TUGAS
MIKROBIOLOGI PANGAN
ENTEROBIUS VERMICULARIS (CACING KREMI)
Oleh
:
Kelompok
20
1. Zana
Fitriana O 22030110130069
2. Nidya
Witosari 22030110130070
3. Rani
Pramesti 22030110130071
PROGRAM
STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2012
ENTEROBIUS
VERMICULARIS
Nama Parasit : Enterobius
vermicularis (dahulu Oxycuris
vermicularis)
Sinonim : cacing kerawit,
cacing benang, seatworm
Klasifikasi
E. vermicularis
Enterobius vermicularis dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
Phylum : Nematoda
Kelas : Plasmidia
Ordo : Rabtidia
Super famili : Oxyuroidea
Family : Oxyuridea
Genus : Enterobius
Species : Enterobius vermicularis1
A.
PENDAHULUAN
Enterobius vermicularis atau yang
lebih dikenal sebagai cacing kremi merupakan parasit pada manusia yang paling
sering terjadi. Cacing ini menyebabkan penyakit yang disebut enterobiasis atau
oxyuriasis. Oxyuriasis dapat menyerang berbagai golongan umur, tapi lebih
sering menyerang anak – anak. Enterobiasis juga merupakan penyakit keluarga
yang disebabkan oleh mudahnya penularan telur, baik melalui pakaian maupun alat
rumah tangga lainnya.
Cacing ini diklasifikasikan dalam kelas Nemathelminthes, adalah cacing
berbentuk benang, memiliki intestine, dan tidak memiliki proboscis. Nemathelminthes
memiliki ciri – ciri umum yaitu :
1.
Tubuh dilapisi kutikula, tidak bersegmen,
pseudoselomata, tripoblastik.
2.
Saluran pencernaan sempurna ; dari mulut hingga anus
dan mempunyai kait.
3.
Sistem respirasi melalui permukaan tubuh secara difusi.
4.
Saluran peredaran darah tidak ada, namun cacing ini
mempunyai cairan yang fungsinya menyerupai darah
5.
Alat kelamin terpisah, cacing betina lebih besar dari
cacing jantan dan yang jantan memiliki ujung berkait dan tidak berkembangbiak
secara aseksual.
Klasifikasi dari Nemathelminthes sebagai berikut :
1.
Kelas Nematoda
·
Tubuh silindris seperti benang
·
Contoh : Ascaris
lumbricoides (Cacing Gelang), Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale
(Cacing Tambang), Enterobius vermicularis
(Cacing Kremi), dan Wucheria
bancrofti (Penyebab kaki gajah.
2.
Kelas Nemtophora
·
Tubuh bulat kecil seperti rambut, disebut juga cacing
rambut
·
Contoh : Nectonema
sp dan Gordiust sp (parasit pada
Arthopoda)
B.
Morfologi
Morfologi telur E.
vermicularis.
Ukuran telur E. vermicularis yaitu
50-60 mikron x 20-30 mikron (rata-rata 55 x 26 mikron). Telur berbentuk
asimetris, tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus sinar dan salah satu
sisinya datar. Telur ini mempunyai kulit yang terdiri dari dua lapis yaitu :
lapisan luar berupa lapisan albuminous, translucent, bersifat mechanical
protection. Di dalam telur terdapat bentuk larvanya. Seekor cacing betina
memproduksi telur sebanyak 11.000 butir setiap harinya selama 2 sampai 3
minggu, sesudah itu cacing betina akan mati. (Soedarto, 1995)1
Gambar
Telur cacing E. Vermicularis
Morfologi cacing E.
vermicularis.
a. Cacing
Jantan b. Cacing Betina
Cacing kremi memiliki ciri – ciri yang spesifik yaitu berukuran sangat
kecil, berwarna putih, dan bentuk seperti benang, ukuran betina lebih besar
daripada yang jantan yakni 8 – 13 mm x 0,3 – 0,5 mm dan cacing jantan 2 – 5 mm
x 0,1 – 0,2 mm. Kepala cacing kremi memiliki cervical alae. Cacing kremi betina
memiliki ekor panjang, lurus, dan runcing seperti jarum, vulva terdapat pada
1/3 bagian dari anterior badan cacing. Sedangkan cacing kremi jantan memiliki
ekor melingkar ke ventral seperti parutan kelapa yang dilengkapi dengan
spekulum.
Di daerah anterior sekitar leher, kutikulum cacing melebar. Pelebaran yang
khas pada cacing ini disebut sayap leher (cervical alae). Usufagus cacing ini
juga khas bentuknya oleh karena mempunyai bulbus esophagus ganda (double-bulp-oesophagus). Tidak terdapat
rongga mulut pada cacing ini, akan tetapi dijumpai adanya tiga buah bibir. Di
daerah ujung posterior ini dijumpai adanya spikulum dan papil – papil. Cacing
jantan jarang dijumpai oleh karena sesudah mengadakan kopulasi dengan betinanya
ia akan segera mati.
Mereka umumnya tinggal di dalam cecum dari usus besar, dari sana cacing
betina bermigrasi pada malam hari lalu meletakkan 11.000 - 15.000 telur setiap
harinya selama 2 – 3 minggu di perineum. Sesudah itu cacing betina akan mati. Telur
di dalam uterus akan dikeluarkan melalui vulva. Telur cacing kremi memiliki ukuran
50 x 25
um. Berbentuk lonjong dengan satu sisi lebih datar dari sisi yang lain,
mempunyai dinding 2 lapis, berwarna bening, dan lebih tebal dari dinding cacing
kait. Telur tersebut berisi embrio atau larva yang hidup dari cacing kremi.
