPEC), dan enterohemoragik E. coli (EHEC) (Nataro dan Kaper 1998).8 E. Coli yang menyebabkan diare sangat sering ditemukan di seluruh dunia. E, Coli ini diklasifikasikan oleh cirri khas sifat – sifat virulensinya dan setiap grup menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda, antara lain:
a. E. Coli Enteropatogenik (EPEC)
            EPEC merupakan salah satu dari enam virotipe E. coli yang dapat menybabkan diare. Istilah E. coli enteropatogenik dikemukakan oleh Neter pada tahun 1950-an berdasarkan uji serotype. Serotype E.coli termasuk ke dalam EPEC adalah O26, O55, O86, O111, O119, O125, O126, O127, O128ab dan O142. Karakter sel dan biokimia EPEC sama dengan E.coli pada umumnya.7 Sel EPEC invasive (jika memasuki sel inang) dan menyebabkan radang.13 Dalam tiap patogenesitas EPEC diperlukan faktor virulensi yang berperan untuk mengalahkan system pertahanan inang. Berdasarkan pada perannya, faktor virulensi EPEC yang dibedakan berdasarkan patogenesisnya dibedakan menjadi dua, yaitu faktor virulensi pasif yang berperan untuk mempertahankan diri dari system pertahanan inang dan faktor virulensi aktif yang berperan dalam melemahkan atau menghancurkan system pertahanan inang. Faktor virulensi yang terlibat dalam patogenesisitas EPEC meliputi adesin, intimin, protein – protein sekresi dan bundle- forming pili (bfp).7
            Donnerberg dan Kaper (1992) dengan sel HEp-2 menyatakan bahwa patogenesis EPEC terjadi dalam tiga tahap, yaitu pelekatan tidak erat yang diperantai oleh bundle-forming pili (bfp), transduksi signal yang diperantai oleh protein sekresi dan pengikatan erat yang melibatkan intimin. Berbeda dengan hal tersebut, Hicks et al (1998) yang menggunakan jaringan usus manusia melaporkan empat tahapan patogenesis EPEC. Pada tahap pertama EPEC melekat secara tidak erat pada sel epitel yang diperanyai oleh adesin. Tahap kedua interaksi EPEC adalah transduksi signal dalam sel inang yang dipacu oleh EspA, EspB dan EspD. Tahap ketiga melibatkan pengikatan intimin pada Tir yang terfosforilasi pada tirosin untuk menghasilkan pengikatan yang erat. Tahap keempat adalah pebentukan kompleks mikrokoloni yang diperantarai oleh bundle – forming pili.7
            Knutton et al (1987) melaporkan bahwa pelekatan EPEC akan menyebabkan luka dan kerusakan pada mikrovili membrane mukosa usus. Menurut Kenny et al (1997), interaksi EPEC dan sel inang menyebabkan fosforilasi tirosin pada protein Tir, yang diikuti translokasinya ke membrane sel inang. Protein Tir merupakan reseptor intimin yang membentuk ikatan yang erat antara sel EPEC dan inangnya.7
Levine (1987) melaporkan bahwa EPEC tidak menghasilkan toksin yang dihasilkan oleh virotipe lainnya, yaitu enterotoksin tahan panas (ST) dan enterotoksin tidak tahan panas (LT), hemolisin dan shigella-like toksin serta tidak bersifat invasive.7
Klapporth et al (1996) melaporkan bahwa EPEC dapat menghasilkan suatu senyawa yang menghambat produksi limfokin darah tepi dan limfosit intestinal darah manusia. EPEC mesekresikan protein yang dapat menghambat ekspresi IL- 2, IL-4, IL-5 dan IFN-  .7