Telur cacing jarang ditemukan di usus, sehingga jarang ditemukan dalam tinja.2
A. DAUR
HIDUP
Cacing
dewasa terutama hidup di dalam sekum dan di sekitar apendiks manusia. Manusia
merupakan satu – satunya hospes perantara. Cacing dewasa betina mengandung
banyak telur pada malam hari dan akan melakukan migrasi keluar melalui anus ke
daerah perianal dan perinium. Migrasi ini disebut Nocturnal Migration. Di
daerah perinium tersebut cacing – cacing ini bertelur dengan cara kontraksi
uterus, kemudian telur melekat di daerah tersebut. Telur dapat menjadi larva
infekti pada tempat tersebut, terutama pada temperatur optinak 23 – 26oC
dalam waktu enam jam. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari.
Waktu
yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelan telur matang sampai
menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi kedaerah perianal, berlangsung
kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung kira-kira
I bulan karena telur-telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling
cepat 5 minggu sesudah pengobatan. (Srisari G, 2006).1
Selain
itu, dapat pula terjadi autoinfeksi dan retrofeksi terhadap diri penderita
sendiri. Telur yang masuk ke mulut atau juga bisa melalui jalan nafas, di dalam
duodenum akan menetas. Larva rabditiform kemudian akan tumbuh menjadi cacing
dewasa di jejunum dan bagian atas ileum. Untuk melengkapi siklus hidupnya,
dibutuhkan waktu antara dua hingga delapan meinggu lamanya.
Perkawinan atau persetubuhan cacing jantan dan betina
kemungkinan terjadi di sekum, usus besar dan usus yang berdekatan dengan sekum.
Mereka memakan isi usus penderitanya. Cacing jantan akan mati setelah kopulasi,
sedangkan cacing betina akan mati setelah bertelur.
Pertumbuhan telur cacing tergantung pada tingkat pertumbuhan, temperatur,
dan kelembapan udara. Telur yang belum masak lebih mudah rusak dibandingkan
dengan telur yang masak. Telur cacing rusak pada temperatur 45oC
dalam waktu enam jam. Udara yang dingin dan ventilasi yang kurang baik
merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan telur cacing.2
B.
INFEKSI
CACING KREMI
Infeksi
Cacing Kremi (Oksiuriasis,
Enterobiasis) adalah suatu infeksi parasit yang terutama menyerang anak-anak,
dimana cacing Enterobius vermicularis
tumbuh dan berkembang biak di dalam usus. Enterobiasis atau penyakit cacing
kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh Enterobius
vermicularis. Enterobiasis merupakan infeksi cacing yang terbesar dan sangat
luas dibandingkan dengan infeksi cacing lainnya. Hal ini disebabkan karena
adanya hubungan yang erat antara parasit ini dengan manusia dan lingkungan
sekitarnya. Parasir ini lebih banyak didapatkan diantara kelompok dengan
tingkat sosial yang rendah, tetapi tidak jarang ditemukan pada orang – orang
dengan tingkat sosial yang tinggi. Cacingan, penyakit yang cukup akrab di
kalangan anak – anak Indonesia. Oleh orang awan sering disebut kremian.
Cacingan
salah satu penyakit yang tergolong tinggi angka kejadiannya di Indonesia.
Penyebabnya hewan parasit berukuran mikro yang mengambil makanan dan usus yang
berisi banyak sari makanan. Cacing masuk ke tubuh dalam fase larva, merupakan
penyakit endemis dan kronis yang bisa meningkat tajam pada waktu hujan dan
banjir.
Enterobiasis
juga merupakan penyakit keluarga yang disebabkan oleh mudahnya penularan telur
baik melalui pakaian maupun alat rumah tangga lainnya. Anak berumur 5-14 tahun
lebih sering mengalami infeksi cacing E. vermicularis dibandingkan
dengan orang dewasa yang lebih bisa menjaga kebersihan dibandingkan anak-anak.2
Daur
hidup cacing ini berkisar antara 2 minggu hingga 2 bulan. Cacing dewasa dari
usus halus pergi ke usus besar kemudian ke anus. Perpindahan ke anus ini
disebabkan karena telur – telur cacing tersebut hanya bisa menetas jika
terdapat oksigen. Di malam hari cacing kremi yang mendekam di usus penderita
biasanya turun ke kawasan dubur untuk bertelur. Setelah itu, ia akan masuk
kembali ke usus. Terkadang cacing ini tidak kembai ke usus, tapi masuk ke liang
vagina wanita. Akibatnya akan mengalami keputihan karena cacing kremi.
Gejalanya selain rasa gatal, juga ada lendir keruh dan kental berwarna sedikit
kekuningan seperti susu, terkadang berbusa. Keputihan ini biasanya juga
diderita anak – anak perempuan (balita hingga remaja). Terjadi akibat spora
yang menempel pada makanan atau barang lain yang terkontaminasi.
Pertumbuhan
telur cacing tergantung pada tingkat pertumbuhan, temperatur dan kelembaban
udara. Telur yang belum masak lebih mudah rusak dari pada telur yang masak.
Telur cacing rusak pada temperatur 45ºC dalam waktu 6 jam. Udara yang dingin
dan ventilasi yang jelek merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan telur
cacing. (Depkes RI, 1989)
Infeksi ini kontak langsung dengan telur
cacing kremi infektif melalui tangan, dari dubur selanjutnya ke mulut sendiri
atau ke orang lain atau secara tidak langsung melalui pakaian, tempat tidur,
makanan atau bahan-bahan lain yang terkontaminasi oleh cacing kremi tersebut.
Penularan melalui debu biasa terjadi pada rumah tangga dan asrama yang
terkontaminasi berat. (dr. Inyoman Kandun, M.ph, edisi 17 tahun 2000)
Perkembangan cacing kremi membutuhkan waktu
1-3 minggu di tubuh manusia. Tahapan selanjutnya kondisi gizi penderita menurun
sehingga kesehatan mereka terganggu. Bila dibiarkan, kulit anak terlihat pucat,
kurus serta perut membuncit karena kekurangan protein. Pada kondisi sangat
berat, cacingan bisa menimbulkan peradangan pada paru yang ditandai dengan
batuk dan sesak, sumbatan di usus, gangguan hati, kaki gajah dan perforasi
usus. Pada keadaan ini obat cacing tidak membantu secara optimal. Cacingan
banyak didapati pada daerah dimana kondisi kebersihan dibawah standar. (Admin,
2008)3
Gambar Siklus Penularan Cacing Kremi
A. PENULARAN
CACING KREMI
Penyakit ini bisa menular. Penularan cacing kremi terjadi autoinfeksi . karena
telurnya bisa nempel dimana aja, di pakaian, sprei or debu , sehingga akibat
tidak hygienisnya tangan / kuku sehingga bersama makanan masuk ke mulut dari
tangannya yang penuh telur / debu. Infeksi cacingan ini
disebabkan oleh kontak langsung dengan telur cacing kremi infekti melalui
tangan, dari dubur selanjutnya ke mulut sendiri atau ke orang lain atau secara
tidak langsung melalui pakaian, tempat tidur, makanan, atau bahan – bahan lain
yang terkontaminasi oleh telur cacing kremi tersebut. Penularan melalui debu
biasa terjadi pada rumah tangga dan asrama yang terkontaminasi berat.
Larva
cacing biasanya menyebar ke berbagai tempat untuk menginvasi tubuh manusia
dengan memasuki tubuh melalui dua jalan yakni mulut saat makan makanan yang
tidak dicuci bersih dan dimasak setelah terkontaminasi lalat yang membawa larva
cacing, serta lewat pori – pori saat anak tidak memakai alas kaki ketika
berjalan di tanah. Lewat cara ini larva masuk ke pembuluh darah dan sampai di
tempat yang memungkinkan perkembangannya seperti di usus, paru – paru, hati,
dan sebagainya.
Telur
cacing menjadi infekti beberapa jam setelah diletakkan dipermukaan dubur oleh
cacing betina, telur dapat hidup kurang dari dua minggu diluar tubuh penjamu.
Larva dari telur cacing kremi menetas di usus kecil. Cacing muda menjadi dewasa
si secum dan bagian atas dari usus (cacing betina yang pada masa gravid
bermigrasi ke anus dan vagina menyebabkan pruritus setempat). Cacing kremi yang
gravid biasanya bermigrasi di rectum dan dapat masuk ke lubang – lubang yang
berdekatan.
Perkembangan
membutuhkan waktu 1 – 3 minggu di tubuh manusia. Proses berpindahnya
cacing ini akan menimbulkan sensasi gatal pada daerah sekitar anus penderita. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari
sehingga penderita sering terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Tahap
selanjutnya penderita biasanya mengalami penurunan kondisi gizi sehingga
kesehatan mereka terganggu. Bila dibiarkan akan terlihat tanda seperti kulit
menjadi pucat, tubuh kurus, serta perut membuncit karena kekurangan protein.
Pada kondisi sangat berat, cacingan bisa menimbulkan peradangan paru – paru
yang ditandai dengan batuk dan sesak, sumbatan di usus, gangguan hati, kaki
gajah, dan perforasi usus. Pada keadaan ini obat cacing tidak lagi membantu
secara optimal. Cacingan banyak didapati pada daerah dimana kondisi kebersihan
di bawah standart. Anak – anak berumur 5 – 14 tahun lebih sering mengalami
infeksi cacingan dibandingkan dengan orang dewasa yang biasanya lebih dapat
menjaga kebersihan dibandingkan dengan anak – anak.
Penularan cacing kremi dapat terjadi pada satu
keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup di lingkungan yang sama, seperti
asrama, rumah piatu, dll. Proses penularannya dapat terjadi melalui :
·
Penularan dari tangan ke mulut
sesudah menggaruk darerah sekitar anus
· Penularan dari tangan dapat
menyebarkan telur kepada orang lain karena memegang benda-benda lain yang
terkontaminasi telur cacing ini
Telur cacing dapat ditemukan di debu ruangan sekolah, asrama, kafetaria,
dan lainnya. Telur cacing di debu ini akan mudah diterbangkan oleh angin dan
dapat tertelan. Telur yang telah menetas di sekitar anus
dapat berjalan kembali ke usus besar melalui anus.4
A. PERJALANAN PENYAKIT
Cacing Enterobius
vermicularis menyebabkan infeksi cacing kremi yang disebut juga
enterobiasis atau oksiuriasis. Infeksi biasanya terjadi melalui 2 tahap.