b. E. Coli Enterotoksigenik (ETEC)
Golongan ETEC merupakan penyebab diare enterotoksigenik. Gejala klinis yang terjadi antara lain diare, dehidrasi, asidosis, bahkan kematian. Faktor virulensi yang digunakan untuk identifikasi ETEC adalah enterotoksin dan antigen pili (fimbriae). Enterotoksin ETEC berupa toksin tidak tahan panas (heat-labile toxins/ LT) dan toksin tahan panas (heat-stabile toxins/ ST). ETEC dapat menghasilkan satu atau dua enterotoksin tergantung pada plasmid (massa DNA ekstra kromosom). Makhluk hidup yang terinfeksi bakteri mengandung kedua plasmid biasanya mengalami diare yang lebih berat dan lebih lama. Enterotoksin akan diabsorbsi oleh sel epitel yeyunum dan ileum serta dapat merusak motilitas usus sehingga   memfasilitasi keberadaan ETEC di dalam lumen usus (Salyers & Whitt 1994).13 Faktor kolonisasi ETEC yang spesifik juga menimbulkan pelekatan ETEC pada sel epitel usus kecil. Lumen usus terengang oleh cairan dan mengakibatkan hipermortilitas serta diare, dan berlangsung selama beberapa hari. ETEC menggunakan fimbrial adhesi (penonjolan dari dinding sel bakteri) untuk mengikat sel – sel enterosit di usus halus. ETEC yang mempunyai antigen perlekatan K99 merupakan penyebab utama diare neonatal. ETEC K99 8 dapat terdeteksi pada hari kedua sampai hari kelima dari ulas rektal anak yang menderita diare dan tidak ditemukan lagi pada anak yang diare setelah lebih dari lima hari. Adapun faktor yang mempengaruhi infeksi ETEC pada inang, yaitu umur, pH lambung, dan kehadiran antibodi spesifik terhadap permukaan antigen ETEC. ETEC strains tidak invasive dan tidak tinggal pada lumen usus.6
Mekanisme infeksi ETEC di dalam tubuh, yaitu ETEC menempel pada sel enterosit melalui pili (fimbriae). ETEC kemudian berproliferasi dan berkolonisasi pada mukosa usus sehingga terjadi peningkatan jumlah  ETEC di dalam saluran pencernaan dan muncul lesio. Diare terjadi karena dinding usus mengalami kerusakan dan menghalangi reabsorbsi cairan.6
ETEC memproduksi enterotoksin  tidak tahan panas (LT) atau  enterotoksin tidak tahan panas (ST) (Sommer et al. 1994). Menurut Ganong (2002), toksin akan berikatan dengan reseptor dan masuk ke dalam sel. Toksin stabil bekerja mengaktivasi guanilat siklase sehingga menyebabkan akumulasi cairan dan elektrolit di dalam lumen usus serta memblokade absorbsi. Toksin labil akan mengikat ribose adenosin difosfat  (ADP)  sehingga menghambat kegiatan GTPase (pemecah protein G). Akibatnya, protein G ini meningkat dan merangsang adenilil siklase sel epitel yang berkepanjangan sehingga menyebabkan peningkatan jumlah adenil monofosfat (AMP). Peningkatan AMP akan menyebabkan  peningkatan  sekresi sel-sel kelenjar di dalam usus, yaitu merangsang seksresi Cl- (hipersekresi) dengan membuka saluran klorida pada sel kripta dan menghambat absorbsi Nadari lumen ke dalam sel epitel usus. Peningkatan kadar elektrolit dan air  di dalam lumen usus  menyebabkan diare.6
c. E. Coli Enterohemoragik (EHEC) atau Verocytotoxigenic Escherichia coli (VTEC)
            Escherichia coli enterohemoragik (EHEK) adalah salah satu bakteri usus patogen yang dapat menyebabkan diare hemoragik colitis (HC), hemolitic-uremic syndrome (HUS) (1). Menurut Meng daD Doyle (2), EHEK/ VTEC  0157:H7 menyebabkan diare berdarah dan HUS. Menghasilkan satu toksin atau lebih yang membunuh sel mamalia. Mereka juga disebut E.coli enterositotoksik, E.coli penghasil toksin seperi Shiga (SLT-EC) dan E.coli penghasil verotoksin (VTEC), dua toksin utama tersebut dihasilkan oleh EHEC. Toksin pertama disebut SLT-I (VT-1) dan yang kedua SLT-II (VT-2). Toksin ini membunuh sel dengan memecah adenine dari RNA ribosom pada tempat dimana terjadi pemanjangan pelekatan aminoasil t-RNA dan akhirnya adalah terjadi hambatan sintesis protein dan kematian sel. EHEC melekat pada sel usus dan menghasilkan lesi melekat – bertumpu yang menyerupai lesi yang terlihat pada EPEC, pada mikroskop electron, walaupun keserupaan lesi ini lebih terbatas pada distribusinya (yang ditemukan di kolon) dibandingkan pada EPEC (diseluruh usus). Serotype yang paling sering adalah E.coli 0157 : H7, dan E.coli  026 : H11.17
EHEC berhubungan dengan holitis hemoragik, bentuk diare yang berat dan dengan sindroma uremia hemolitik, suatu penyakit akibat gagal ginjal akut, anemia hemolitik mikroangiopatik, dan trombositopenia.. EHEC akan membentuk koloni pada saluran pencernaan sehingga mengakibatkan terjadinya atrofi dari mikrofili sel-sel epitel usus. Diare ini ditemukan pada manusia, sapi, dan kambing. Hasil temuan cemaran E.coli O157:H7 oleh Suardana et al. (2010) pada daging sapi, feses sapi, feses ayam.14 Tinja yang mengandung E.coli  O157:H7 merupakan sumber infeksi kawanan sapi perah dan sumber kontaminasi lingkungan karena E.coli  O157:H7 tahan terhadap lingkungan ekstrem. Infeksi VTEC /EHEK tinggi pada ternak karena disebabkan oleh beberapa factor termasuk pakan, stress, kepadatan ternak, kondisi  geografi, dan musim.12      
d. E. Coli Enteroinvansif (EIEC)
            Menyebabkan penyakit yang sangat mirip dengan shigellosis. Penyakit terjadi sangat mirip dengan shigellosis. Penyakit sering terjadi pada anak – anak di Negara berkrmbang dan para wisatawan yang menuju ke Negara tersebut. EIEC melakukan fermentasi laktosa dengan lambat dan tidak bergerak. EIEC menimbulkan penyakit melaluii invasinya ke sel epitel mukosa usus. Diare ini ditemukan hanya pada manusia.13
e. E. Coli Enteroagregatif (EAEC)
            Menyebabkan diare akut dan kronik pada masyarakat di Negara berkembang. Bakeri ini ditandai dengan pola khas pelekatannya pada sel manusia. EAEC menproduksi hemolisin dan ST enterotoksin yang sama dengan ETEC.13