Pertama, telur cacing pindah dari daerah sekitar anus penderita ke pakaian, seprei atau mainan. Kemudian
melalui jari-jari tangan, telur cacing pindah ke mulut anak yang lainnya dan akhirnya tertelan. Telur cacing
juga dapat terhirup dari udara kemudian
tertelan. Setelah telur cacing tertelan, Telur cacing menjadi infekti
beberapa jam setelah diletakkan dipermukaan dubur oleh cacing betina, telur
dapat hidup kurang dari dua minggu diluar tubuh penjamu. Lalu larvanya menetas di dalam usus kecil dan tumbuh
menjadi cacing dewasa di dalam usus besar (proses
pematangan ini memakan waktu 2-6 minggu). Cacing dewasa betina bergerak ke daerah di sekitar anus (biasanya pada malam hari) untuk menyimpan telurnya
di dalam lipatan kulit anus penderita. Telur tersimpan dalam suatu bahan yang
lengket. Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang menyebabkan
gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3 minggu
pada suhu ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat dan cacing muda dapat masuk kembali ke dalam rektum dan usus bagian
bawah.5
Gambar Cacing Kremi
di dalam tubuh manusia
A.
EPIDEMIOLOGI
E. VERMICULARIS
1. Insiden
tinggi di negara – negara barat terutama USA 35 – 41 %
2. Merupakan
penyakit keluarga
3. Tidak
merata di lapisan masyarakat
4. Yang
paling sering diserang yaitu anak – anak usia 5 – 14 tahun
5. Pada
daerah tropis insiden sedikit karena cukupnya sinar matahari, udara panas,
kebiasaan ke WC (yaitu sehabis defekasi dicuci dengan air tidak dengan kertas
toilet). Akibat hal – hal tersebut di atas maka pertumbuhan telur terhambat,
sehingga dapat dikatakan penyakit ini tidak berhubungan dengan keadaan sosial
ekonomi masyarakat tapi lebih dipengaruhi iklim dan kebiasaan.
6. Udara
yang dingin, lembab, dan ventilasi yang kurang baik merupakan kondisi yang baik
bagi pertumbuhan telur.6
B.
SEGITIGA
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ENTEROBIASIS
Segitiga
epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelasakan konsep
berbagai permasalahan kesehatan termasuk salah satunya adalah terjainya
penyakit. Hal ini sangat komprehensif dalam memprediksi suatu penyakit.
Terjadinya suatu penyakit sangat tergantung dari keseimbangan dan interaksi ke
tiganya.
Segitiga
epidemiologi cacingan sendiri sebagai berikut.
a.) AGENT
Agent merupakan penyebab penyakit, dapat berupa makhluk hidup maupun tidak hidup. Agent penyakit cacingan ini tentu saja adalah cacing.
Agent merupakan penyebab penyakit, dapat berupa makhluk hidup maupun tidak hidup. Agent penyakit cacingan ini tentu saja adalah cacing.
b.) HOST
Host atau penjamu ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Manusia merupakan satu-satunya host bagi E. vermicularis. Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan berkembang menjadi dewasa dalam caecum, termasuk appendix (Mandell et al., 1990). Faktor penjamu yang biasanya menjadi faktor untuk timbulnya suatu penyakit sebagai berikut:
Host atau penjamu ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Manusia merupakan satu-satunya host bagi E. vermicularis. Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan berkembang menjadi dewasa dalam caecum, termasuk appendix (Mandell et al., 1990). Faktor penjamu yang biasanya menjadi faktor untuk timbulnya suatu penyakit sebagai berikut:
•Umur
Anak-anak lebih rentan terkena penyakit cacingan. Data departemen kesehatan (1997) menyebutkan, prevalensi anak usia SD 60 – 80% dan dewasa 40 – 60% (Kompas, 2002). Cacing ini sebagian besar menginfeksi anak-anak, meski tak sedikit orang dewasa terinfeksi cacing tersebut. Semua umur dapat terinfeksi cacing ini dan prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak.
Anak-anak lebih rentan terkena penyakit cacingan. Data departemen kesehatan (1997) menyebutkan, prevalensi anak usia SD 60 – 80% dan dewasa 40 – 60% (Kompas, 2002). Cacing ini sebagian besar menginfeksi anak-anak, meski tak sedikit orang dewasa terinfeksi cacing tersebut. Semua umur dapat terinfeksi cacing ini dan prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak.
•Jenis Kelamin
Prevalensi menurut jenis
kelamin sangat erat hubungannya dengan pekerjaan dan kebiasaan penderita.
Distrik Mae Suk, Provinsi Chiangmai Thailand ditemukan anak laki-laki lebih
banyak yaitu sebesar 48,8% dibandingkan dengan anak perempuan yang hanya 36,9%
pada umur 4,58 ± 2,62 tahun (Chaisalee et al., 2004). Sedangkan di Yogyakarta
infeksi cacing lebih banyak ditemui pada penderita laki-laki dibandingkan
penderita perempuan.
•Kebiasaan hidup dan
kehidupan sosial dari host sendiri
Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan. Tingkat infeksi kecacingan juga dipengaruhi oleh jenis aktivitas atau pekerjaan. Semakin besar aktivitas yang berhubungan atau kontak langsung dengan lingkungan terbuka maka semakin besar kemungkinan untuk terinfeksi. Selain itu, prevalensi kecacingan yang berhubungan dengan status ekonomi dan kebersihan lingkungan diteliti di Cirebon, Jabar. Ternyata prevalensi kecacingan semakin tinggi pada kelompok sosial ekonomi kurang dan kebersihan lingkungan buruk, dibandingkan kelompok sosial ekonomi dan kebersihan lingkungan yang sedang dan baik (Tjitra, 1991).
Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan. Tingkat infeksi kecacingan juga dipengaruhi oleh jenis aktivitas atau pekerjaan. Semakin besar aktivitas yang berhubungan atau kontak langsung dengan lingkungan terbuka maka semakin besar kemungkinan untuk terinfeksi. Selain itu, prevalensi kecacingan yang berhubungan dengan status ekonomi dan kebersihan lingkungan diteliti di Cirebon, Jabar. Ternyata prevalensi kecacingan semakin tinggi pada kelompok sosial ekonomi kurang dan kebersihan lingkungan buruk, dibandingkan kelompok sosial ekonomi dan kebersihan lingkungan yang sedang dan baik (Tjitra, 1991).
c.) ENVIRONMENT
Faktor lingkungan adalah
faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit cacingan. Hal ini
karena faktor ini datangnya dari luar atau biasa disebut dengan faktor
ekstrinsik. Faktor lingkungan ini dapat dibagi menjadi:
·
Lingkungan Fisik
Yang
dimaksud dengan lingkungan fisik adalah yang berwujud geogarfik dan musiman.
Lingkungan fisik ini dapat bersumber dari udara, keadaan tanah, geografis, air
sebagai sumber hidup dan sebagai sumber penyakit, Zat kimia atau polusi,
radiasi, dll.
Infeksi
cacing terdapat luas di seluruh Indonesia yang beriklim tropis, terutama di
pedesaan, daerah kumuh, dan daerah yang padat penduduknya. Cacingan merupakan
penyakit khas daerah tropis dan subtropis , dan biasanya meningkat ketika musim
hujan. Pada saat tersebut , sungai dan kakus meluap, dan larva cacing
bersentuhan dan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva cacing yang masuk ke dalam
tubuh perlu waktu 1-3 minggu untuk berkembang.
·
Lingkungan Sosial Ekonomi
Yang termasuk dalam
faktor lingkungan soial ekonomi adalah sistem ekonomi yang berlaku yang mengacu
pada pekerjaan sesorang dan berdampak pada penghasilan yang akan berpengaruh
pada kondisi kesehatannya. Selain itu juga yang menjadi masalah yang cukup besar
adalah terjadinya urbanisasi yang berdampak pada masalah keadaan kepadatan
penduduk rumah tangga, sistem pelayanan kesehatan setempat, kebiasaan hidup
masyarakat, bentuk organisasi masyarakat yang kesemuanya dapat menimbulkan
berbagai masalah kesehatan terutama munculnya bebagai penyakit cacingan.7
C.
TANDA
DAN GEJALA
Tanda dan gejala biasanya
berupa :
1. Rasa
gatal yang hebat di sekitar anus
2. Rewel,
yang disebabkan karena rasa gatal yang menggangu tidur malam
3. Kurang
tidur, biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika cacing
betina dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya di sana
4. Nafsu
makan berkurang dan berat badan menurun, jarang terjadi namun bisa terjadi pada
infeksi yang berat
5. Rasa
gatal atau iritasi vagina, pada anak perempuan jika cacing dewasa masuk ke
dalam vagina.
6. Kulit
di anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi infeksi akibat penggarukkan
7. Sering
mengompol
8. Mudah
emosi8
D.
KOMPLIKASI
1. Salpingitis
(Peradangan saluran indung telur)
2. Vaginitis
(Peradangan Vagina)
3. Infeksi
Ulang9
E.
PENDETEKSIAN
INFEKSI CACING KREMI
Pendeteksian
infeksi cacing kremi merupakan suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh
suatu kalangan untuk mengurangi, mgatasi, dan membantu masalah infeksi cacing
kremi. Hal ini dimaksudkan supaya semua hasil riset baik klinis maupun riset
laboraturium dapat digunakan sepenuhnya untuk membantu pendiagnosaan dan
proteksi dini terhadap infeksi cacing kremi.
Pendeteksian
infeksi cacing kremi dapat dilakukan dengan beberapa teknik pemeriksaan, salah
satunya adalah teknik pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium
diyakini dapat memberikan diagnosa pasti akan penyakit yang diderita pasien.
1. Teknik
Diagnosa Laboratorium
Teknik diagnosa
laboratorium untuk infeksi cacing kremi memiliki perbedaan yang berarti
khususnya pada saat pengambilan spesimen pemeriksaan. Cara memeriksa Enterobiasis yaitu dengan menemukan
adanya cacing dewasa atau telur dari Enterobius
vermicularis. Adapun caranya sebagai berikut :
a. Cacing
Dewasa
·
Makroskopis
Cacing kremi dapat dilihat secara
makroskopis atau dengan mata telanjang pada anus penderita, terutama dalam
waktu 1 – 2 jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi berwarna
putih dan setipis rambut, mereka aktif bergerak.
·
Mikroskopis
Cacing dewasa dapat
ditemukan di dalam feses, dengan syarat harus dilakukan enema terlebih dahulu,
yaitu memasukkan cairan ke dalam rektum agar cacing dewasa keluar dari rectum.
Cacing dewasa dapat
ditemukan didalam feses, dicuci dalam larutan NaCl agak panas, kemudian dikocok
sehingga menjadi lemas, selanjutnya diperiksa dalam keadaan segar atau
dimatikan dengan larutan fiksasi untuk mengawetkan. Nematoda kecil, seperti
Enterobius vermicularis dapat juga difiksasi dan diawetkan dengan alkohol 70 %
yang agak panas.
b. Telur
Cacing
Diagnosa dari infeksi cacing kremi
didasarkan atas ditemukannya telur yang khas, yaitu berdinding tebal, berbentuk
seperti “baseball” dengan salah satu sisi merata. Karena ukurannya yang mikro,
yaitu 50 – 60 mikro x 20 – 32 mikro (rata – rata 55 x 26 mikro), maka telur
hanya dapat didiagnosa secara mikroskopis dengan bantuan mikroskop.
·
Metode Pemeriksaan Telur Cacing dengan Bahan
Tinja
1. Metode
langsung
Metode pemeriksaan telur cacing ini paling
sederhana dan paling mudah dilakukan. Teknik ini dapat dikerjakan menggunakan
kaca penutup maupun tanpa kaca penutup.
Prinsip dasar pembuatan sediaan dengan
cara langsung yaitu, membuat sediaan setipis mungkin yang tidak ada gelembung
udara didalamnya. Pemeriksaan cacing ini hanya dapat memberikan hasil secara
kualitatif dengan hasil positif atau negatif saja.
2. Metode
Tidak Langsung
Metode tidak langsung disebut juga
teknik konsentrasi. Dalam metode ini telur cacing tidak langsung dibuat sediaan
tetapi sebelum dibuat sediaan sampel diperlakukan sedemikiaan rupa sehingga
telur diharapkan dapat terkumpul. Teknik konsentrasi merupakan teknik yang
sering dikerjakan karena cukup murah dan mudah mengerjakannya. Pada teknik
konsentrasi ini dapat dibedakan menjadi beberapa cara, yaitu :
a. Sedimentasi
atau Pengendapan, Metode Faust dan Rossell
Prinsipnya : dengan adanya gaya
sentifuge dapat memisahkan antara suspensi dan supernatan sehingga telur cacing
dapat terendap.
b. Flotasi
(Pengapungan) dengan larutan NaCl jenuh, Metode Wills
Prinsipnya : berat jenis telur lebih
kecil daripada berat jenis NaCl jenuh sehingga mengakibatkan telur cacing
mengapung dan menempel pada kaca penutup.
c. Teknik
Kato dan Miura
Prinsipnya : adanya malachylt green
dapat memperjelas telur cacing dengan preparat tebal, telur cacing akan mudah
ditemukan.
d. Teknik
Modifikasi Katokatz
e. Teknik
AMS (Acid - sodium sulfat – tricone-ether
concentration)
f. Teknik
Hitung Telur
g. Metode
Beaver
·
Metode Pemeriksaan Telur Cacing dengan Anal Swab
Metode pemeriksaan telur cacing ini,
merupakan metode yang banyak digunakan pada saat ini. Karena telur mudah
ditemukan dengan menghapus daerah sekitar anus. Metode ini biasa disebut dengan
teknik anal swab.
Prinsipnya : ujung batang gelas atau
spatel lidah diletakkan dengan Scoth
Adhesive Tape. Dilakukan pengambilan sampel di daerah anus penderita,
sehingga di dapat telur cacing yang menempel pada kaca benda.
2. Keuntungan
dan Kerugian Teknik Diagonsa Laboratorium
Ketepatan memilih
teknik laboratorium sangat penting untuk pengetahuan analitik pemeriksaan.
Salah satunya adalah mengetahui keuntungan dan kerugian dari masing – masing
metode yang digunakan.
Metode langsung
mempunyai keuntungan yaitu lebih murah dikerjakan, sehingga kesalahan tekniknya
lebih kecil dan tidak mudah kering atau terkontaminasi dengan lingkungan
sekitar. Sedangkan kerugian metode bahan feses ini yaitu jika bahan untuk
membuat sediaan secara langsung terlalu banyak, maka preparat menjadi tebal
sehingga telur menjadi tertutup oleh unsur – unsur lain yang menyebabkan telur
sulit ditemukan dan apabila preparat terlalu tipis, preparat cepat kering
sehingga telur mengalami kerusakan.
Metode tidak langsung
yang disebut metode konsentrasi ini mempunyai keuntungan yaitu menghasilkan
persediaan yang bersih daripada metode yang lain karena kotoran di dasar
lambung dan elemen – elemen parasit ditemukan pada lapisan permukaan larutan.
Kerugiaannya yaitu larutan pengapung yang digunakan tidak dapat mengapungkan
telur karena berat jenis lebih dari 1.200 dan apabila berat jenis larutan
ditingkatkan akan menyebabkan disborksi pada telur dan protozoa.
Secara umum
pemeriksaan telur cacing dikerjakan dengan kedua metode di atas, namun untuk
pemeriksaan infeksi cacing kremi sampel feses tidak akan banyak membantu bahkan
memberikan peluang terjadinya hasil pemeriksaan yang negatif palsu (false negative).
Seperti halnya dengan
bahan feses, metode anal swab (Graham Schoth) yang menggunakan teknik
pengambilan sampel dari anal mempunyai keuntungan yaitu praktis, mudah, dan
cepat dikerjakan dalam hitungan waktu. Dapat dibuktikan bahwa alat ini
merupakan teknik terbaik pada saat ini untuk pemeriksaan cacing kremi dengan
hasil yang diperoleh maksimal. Sedangkan
kerugiannya adalah mahal, alat susah didapatkan, tidak efektif untuk kegiatan
survey, rumit pemakaiannya, dan menimbulkan rasa sakit probndus.