8.    Faktor Pendukung Perkembangbiakan Bakteri E.coli dalam Makanan
            Perkembangbiakan bakteri dalam makanan ditentukan oleh keadaan lingkungan serta temperature yang cocok,  selain ketersediaan zat gizi sebagai sumber makanan. Satu sel bakteri yang hidup dalam lingkungan yang sesuai, misalnya dalam waktu 20-30 menit, akan membelah diri sehingga menurut perhitungan laboratories, dalam waktu 7 jam jumlah bakteri akan bertambah menjadi 2 juta. Laju pertumbuhan bakteri bukan hanya tergantung pada factor waktu. terdapat juga factor intrinsic dan Ekstrinsik. Faktor intrinsik menguraikan parameter yang khas untuk bahan makanan tersebut (pH, Kelembaban, dll) sementara factor ekstrinsik (pemrosesan, penyimpanan, kemasan,dll).21
a)    Kelembaban
            Tubuh bakteri terdiri atas 80% air. Sama sperti makhluk lainnya, bakteri membutuhkan air selama hidupnya. Akan tetapi, bakteri tidak dapat menggunakan air yang terikat dengan zat padat, misalnya garam dan gula. Pengendalian kelembaban adalah strategi pengawetan pangan tertua. Pengeringan, yaitu suatu upaya yang sebetulnya bertuuan mengurangi kandungan air hingga batas tertentu sehingga menutup keempatan jasad renik untuk tumbuh. Meskipun tidak steril, makanan kering dapat disimpan lebih lama.21
b)    Water activity
            Kebutuhan jasad renik akan air dinyatakan sebagai Water activity (aw) dalam makanan, yang dapat diartikan sebagai rasio tekanan uap air zat makanan terhadap tekanan uap air pada temperature yang sama . Secara sederhana aw dapat diaartikan sebagai ketersediaan air di dalam makanan untuk mendukung pertumbuhan mikroba . Nilai aw makanan menggambarkan derajat keterikatan air dalam makanan tersebut. . Nilai aw berkisar dari angka 0,00 hingga 1,00. Sebagian  besar makanan segar bernilai  aw  mendekati derajat pertumbuhan normal sebagian besar orga nisme (0,97-0,99). Pembusukan yang diberlangsungkan oleh bakteri gram negative pada a0,98-0,93 sekaligus membuka jalan bagi bakteri gram-positif pada proses pembusukan. dibawah angka 0.93-0,85, mikrokokus, ragi, da kapang yang tumbuh. 21


c)    Derajat Keasaman (pH)
            Secara alami, kebanyakan bahan makanan (daging, ikan, sayuran) bersifat agak asam. Semakin rendah nilai pH, semakin efektif pengaruh asam organic sebagi pengawet, meskipun pertumbuhan setiap jasad renik dalam makanan mempunyai nilai pH optimum, minimum, dan maksimum “ Perkiraan Nilai pH Pertumbuhan Bakteri Patogen dalam Makanan” Meskipun demikian, pH tidak jarang berinteraksi dengan parameter lain dalam makanan dengan menghambat pertumbuhan bakteri patogen, pH bekerja sinergis dengan aw, garam, suhu, potensial redoks, dan pengawet, pH makanan juga berdampak terhadap kemampuan daya penghancuran bakteri oleh pemanasan : jika pH rendah, jumlah panas yang dibutuhkan lebih sedikit ketimbang jumlah panas pada makanan dengan pH yang lebih tinggi( Mossel dkk, 1995). Secara umum, bakteri pathogen tidak dapat tumbuh atau tumbuh lambat pd pH dibawah 4,6 meskipun dengan beberapa pengecualian.
            Asam organik alami tidak hanya tersimpan dalam buah dan sayuran segar, daging, serta bumbu, tetapi juga terbentuk dari proses akhir fermentasi. Asam organic berantai pendek, misalnya asam asetat, benzoate, propionate, sitrat dan sorbet digunakan sebagai pengawet karena kelarutan, rasa, dan daya toksik yang rendah. Sesungguhnya, kemampuan antimikroba asam organic akan bertambah sejalan dengan pemanjangan rantai, tetapi daya larutnya berkurang. Asam benzoat biasanya digunakan sebagai minuman ringan, jus jeruk, penambah rasa dan pewarna, ekstrak the, serta kopi cair. Asam benzoate berkadar 0,05-0,1% berkhasiat antimikotik, tetapi dengan kadar 0,01-0,02%, sebagian besar organism pembusuk akan resisten.21

d)    Nutrisi Bakteri
            Sama sepert manusia dan makhluk hidup, bakteri membutuhkan makanan agar dapat bertahan hidup dan berkembang biak. Jumlah dan jenis zat gizi yang dibutuhkan sangat bervariasi, tergantung pada jasad reniknya. Zat gizi yang memang diperlukan oleh bakteri adalah air, sumber enegi, nitrogen, vitamin, dan mineral, yang kesemuanya tersimpan dalam makanan.21
e)    Waktu dan Suhu Optimum untuk pertumbuhan bakteri
            Waktu dan suhu merupakan parameter kritis dalam menilai laju pertumbuhan jasad renik pathogen. Pada keadaan tertentu, waktu sebagai satu-satunya parameter yang digunakan sebagai pengendali keamanan makanan . Jika memang demikian, waktu yang dipatok harus sama  dengan lag phase jasad renik yang bersangkutan.21

9.    Identifikasi E.coli pada Makanan
a.    Pada air
      Air yang layak diminum  seharusnya sama sekai tidak mengandung coliform (nol coliform per 100 ml). jumlah coliform total dalam sampel air dapat ditentukan dengan perkiraan statistik yang disebut Most Probable Number Test.20
            Most probable number test:
-       Presumptive test
      Pada presumptive test, sampel air digunakan untuk menginokulasi tabung lactose broth. Pada setiap tabung dimasukkan air sebanyak 10 ml;1ml atau 0,1 ml. tabung – tabung ini diiunkubasi pada suhu 35 0C dan diamati setelah 24 jam dan 48 jam untuk melihat ada tidaknya produksi gas. Produksi gas member bukti dugaan adanya bakteri coliform. Beberapa bakteri non coliform juga memproduksi gas. Oleh karena itu, diperlukan uji tambahan untuk konfirmasi adanya coliform.20
-       Uji konfirmasi
      Pada uji konfirmasi, sampel dengan pengenceran tertinggi yang memproduksi gas digoreskan pada agar Eosin Methyele Blue (EMB). EMB mencegah pertumbuhan bakteri gram positif. Coliform yang memproduksi asam, dalam suasana pewarna EMB diabsorbsi oleh koloni mikroorganisme. Maka setelah inkubasi 24 jam, koloni coliform bewarna gelap di bagian tengah dan mungkin juga bewarna biru metalik. Adanya koloni sperti ini mengidentifikasi adanya coliform.20
-       Uji penyempurnaan
      Pada uji penyempurnaan (completed test), organism dari koloni yang bewarna gelap di media EMB diinokulasikan ke dalam lactose broth dan agar miring. Produksi asam dan gas dalam lactose broth mengidentifikasikan mikroskopik gram negatif, batang yang tidak membentuk spora dari agar miring memastikan hasil positif dari bakteri coliform.20

            Metode lain yang digunakan dalam mengidentifikasi adanya coliform pada air adalah metode filter membran, 100 ml sampel air disaring melalui filter mambran yang steril dengan diameter pori membran 0,45 μm. Membran ini merangkap bakteri di permukaannya kemudian diinkubasi pada permukaan absorben steril yang sebelumnya telah dijenuhkan dengan medium pertumbuhan yang sesuai. Setelah inkubasi, terbentuk koloni pada filter dimana bakteri terperangkap selama proses filtrasi. Adanya lebih dari satu koloni per 100 ml air mengidentifikasikan ir tidak aman untuk dikonsumsi manusia. Tes tambahan dapat dilakukan untuk mengidentifikasi bakteri secara lebih spesifik. Metode filter membrane jauh lenih cepat dan memungkinkan volume air yang lebih besar untuk diuji daripada metode fermentasi multiple – tube. Meode ini cocok untuk air yang memiliki turbiditas rendah sehingga tidak menyumbat filter dan air yang memiliki bakteri noncoliform relative sedikit sehingga tidak menutupi hasil uji.20
b.    Pada daging
            Untuk pemeriksaan E.coli, sampel daging terlebih dahulu digerus dan diencerkan dengan larutan buffered peptone water dengan perbandingan 1:9, selanjutnya dilakukan pengenceran untuk selanjutnya didinginkan dan ditanam pada 15 ml media Eosin Methylene Blue Agar (EMBA) dengan disebarkan, selanjutnya semua koloni yang tumbuh setelah diinkubasikan pada suhu 370C selama 24 jam dihitung dengan Quebec Colony Counter. Koloni yang tumbuh dengan warna hijau metalik denagn titik hitam pada bagian tengahnya dihitung dan diidentifikasikan sebagai koloni E.coli. Dari media EMBA yang positif dilanjutkan dengan uji Indol (SIM), Methyl Red, Voges Proskauer dan Citrate (IMVIC) dengan menginokulasikan masing – masing satu ose kedalam tabung yang berisi Tryptone Broth untuk uji Indol, MR-VP medium untuk uji Methyl Red dan Voges Proskauer serta kedalam Koser Citrate Medium untuk uji penggunaan sitrat sebagai satu – satunya sumber karbon. Semua tabung diinkubasikan pada suhu 350 C selama 2 hari, kecuali medium MR-VP untuk Methyl Red (dengan waktu inkubasi 5-7 hari). Setelah itu dari tabung positif pada uji IMVIC diambil satu ose dan diinokulasikan pada media nutrient agar miring untuk pemerikasaan selanjutnya.14
            Hasil positif dari media EMBA setelah dilanjutkan dengan uji – uji IMVIC yang ditanam pada media nutrien agar miring, diinokulasikan pada media selektif Sorbital MacConkey Agar (SMAC). Setelah diinkubasikan pada suhu 370C selama 20 – 24 jam dideteksi adanya E.coli 0157 dengan ciri – ciri koloni jernih dan tidak bewarna.14
10. Beberapa penyakit yang bisa juga disebabkan beberapa bakteri lain, antara lain sebagai berikut :
1.    Infeksi Saluran Kemih
            Penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab infeksi saluran kemih pertama pada kira – kira 90% wanita muda.  Gejala: Sering kencing, disuria, hematuria, dan piura. Kebanyakan infeksi ini disebabkan oleh Escherichia coli dengan sejumlah tipe antigen terterntu13
2.    Sepsis
            Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, Escherichia coli dapat memasuki aliran darah dan menyebabkan sepsis. Bayi yang baru lahir dapat sangat rentan terhadap sepsis Escherichia coli karena tidak memiliki antibodi lagi. Sepsis dapat terjadi akibat infeksi saluran kemih.13
3.    Gejala keracunan bergantung pada tipe pencemar dan jumlah yang tertelan
Gejala keracunan pangan yang tercemar bakteri patogen biasanya dimulai 2-6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Namun, waktunya bisa lebih panjang (setelah beberapa hari) atau lebih pendek,tergantung pada cemaran pada pangan. Gejala yang mungkin timbul antara lain mual, muntah kram perut, diare (dapat disertai darah), demam dan menggigil, rasa lemah dan lelah,  serta sakit kepala.
Untuk keracunan pangan yang umum, biasanya korban akan pulih setelah beberapa hari. Namun demikian ada beberapa kasus keracunan pangan yang cukup berbahaya. Korban keracunan yang mengalami muntah dan diare yang berlangsung kurang dari 24 jam biasanya dapat dirawat di rumah saja. 4

11. Manifestasi Klinis
Seperti diharapkan dari berbagai mekanisme prroduksi penyakit, tanda – tanda klinis diare akibat E.coli bervariasi dari kelompok ke kelompok . ETEC merupakan penyebab utama diare infantile di Negara yang sedang berkembang. Tanda – tanda dan gejala yang khas adalah diare cair yang mendadak, nyeri abdomen, nausea, muntah dan sedikit atau tidak demam. Penyembuhan biasanya terjadi dalam beberapa hari.  Infeksi ini mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap status nutrisi bayi.
EIEC menyebabkan sakit yang tidak dapat dibedakan dari disentri basil klasik. Demam, toksisitas sistemik, nyeri kejang abdomen, tenesmus dan terburu – buru buang air besar dengan diare cair.
EPEC biasanya diisolasi dari bayi dan anak pada tahun pertama yang menderita diare tidak berdarah dengan demam. Tidak seperti EIEC, EHEC atau ETEC, organism ini sering menimbulkan diare yang lama.
EHEC sering menyebabkan diare tersendiri atau penyakit yang ditandai dengan nyeri abdomen dengan diare yang pada mulanya cair tetapi dalam beberapa hari menjadi diare yang berdarah (colitis hemoragik). Walaupun gambaran ini menyerupai gambaran penyakit EIEC, gambaran ini berbeda kaitanya dengan demam yang merupakan manifestasi yang jarang. Resiko utama EHEC adalah bahawa sekitar 10 % infeksi diperparah oleh perkembangan sindrom hemolitik – uremik.
EAIEC meyebabkan kehilangan cairan yang cukup banyak karena dehidrasi, tetapi muntah dan tinja berdarah jarang, organism ini seperti EPEC dapat menyebabkan diare yang cukup lama.17

12.  Penatalaksanaan Klinis
a.    Dapat menggunakan antibiotik sebagai pengobatan diare akibat bakteri Escherichia coli, antibiotik yang dapat digunakan antara lain , yaitu  seftriakson, sefotaksim, dan meropenem dari golongan β-laktam yang dapat digunakan sebagai rujukan terarah untuk pengobatan sementara infeksi E. coli inaktif sambil menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologis.Antibiotika golongan aminoglikosida kurang baik dalam membunuh atau menghambat E. coli inaktif, tetapi sebagian E. coli inaktif dapat dihambat oleh dibekasin (Tabel 4). Antibiotika golongan kuinolon kurang baik dalam menghambat E coli inaktif, tetapi beberapa isolat E. coli inaktif yang multisensitif dapat dihambat oleh antibiotika golongan ini .Antibiotika dari golongan lainnya juga kurang baik dalam menghambat atau membunuh E. coli inaktif yang berhasil diisolasi, kecuali jika E.coli inaktif yang berhasil diisolasi tersebut masih bersifat multisensitif .Suatu Studi ini melaporkan bahwa amoksilin, amoksilin asam klavulanat, pefloksasin dan ofloksasin ternyata resisten untuk mengobati infeksi akibat E.coli. Antibiotika golongan β-laktam harus digunakan secara hati-hati karena saat ini telah banyakditemukan E. coli yang memiliki mekanisme resistensi pada gen extended-spectrum betalactamase (ESBL).16
b.    Korban keracunan yang mengalami diare dan tidak dapat minum (misalnya karena mual dan muntah) akan memerlukan cairan yang yang diberikan melalui intravena.
c.    Korban keracunan yang mengalami muntah dan diare yang berlangsung kurang dari 24 jam biasanya dapat dirawat di rumah saja.
d.    Hal penting yang harus diperhatikan adalah mencegah terjadinya dehidrasi dengan cara segera memberikan air minum pada korban untuk mengganti cairan tubuh yang hilang karena muntah dan diare.
e.    Pada korban yang masih mengalami mual dan muntah sebaiknya tidak diberikan makanan padat. Alkohol, minuman berkafein, dan minuman yang mengandung gula juga sebaiknya dihindarkan.
f.     Untuk penanganan lebih lanjut, sebaiknya segera bawa korban ke puskesmas atau rumah sakit terdekat.12

13. Pencegahan
            Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya keracunan pangan akibat bakteri patogen adalah:
a.    Mencuci tangan sebelum dan setelah menangani atau mengolah pangan
b.    Mencuci tangan setelah menggunakan toilet.
c.    Mencuci dan membersihkan peralatan masak serta perlengkapan makan sebelum dan setelah digunakan
d.    Menjaga area dapur/tempat mengolah pangan dari serangga dan hewan lainnya.
e.    Tidak meletakan pangan matang pada wadah yang sama dengan bahan pangan mentah untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang.
f.     Tidak mengkonsumsi pangan yang telah kadaluarsa atau pangan dalam kaleng yang kalengnya telah rusak atau menggembung.
g.    Tidak mengkonsumsi pangan yang telah berbau dan rasanya tidak enak.
h.    Mengkonsumsi air yang telah dididihkan.
i.      Memasak pangan sampai matang sempurna agar sebagian besar bakteri dapat terbunuh. Proses pemanasan harus dilakukan sampai suhu di bagian pusat pangan mencapai suhu aman (> 700C) selama minimal 20 menit.
j.      Menyimpan segera semua pangan yang cepat rusak dalam lemari pendingin (sebaiknya suhu penyimpanan di bawah 50C).
k.    Menyimpan produk pangan yang harus disimpan dingin, seperti susu pasteurisasi, keju, sosis, dan sari buah dalam lemari pendingin.
l.      Menyimpan produk pangan olahan beku, seperti nugget, es krim, ayam goreng tepung beku, dll dalam freezer.
m.  Membersihkan dan mencuci buah-buahan serta sayuran sebelum digunakan, terutama yang dikonsumsi mentah.12
n.    anak yang menderita diare akibat E.coli serotype 0157:H7 tidak diperbolehkan berkumpul dengan teman sebaya sebelum diare membaik dan dua kali kultur tinja negative. Bagi mereka yang sering bepergian ke wilayah endemis, diare penjelajah (traveler’s diarrhea) akan tercegah jika mereka tidak dikupas sendiri21.


14. Penginaktivasian E.coli pada air
a.    Klorinisasi
Proses klorinasi dapat terjadi sebagai berikut :
1.         Penambahan klor pada air yang mengandung senyawa nitrogen akan membentuk senyawa klor amin yang disebut klor terikat. Pembentukan klor terikat ini bergantun pada pH. Pada pH normal,klor terikat (NCl ) tidak akan terbentuk kecuali jika break  point telah terlampaui
NH3 + HOCl à NH2Cl + H2O
NH2Cl + HOCl à HCl2 + H2O
NHCl2 + HOCl à NCl3 + H2O
2.         Pada air yang bebas senyawa organik akan terbentuk klor bebas yaitu asam hipoklorus(HOCl) dan ion hipoklorit (OCl -), yang berfungsi dalam proses desinfeksi.
Cl2 +H2à HOCl + H + + Cl-
HOCl à H+ +OCl-
            Kondisi optimum untuk proses desinfeksi adalah jika hanya terdapat HOCl. Adanya OCl- akan kurang menguntungkan. Kondisi optimum ini dapat tercapai pada pH < 5. 18
b.    Ozonisasi
            Seperti halnya desinfektan lainnya ozon merupakan oksidator, sehingga didalam air, ozon dapat mengoksidasi bahan-bahan yang terkandung dalam air. Ozon dengan nilai Eo  sebesar 2,07 volt merupakan salah satu oksidator kuat dalam air. Stabilitas dari ozon sangat tergantung pada karakteristik air yang diozonisasi terutama pH, tipe dan kandungan  natural organic matter (NOM) serta alkalinitas dari air (Hoigne,1994).Ozon merupakan bahan yang tidak stabil dalam air. Peluruhan ozon pada air alami sangat cepat, kemudian diikuti oleh fase kedua dimana ozon meluruh dengan orde reaksi pertama. Efektifitas ozonisasi sebagai desinfektan dilakukan melalui deteksi mikroorganisme indikator, yaitu bakteri koliform dan E. Coli. Pada Tabel 2 dapat dilihat hubungan antara efisiensi penyisihan coliform dan konsentrasi sisa ozon pada sampel pada waktu kontak 0, 2, 4 dan 6 menit.
Tabel : Waktu Kontak, Konsentrasi Sisa Ozon, Dan Efisiensi Penyisihan Coliform Dan E. Coli
Waktu
Kontak
(menit)

Konsentrasi
Sisa Ozon
(mg/L)

Coliform
E. Coli

Jumlah
(MPN/100 ml)

Efisiensi
Penyisihan
(%)

Jumlah
(MPN/100 ml)

Efisiensi
Penyisihan
(%)

0

0
1100
0
210
0
2

0,0203
460
58.18
0
100
4

0,0244
460
58.18
0
100
6

0,0288
240
78.18
0
100





            Dari Tabel  dapat dilihat bahwa efisiensi penyisihan E.Coli mencapai 100% pada waktu kontak 2 menit, namun penyisihan coliform sampai dengan menit ke-6 hanya mencapai 78,18% . Hasil ini menunjukan adanya jenis bakteri coliform yang lebih resisten dibandingkan dengan E.Coli . Berdasarkan penelitian yang dilakukan K. Bancroft (1983), konsentrasi ozon yang dibutuhkan untuk menyisihkan bakteri sebesar 90% adalah 0,32 mg/L pada sampel artifisial dengan nilai absorbansi UV 254 sebesar 0,003 jauh dibawah nilai absorbansi UV 254 dari sampel yang digunakan. Selain akibat konsentrasi sisa ozon yang rendah, efisiensi yang tidak mencapai 100% dipengaruhi proses transfer ozon dari bentuk gas ke bentuk cair yang terjadi dengan lambat, bahkan lebih lambat dari proses desinfeksi yang terjadi (K.Bancroft et al, 1983). Hal lain yang mempengaruhi adalah terdapatnya bahan-bahan reduktor seperti bahan organik aromatik (UV 254) serta Fe2+ dalam sampel menyebabkan terjadinya kompetisi reaksi antara bahan organik, Fe2+ dan mikroorganisme untuk dapat bereaksi dengan ozon terlarut, artinya terdapat kompetisi antara reaksi oksidasi dan desinfeksi. Hal ini ditegaskan dengan nilai Fe2+ yang relatif tinggi yang melebihi dari baku mutu yang diijinkan. 19








BAB III

1.1 Kesimpulan
            Foodborne diseases” terjadi akibat adanya kontaminasi mikroba terhadap produk pangan yang secara umum di sebabkan karena kontaminasi bakteri Escherichia coli.  Escherichia coli merupakan indikator utama mikroba patogen penyebab “foodborne diseases” yang diklasifikasikan berdasarkan ciri khas sifat – sifat virulensinya dan setiap kelompok menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda dan dapat berdampak buruk bagi kesehatan manusia yaitu dapat menyebabkan beberapa penyakit apabila di konsumsi oleh manusia beberapa penyakit di antaranya adalah diare dan infeksi saluran kemih.
            Escherichia coli memiliki Ukuran sel dengan panjang 2,0 – 6,0 µm dan lebar 1,1 – 1,5 µm. Bentuk sel dari bentuk seperti coocal hingga membentuk sepanjang ukuran filamentous. Tidak ditemukan spora..  Eshcerichia coli memiliki batang gram negatif. Selnya bisa tunggal, berpasangan, dan rantai pendek, biasanya tidak  berkapsul.3  Bakteri ini bersifat aerobic dan dapat juga aerobic fakultatif.  Eshcerichia coli merupakan penghuni normal usus. Dapat dilakukan pencegahan dan penginaktivasian E.coli agar dapat mengurangi dampak dari patogen E.coli tersebut.

1.2 Saran
          Dalam penulisan makalah ini hanya terbatas pada bakteri colifrom pathogen yang dapat menimbulkan masalah kesehatan. oleh karena itu, perlu dikembangkan lagi secara lebih lengkap.







DAFTAR PUSTAKA

1.    Arisanti,S. Available from URL : http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-17615-Chapter1-747566.pdf . di download 25 April 2012.
3.    Sel : Unit Biologi dari Organisasi Molekuler. Available from URL : http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/biokimia/bab%204.pdf. Di download 20 April 2012
4.    Keracunan pangan akibat bakteri pathogen . Available from :http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/RacunBakPatogen.pdfdi download 25 April 2012
5.    Fardiaz Srikandi. Mikrobiologi Pangan 1. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka. 1992
6.    Karakteristik Morfologi Escherichia Coli. Available from URL : http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/27232/B10fwa_BAB%20II.%20Tinjauan%20Pustaka.pdf?sequence=8. Di download 25 April 2012
7.    Kusuma D. Aktivitas Enzim Protease Ekstraseluluer Escherichia Coli Enteropategenik (EPEC) K 1.1 pada Substat Lisozim (Tesis). Institut Pertanian Bogor. 2001
8.    Annas, Akbar, Bahtiar Rifa’I, Miptakhul Hudha, Rizki Wahyu utomo. Kontaminasi Escherichia coli pada Makanan Pedagang Kaki Lima sebagai Penyebab Utama Foodborne Diseases serta Alternatif Tindakan Pencegahannya. Program studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.2011.
9.    Prasetyaningsih, Elisabet Cucuk. 1993. Studi Escherichia coli Patogen dan Salmonella Pada Faeces Kasus Balita dengan Diare di Rumah Sakit Umum Dikter Kariadi Semarang. Semarang.
10. Suwito,Widodo. Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya. Yogyakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 2010.
11. Sumiarto, Bambang. Epidemiologi Verocytotoxigenic Escherichia coli (VTEC) pada Sapi Perah di Provinsi Jawa tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta : Kajian Tingkat Ternak. Bagian Kesehatan Masyarakat Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada, Sekip Unit II, Yogyakarta. 2004.
12. Siagian Albiner.Keracunan Pangan oleh Mikroba. Universitas Sumatera Utara. 2002
13. FARMASI  USD  YOGYAKARTA. Available from URL http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/escherichia-coli2.pdf. di download 20 April 2012
14. Suardana, I wayan, Wayan Tunas Artama, Widya Asmara, dan Budi Setiadi Dryono. Studi Epidemiologi Agen Zoonosis Escherichia coli O157:H7 melalui Analisis Random Amplification of Polymorphic DNA (RAPD). 2011.
15. Suwito,Widodo. Bakteri yang Sering Mencemari Susu: Deteksi, Patogenesis, Epidemiologi, dan Cara Pengendaliannya. Yogyakarta: Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta. 2010.
16. Noviana, Hera. Pola Kepekaan Antibiotika Escherichia Coli yang Diisolasi dari Berbagai Specimen Klinis. Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Katolik Atma Jaya Jakarta. vol. 23 No. 4. 2004.
18. Malvianie Elga, Rahmi Juwita Putri. Makalah Desain Pengolahan Fisika – Kimia Desinfeksi. Institut Teknologi Bandung. 2012
19. Susuri, Moh Rangga, dkk. Efisiensi Ozonisasi Air Tanah Dalam Proses DesinfeksiJurusan Teknik Lingkungan ITENAS  Bandung.2010
20. Puspaningrum, Anglia. Deteksi Escherichia Coli dalam Air. FMIPA Universitas Indonesia. 2008
21. Arisman. Keracunan Makanan Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.2008



Tidak ada komentar:

Posting Komentar