3. Metode
Anal Swab
a. Teknik
Graham Scoth
Menurut teknik
pengambilan sampel infeksi cacing kremi, telur paling mudah ditemukan dengan
menghapus daerah disekitar anus yang
biasa disebut teknik anal swab. Anal swab adalah alat dari batang gelas
atau spatel lidah yang pada ujungnya dilekatkan scoth adhesive tape.
Menurut Graham 1941,
Teknik Anal Swab (Graham Scoth) digunakan untuk memperoleh
telur Enterobius Vermicularis dari
area anal dan perianal dengan perekat Adhesive tape yang kuat yang ada pada sisi
luar bagian ujung spatel lidah terbuat dari kayu atau batang gelas. Bila
adhesive tape ditempelkan di daerah sekitar anus, telur cacing akan menempel
pada perekatnya, kemudian adhesive tape diratakan pada kaca benda dan dibubuhi
sedikit tuluol diantara kaca sediaan tape supaya jernih.
Setiap telur berisi
embrio yang telah berkembang sempurna akan menjadi infekti dalam beberapa jam
setelah diletakkan sediaan pita plastik perekat (scoth Adhesive Tape). Pengambilan sampel berdasarkan prinsip teknik
anal swab secara umum adalah bermacam
– macam modifikasi dari :
1. Penghapus
(=swab) N.I.H cellophane
2. Penghapus
pita Graham scoth
3. Obyek
glass
4. Gelas
penumbuk yang dibasahi dengan air yang dikocok (pestle)
Macam – macam penghapus lainnya, misalnya penghapus
dengan kertas toilet kecuali cellophane,
penghapus kain dengan air yang dikocok, penghapus kain yang dibasahi dengan
campuran vaseline dan paraffin, dan sikat dari bulu unta pernah juga digunakan.
Modifikasi dari pita penghapus Graham
Scoth memberikan hasil yang terbaik dan merupakan cara yang selalu
digunakan kecuali untuk penderita yang berambut pada anusnya. Apusan perianal yang diambil dari penderita
mempersyaratkan kondisi tertentu sehingga bahan apusan yang diambil layak dan
diyakini akan memberikan hasil pemeriksaan laboratorium yang sebenarnya. Bahan
apusan perianal yang diambil dari
penderita saat pagi hari selepas bangun tidur sebelum mandi, buang air besar,
dan aktivitas lain yang dapat menghilangkan telur cacing di daerah perianal. Bahan perianal sebaiknya dikumpulkan antara jam sembilan malam sampai
tengah malam atau dikumpulkan beberapa hari untuk menghindari infeksi karena
cacing betina yang kemungkinan tidak berpindah setiap hari.
Dalam pemeriksaan, teknik ini dilakukan berulang dalam
beberapa hari berturut – turut, karena cacing betina yang hamil bermigrasi
tidak teratur. Sekali pemeriksaan dengan “swab”
hanya menemukan kira – kira 50 % dan pemeriksaan pada 7 hari berturut – turut diperlukan
untuk menyatakan seseorang bebas dari infeksi cacing kremi, kemudian diagnosa
dilakukan dibawah mikroskop perbesaran 100x.
b. “Periplaswab”
Seperti halnya dengan
Graham Scoth, “Periplaswab” merupakan
modifikasi dari teknik Graham Scoth
yang dirancang untuk pemeriksaan infeksi cacing kremi. Prinsip metode ini
didasarkan pada teknik pemeriksaan anal
swab dengan scoth Adhesive Tape
dan Obyek Glass sebagai bahan utama, dimana pada teknik, persiapan,
pengambilan, dan pemeriksaan sampel sama.
Bahan yang digunakan
berupa mika dan selotipe yang didesain sedemikian rupa dengan cetakan terbuat
dari plastik. Cetakan ini dapat digunakan lebih dari satu kali pemeriksaan.
Sampel diambil langsung dari probandus dengan cara menempelkan bahan pada
perianal sebanyak tiga kali dan kemudian dilakukan pemeriksaan di bawah
mikroskop perbesaran 10x.
Berdasarkan
pengujiannya, teknik modifikasi ini telah diuji coba secara laboratoris yang
diharapkan memiliki keunggulan dari segi efisiensi dan efektivitas dalam
pendeteksian infeksi cacing kremi. Efisiensi merupakan suatu ketepatgunaan,
kedayagunaan, atau keefisienan. Artinya sesuatu yang mudah dan tepat untuk
dikerjakan, tidak membuang – buang waktu, tenaga, maupun biaya. Tingkat efisien
“periplaswab” dapat diukur dari kemampuan menekan biaya dan waktu pemeriksaan
dengan tidak mengesampingkan hasil laboratorium. Efektifitas merupakan suatu
keadaanefektif yang mudah dan tepat dalam memberikan hasil. Efektivitas
“periplaswab” dapat diukur dari segi ketepatan hasil yang diperoleh dengan cara
menemukan jumlah telur persatuan luas (cm2). Selain itu, jumlah
telur cacing dapat dihitung dalam satu kali pemeriksaan persatuan lapang
pandang satuan luas (cm2).2
Rumus :
F. HYGIENE PERORANGAN
Hygiene
adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan
terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh
lingkungan kesehatan serta membuat kondisi lingkungan yang baik sehingga
terjamin pemeliharaan kesehatannya.
1. Kebiasaan
mandi
Kesehatan
sangat penting karena kesehatan semasa kecil menentukan kesehatan pada masa
dewasa. Anak yang sehat akan menjadi manusia dewasa yang sehat. Membina kesehatan
semasa anak berarti mempersiapkan terbentuknya generasi yang sehat sehingga
akan memperkuat ketahanan bangsa. Anak harus menjaga kesehatannya sendiri salah
satunya membiasakan mandi sehari dua kali, sehingga bisa mengurangi angka
infeksi E. vermicularis.
2. Kebiasaan
mengganti pakaian dalam
E.
vermicularis melakukan migrasi pada malam hari. Cacing
dewasa betina yang mengandung telur melakukan migrasi keluar melalui anus pada
malam hari, kemudiaan bertelur di daerah perianal dan perineum. Telur ini sebagian
menempel pada pakaian dalam dan telur tersebut akan menjadi infekti dalam waktu
enam jam.
3. Kebiasaan
mengganti alas tidur
Salah
satu penularan E. vermicularis adalah
autoinfeksi atau penularan dari tangan kemulut penderita itu sendiri. Hal ini
dikarenakan cacing dewasa betina mengandung telur melakukan migrasi keluar anus
dan telur terletak di perineum dan perianal, sebagian telur ada yang berguguran
di alas tidur kemudian telur menjadi infekti dan akan menginfeksi orang lain
dan diri sendiri.
4. Kebiasaan
memotong kuku
Usaha pencegahan penyakit cacingan antara
lain: menjaga kebersihan badan, kebersihan lingkungan dengan baik, makanan dan
minuman yang baik dan bersih, memakai alas kaki, membuang air besar di jamban
(kakus), memelihara kebersihan diri dengan baik seperti memotong kuku dan
mencuci tangan sebelum makan. Agar infeksi Enterobius vermicularis tidak
dapat berkurang. Departemen Kesehatan R.I (2001:100)
5. Kebiasaan
mencuci tangan
Anak
– anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari – jari
tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan tanpa cuci tangan, sehingga
telur E. vermicularis dapat masuk ke
dalam perut anak.
Kebiasaan
penggunaan feses manusia sebagai pupuk tanaman menyebabkan semakin luasnya
pengotoran tanah, persediaan air rumah tangga, dan makanan tertentu, misalnya
sayuran akan meningkatkan jumlah penderita Enterobiasis.
G. SANITASI LINGKUNGAN RUMAH
Sanitasi
adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap
berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Jadi
lebih baik mengutamakan usaha pencegahaan terhadap berbagai faktor lingkungan
yang baik sehingga munculnya penyakit dapat dihindari.
Faktor
– faktor sanitasi lingkungan rumah antara lain : adanya sinar matahari, jenis
lantai kamar tidur, adanya ventilasi, jendela, dan genteng kaca yang langsung
menyinari tempat tidur, sehingga telur dan cacing dewasa Enterobius vermicularis bisa mati.
H. CARA PENCEGAHAAN DAN PEMBERATASAN
ENTEROBIASIS
Mengingat
bahwa Enterobiasis adalah masalah kesehatan keluarga maka lingkungan hidup
keluarga harus diperhatikan, selain itu kebersihan perorangan merupakan hal
yang sangat penting dijaga. Perlu ditekankan pada anak – anak untuk memotong
kuku, membersihkan tangan sesudah buang air besar, dan membersihkan saerah
perianal sebaik – baiknya serta cuci tangan sebelum makan.
Di
samping itu kebersihan makanan juga perlu diperhatikan. Hendaknya dihindarkan
dari debu dan tangan yang terkontaminasi telur cacing E. vermicularis. Tempat tidur dibersihkan karena mudah sekali
tercemar oleh telur cacing infekti. Diusahakan sinar matahari bisa langsung
masuk ke kamar tidur, sehingga dengan udara yang panas serta ventilasi yang
baik pertumbuhan telur akan terhambat karena telur rusak pada temperatur lebih
tingi dari 46oC dalam waktu enam jam. Karene infeksi Enterobius
mudah menular dan merupakan penyakit keluarga maka tidak hanya penderita saja
yang diobati tetapi juga seluruh anggota keluarganya secara bersama – sama.10
DAFTAR
PUSTAKA
1.
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=4525. Tinjauan
Pustaka Infeksi cacing Enterobius
vermicularis (Enterobiasis)
2.
http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=1816. Tinjauan
Pustaka Cacing Kremi (Enterobius
vermicularis)
3. Sabri,
Mohamad. Enterobius vermicularis : General Information. 2005
5. Ronald,
Suzanne dan John M. Embil. Enterobius vermicularis : Pinning Down The
Problem. The Canadian Journal of CME. 2006
6. Mufidah,
Erma Nihlatul. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Infeksi Cacing Oxyuris
vermicularis pada anak – anak SD Negeri Panggung Kelurahan Mangunharjo
Kecamatan Tugu Kota Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang. 2008.
7. Notoatmodjo,Dr.Soekidjo.2003.Ilmu
Kesehatan Masyarakat.Jakarta : Rineka Cipta
8. Gandahusada,dr.Srisasi
dkk.1998.Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI
9. Anonim.
Mempelajari
Cacing Nematoda Usus. 2006
10. Chin,James.2006. Manual
Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta : Infomedika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar