4shared

Powered By Blogger

Rabu, 09 Mei 2012

Enterobius vermicularis (food borne)

TUGAS MIKROBIOLOGI PANGAN
ENTEROBIUS VERMICULARIS (CACING KREMI)





 
       



Oleh :
Kelompok 20

1.      Zana Fitriana O       22030110130069
2.      Nidya Witosari        22030110130070
3.      Rani Pramesti          22030110130071


PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012



 
ENTEROBIUS VERMICULARIS


                         




Nama Parasit           : Enterobius vermicularis (dahulu Oxycuris vermicularis)
Sinonim                    : cacing kerawit, cacing benang, seatworm
Klasifikasi E. vermicularis
Enterobius vermicularis dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Phylum          : Nematoda
Kelas              : Plasmidia
Ordo                : Rabtidia
Super famili   : Oxyuroidea
Family            : Oxyuridea
Genus            : Enterobius
Species          : Enterobius vermicularis1

A.           PENDAHULUAN
     Enterobius vermicularis atau yang lebih dikenal sebagai cacing kremi merupakan parasit pada manusia yang paling sering terjadi. Cacing ini menyebabkan penyakit yang disebut enterobiasis atau oxyuriasis. Oxyuriasis dapat menyerang berbagai golongan umur, tapi lebih sering menyerang anak – anak. Enterobiasis juga merupakan penyakit keluarga yang disebabkan oleh mudahnya penularan telur, baik melalui pakaian maupun alat rumah tangga lainnya.
Cacing ini diklasifikasikan dalam kelas Nemathelminthes, adalah cacing berbentuk benang, memiliki intestine, dan tidak memiliki proboscis. Nemathelminthes memiliki ciri – ciri umum yaitu :
1.            Tubuh dilapisi kutikula, tidak bersegmen, pseudoselomata, tripoblastik.
2.            Saluran pencernaan sempurna ; dari mulut hingga anus dan mempunyai kait.
3.            Sistem respirasi melalui permukaan tubuh secara difusi.
4.            Saluran peredaran darah tidak ada, namun cacing ini mempunyai cairan yang fungsinya menyerupai darah
5.            Alat kelamin terpisah, cacing betina lebih besar dari cacing jantan dan yang jantan memiliki ujung berkait dan tidak berkembangbiak secara aseksual.
Klasifikasi dari Nemathelminthes sebagai berikut :
1.            Kelas Nematoda
·                    Tubuh silindris seperti benang
·                    Contoh : Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang), Necator americanus dan Ancylostoma duodenale (Cacing Tambang), Enterobius vermicularis (Cacing Kremi), dan Wucheria bancrofti (Penyebab kaki gajah.
2.            Kelas Nemtophora
·                    Tubuh bulat kecil seperti rambut, disebut juga cacing rambut
·                    Contoh : Nectonema sp dan Gordiust sp (parasit pada Arthopoda)


B.           Morfologi 
Morfologi telur E. vermicularis.
Ukuran telur E. vermicularis yaitu 50-60 mikron x 20-30 mikron (rata-rata 55 x 26 mikron). Telur berbentuk asimetris, tidak berwarna, mempunyai dinding yang tembus sinar dan salah satu sisinya datar. Telur ini mempunyai kulit yang terdiri dari dua lapis yaitu : lapisan luar berupa lapisan albuminous, translucent, bersifat mechanical protection. Di dalam telur terdapat bentuk larvanya. Seekor cacing betina memproduksi telur sebanyak 11.000 butir setiap harinya selama 2 sampai 3 minggu, sesudah itu cacing betina akan mati. (Soedarto, 1995)1

                                                       
                                                          

 
Gambar Telur cacing E. Vermicularis

Morfologi cacing E. vermicularis.


                                             

 
a.    Cacing Jantan    b. Cacing Betina

Cacing kremi memiliki ciri – ciri yang spesifik yaitu berukuran sangat kecil, berwarna putih, dan bentuk seperti benang, ukuran betina lebih besar daripada yang jantan yakni 8 – 13 mm x 0,3 – 0,5 mm dan cacing jantan 2 – 5 mm x 0,1 – 0,2 mm. Kepala cacing kremi memiliki cervical alae. Cacing kremi betina memiliki ekor panjang, lurus, dan runcing seperti jarum, vulva terdapat pada 1/3 bagian dari anterior badan cacing. Sedangkan cacing kremi jantan memiliki ekor melingkar ke ventral seperti parutan kelapa yang dilengkapi dengan spekulum.
Di daerah anterior sekitar leher, kutikulum cacing melebar. Pelebaran yang khas pada cacing ini disebut sayap leher (cervical alae). Usufagus cacing ini juga khas bentuknya oleh karena mempunyai bulbus esophagus ganda (double-bulp-oesophagus). Tidak terdapat rongga mulut pada cacing ini, akan tetapi dijumpai adanya tiga buah bibir. Di daerah ujung posterior ini dijumpai adanya spikulum dan papil – papil. Cacing jantan jarang dijumpai oleh karena sesudah mengadakan kopulasi dengan betinanya ia akan segera mati.
Mereka umumnya tinggal di dalam cecum dari usus besar, dari sana cacing betina bermigrasi pada malam hari lalu meletakkan 11.000 - 15.000 telur setiap harinya selama 2 – 3 minggu di perineum. Sesudah itu cacing betina akan mati. Telur di dalam uterus akan dikeluarkan melalui vulva. Telur cacing kremi memiliki ukuran 50 x 25 um. Berbentuk lonjong dengan satu sisi lebih datar dari sisi yang lain, mempunyai dinding 2 lapis, berwarna bening, dan lebih tebal dari dinding cacing kait. Telur tersebut berisi embrio atau larva yang hidup dari cacing kremi. Telur cacing jarang ditemukan di usus, sehingga jarang ditemukan dalam tinja.2

A.              DAUR HIDUP 
Cacing dewasa terutama hidup di dalam sekum dan di sekitar apendiks manusia. Manusia merupakan satu – satunya hospes perantara. Cacing dewasa betina mengandung banyak telur pada malam hari dan akan melakukan migrasi keluar melalui anus ke daerah perianal dan perinium. Migrasi ini disebut Nocturnal Migration. Di daerah perinium tersebut cacing – cacing ini bertelur dengan cara kontraksi uterus, kemudian telur melekat di daerah tersebut. Telur dapat menjadi larva infekti pada tempat tersebut, terutama pada temperatur optinak 23 – 26oC dalam waktu enam jam. Dalam keadaan lembab telur dapat hidup sampai 13 hari. 
Waktu yang diperlukan untuk daur hidupnya, mulai dari tertelan telur matang sampai menjadi cacing dewasa gravid yang bermigrasi kedaerah perianal, berlangsung kira-kira 2 minggu sampai 2 bulan. Mungkin daurnya hanya berlangsung kira-kira I bulan karena telur-telur cacing dapat ditemukan kembali pada anus paling cepat 5 minggu sesudah pengobatan. (Srisari G, 2006).1 
Selain itu, dapat pula terjadi autoinfeksi dan retrofeksi terhadap diri penderita sendiri. Telur yang masuk ke mulut atau juga bisa melalui jalan nafas, di dalam duodenum akan menetas. Larva rabditiform kemudian akan tumbuh menjadi cacing dewasa di jejunum dan bagian atas ileum. Untuk melengkapi siklus hidupnya, dibutuhkan waktu antara dua hingga delapan meinggu lamanya. 
Perkawinan atau persetubuhan cacing jantan dan betina kemungkinan terjadi di sekum, usus besar dan usus yang berdekatan dengan sekum. Mereka memakan isi usus penderitanya. Cacing jantan akan mati setelah kopulasi, sedangkan cacing betina akan mati setelah bertelur. 
Pertumbuhan telur cacing tergantung pada tingkat pertumbuhan, temperatur, dan kelembapan udara. Telur yang belum masak lebih mudah rusak dibandingkan dengan telur yang masak. Telur cacing rusak pada temperatur 45oC dalam waktu enam jam. Udara yang dingin dan ventilasi yang kurang baik merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan telur cacing.2

B.        INFEKSI CACING KREMI 
Infeksi Cacing Kremi (Oksiuriasis, Enterobiasis) adalah suatu infeksi parasit yang terutama menyerang anak-anak, dimana cacing Enterobius vermicularis tumbuh dan berkembang biak di dalam usus. Enterobiasis atau penyakit cacing kremi adalah infeksi usus pada manusia yang disebabkan oleh Enterobius vermicularis. Enterobiasis merupakan infeksi cacing yang terbesar dan sangat luas dibandingkan dengan infeksi cacing lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya hubungan yang erat antara parasit ini dengan manusia dan lingkungan sekitarnya. Parasir ini lebih banyak didapatkan diantara kelompok dengan tingkat sosial yang rendah, tetapi tidak jarang ditemukan pada orang – orang dengan tingkat sosial yang tinggi. Cacingan, penyakit yang cukup akrab di kalangan anak – anak Indonesia. Oleh orang awan sering disebut kremian.
Cacingan salah satu penyakit yang tergolong tinggi angka kejadiannya di Indonesia. Penyebabnya hewan parasit berukuran mikro yang mengambil makanan dan usus yang berisi banyak sari makanan. Cacing masuk ke tubuh dalam fase larva, merupakan penyakit endemis dan kronis yang bisa meningkat tajam pada waktu hujan dan banjir.
Enterobiasis juga merupakan penyakit keluarga yang disebabkan oleh mudahnya penularan telur baik melalui pakaian maupun alat rumah tangga lainnya. Anak berumur 5-14 tahun lebih sering mengalami infeksi cacing E. vermicularis dibandingkan dengan orang dewasa yang lebih bisa menjaga kebersihan dibandingkan anak-anak.2 
Daur hidup cacing ini berkisar antara 2 minggu hingga 2 bulan. Cacing dewasa dari usus halus pergi ke usus besar kemudian ke anus. Perpindahan ke anus ini disebabkan karena telur – telur cacing tersebut hanya bisa menetas jika terdapat oksigen. Di malam hari cacing kremi yang mendekam di usus penderita biasanya turun ke kawasan dubur untuk bertelur. Setelah itu, ia akan masuk kembali ke usus. Terkadang cacing ini tidak kembai ke usus, tapi masuk ke liang vagina wanita. Akibatnya akan mengalami keputihan karena cacing kremi. Gejalanya selain rasa gatal, juga ada lendir keruh dan kental berwarna sedikit kekuningan seperti susu, terkadang berbusa. Keputihan ini biasanya juga diderita anak – anak perempuan (balita hingga remaja). Terjadi akibat spora yang menempel pada makanan atau barang lain yang terkontaminasi.
Pertumbuhan telur cacing tergantung pada tingkat pertumbuhan, temperatur dan kelembaban udara. Telur yang belum masak lebih mudah rusak dari pada telur yang masak. Telur cacing rusak pada temperatur 45ºC dalam waktu 6 jam. Udara yang dingin dan ventilasi yang jelek merupakan kondisi yang baik untuk pertumbuhan telur cacing. (Depkes RI, 1989)
Infeksi ini kontak langsung dengan telur cacing kremi infektif melalui tangan, dari dubur selanjutnya ke mulut sendiri atau ke orang lain atau secara tidak langsung melalui pakaian, tempat tidur, makanan atau bahan-bahan lain yang terkontaminasi oleh cacing kremi tersebut. Penularan melalui debu biasa terjadi pada rumah tangga dan asrama yang terkontaminasi berat. (dr. Inyoman Kandun, M.ph, edisi 17 tahun 2000)
Perkembangan cacing kremi membutuhkan waktu 1-3 minggu di tubuh manusia. Tahapan selanjutnya kondisi gizi penderita menurun sehingga kesehatan mereka terganggu. Bila dibiarkan, kulit anak terlihat pucat, kurus serta perut membuncit karena kekurangan protein. Pada kondisi sangat berat, cacingan bisa menimbulkan peradangan pada paru yang ditandai dengan batuk dan sesak, sumbatan di usus, gangguan hati, kaki gajah dan perforasi usus. Pada keadaan ini obat cacing tidak membantu secara optimal. Cacingan banyak didapati pada daerah dimana kondisi kebersihan dibawah standar. (Admin, 2008)3








                           
 
Gambar Siklus Penularan Cacing Kremi


A.                                    PENULARAN CACING KREMI
          
 Penyakit ini bisa menular. Penularan cacing kremi terjadi autoinfeksi . karena telurnya bisa nempel dimana aja, di pakaian, sprei or debu , sehingga akibat tidak hygienisnya tangan / kuku sehingga bersama makanan masuk ke mulut dari tangannya yang penuh telur / debu. Infeksi cacingan ini disebabkan oleh kontak langsung dengan telur cacing kremi infekti melalui tangan, dari dubur selanjutnya ke mulut sendiri atau ke orang lain atau secara tidak langsung melalui pakaian, tempat tidur, makanan, atau bahan – bahan lain yang terkontaminasi oleh telur cacing kremi tersebut. Penularan melalui debu biasa terjadi pada rumah tangga dan asrama yang terkontaminasi berat. 
Larva cacing biasanya menyebar ke berbagai tempat untuk menginvasi tubuh manusia dengan memasuki tubuh melalui dua jalan yakni mulut saat makan makanan yang tidak dicuci bersih dan dimasak setelah terkontaminasi lalat yang membawa larva cacing, serta lewat pori – pori saat anak tidak memakai alas kaki ketika berjalan di tanah. Lewat cara ini larva masuk ke pembuluh darah dan sampai di tempat yang memungkinkan perkembangannya seperti di usus, paru – paru, hati, dan sebagainya.
Telur cacing menjadi infekti beberapa jam setelah diletakkan dipermukaan dubur oleh cacing betina, telur dapat hidup kurang dari dua minggu diluar tubuh penjamu. Larva dari telur cacing kremi menetas di usus kecil. Cacing muda menjadi dewasa si secum dan bagian atas dari usus (cacing betina yang pada masa gravid bermigrasi ke anus dan vagina menyebabkan pruritus setempat). Cacing kremi yang gravid biasanya bermigrasi di rectum dan dapat masuk ke lubang – lubang yang berdekatan.
Perkembangan membutuhkan waktu 1 – 3 minggu di tubuh manusia. Proses berpindahnya cacing ini akan menimbulkan sensasi gatal pada daerah sekitar anus penderita. Keadaan ini sering terjadi pada waktu malam hari sehingga penderita sering terganggu tidurnya dan menjadi lemah. Tahap selanjutnya penderita biasanya mengalami penurunan kondisi gizi sehingga kesehatan mereka terganggu. Bila dibiarkan akan terlihat tanda seperti kulit menjadi pucat, tubuh kurus, serta perut membuncit karena kekurangan protein. Pada kondisi sangat berat, cacingan bisa menimbulkan peradangan paru – paru yang ditandai dengan batuk dan sesak, sumbatan di usus, gangguan hati, kaki gajah, dan perforasi usus. Pada keadaan ini obat cacing tidak lagi membantu secara optimal. Cacingan banyak didapati pada daerah dimana kondisi kebersihan di bawah standart. Anak – anak berumur 5 – 14 tahun lebih sering mengalami infeksi cacingan dibandingkan dengan orang dewasa yang biasanya lebih dapat menjaga kebersihan dibandingkan dengan anak – anak. 
Penularan cacing kremi dapat terjadi pada satu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup di lingkungan yang sama, seperti asrama, rumah piatu, dll. Proses penularannya dapat terjadi melalui :
·                Penularan dari tangan ke mulut sesudah menggaruk darerah sekitar anus
·    Penularan dari tangan dapat menyebarkan telur kepada orang lain karena memegang benda-benda lain yang terkontaminasi telur cacing ini
Telur cacing dapat ditemukan di debu ruangan sekolah, asrama, kafetaria, dan lainnya. Telur cacing di debu ini akan mudah diterbangkan oleh angin dan dapat tertelan. Telur yang telah menetas di sekitar anus dapat berjalan kembali ke usus besar melalui anus.4






                       


                         


A.   PERJALANAN PENYAKIT 

Cacing Enterobius vermicularis menyebabkan infeksi cacing kremi yang disebut   juga enterobiasis atau oksiuriasis. Infeksi biasanya terjadi melalui 2 tahap. Pertama, telur cacing pindah dari daerah sekitar anus penderita ke pakaian, seprei atau mainan. Kemudian melalui jari-jari tangan, telur cacing pindah ke mulut anak yang lainnya dan akhirnya tertelan. Telur cacing juga dapat terhirup dari udara kemudian tertelan. Setelah telur cacing tertelan, Telur cacing menjadi infekti beberapa jam setelah diletakkan dipermukaan dubur oleh cacing betina, telur dapat hidup kurang dari dua minggu diluar tubuh penjamu. Lalu larvanya menetas di dalam usus kecil dan tumbuh menjadi cacing dewasa di dalam usus besar (proses pematangan ini memakan waktu 2-6 minggu). Cacing dewasa betina bergerak ke daerah di sekitar anus (biasanya pada malam hari) untuk menyimpan telurnya di dalam lipatan kulit anus penderita. Telur tersimpan dalam suatu bahan yang lengket. Bahan ini dan gerakan dari cacing betina inilah yang menyebabkan gatal-gatal. Telur dapat bertahan hidup diluar tubuh manusia selama 3 minggu pada suhu ruangan yang normal. Tetapi telur bisa menetas lebih cepat dan cacing muda dapat masuk kembali ke dalam rektum dan usus bagian bawah.5


 





Gambar Cacing Kremi di dalam tubuh manusia

A.        EPIDEMIOLOGI E. VERMICULARIS
1.    Insiden tinggi di negara – negara barat terutama USA 35 – 41 %
2.    Merupakan penyakit keluarga
3.    Tidak merata di lapisan masyarakat
4.    Yang paling sering diserang yaitu anak – anak usia 5 – 14 tahun
5.    Pada daerah tropis insiden sedikit karena cukupnya sinar matahari, udara panas, kebiasaan ke WC (yaitu sehabis defekasi dicuci dengan air tidak dengan kertas toilet). Akibat hal – hal tersebut di atas maka pertumbuhan telur terhambat, sehingga dapat dikatakan penyakit ini tidak berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat tapi lebih dipengaruhi iklim dan kebiasaan.
6.    Udara yang dingin, lembab, dan ventilasi yang kurang baik merupakan kondisi yang baik bagi pertumbuhan telur.6

B.        SEGITIGA EPIDEMIOLOGI PENYAKIT ENTEROBIASIS
Segitiga epidemiologi ini sangat umum digunakan oleh para ahli dalam menjelasakan konsep berbagai permasalahan kesehatan termasuk salah satunya adalah terjainya penyakit. Hal ini sangat komprehensif dalam memprediksi suatu penyakit. Terjadinya suatu penyakit sangat tergantung dari keseimbangan dan interaksi ke tiganya.
Segitiga epidemiologi cacingan sendiri sebagai berikut.
a.)  AGENT
Agent merupakan penyebab penyakit, dapat berupa makhluk hidup maupun tidak hidup. Agent penyakit cacingan ini tentu saja adalah cacing.
b.)  HOST
Host atau penjamu ialah keadaan manusia yang sedemikan rupa sehingga menjadi faktor risiko untuk terjadinya suatu penyakit. Manusia merupakan satu-satunya host bagi E. vermicularis. Manusia terinfeksi bila menelan telur infektif. Telur akan menetas di dalam usus dan berkembang menjadi dewasa dalam caecum, termasuk appendix (Mandell et al., 1990). Faktor penjamu yang biasanya menjadi faktor untuk timbulnya suatu penyakit sebagai berikut:
•Umur
Anak-anak lebih rentan terkena penyakit cacingan. Data departemen kesehatan (1997) menyebutkan, prevalensi anak usia SD 60 – 80% dan dewasa 40 – 60% (Kompas, 2002). Cacing ini sebagian besar menginfeksi anak-anak, meski tak sedikit orang dewasa terinfeksi cacing tersebut. Semua umur dapat terinfeksi cacing ini dan prevalensi tertinggi terdapat pada anak-anak.
•Jenis Kelamin
Prevalensi menurut jenis kelamin sangat erat hubungannya dengan pekerjaan dan kebiasaan penderita. Distrik Mae Suk, Provinsi Chiangmai Thailand ditemukan anak laki-laki lebih banyak yaitu sebesar 48,8% dibandingkan dengan anak perempuan yang hanya 36,9% pada umur 4,58 ± 2,62 tahun (Chaisalee et al., 2004). Sedangkan di Yogyakarta infeksi cacing lebih banyak ditemui pada penderita laki-laki dibandingkan penderita perempuan.
•Kebiasaan hidup dan kehidupan sosial dari host sendiri
Penyakit ini sangat erat hubungannya dengan keadaan sosial-ekonomi, kebersihan diri dan lingkungan. Tingkat infeksi kecacingan juga dipengaruhi oleh jenis aktivitas atau pekerjaan. Semakin besar aktivitas yang berhubungan atau kontak langsung dengan lingkungan terbuka maka semakin besar kemungkinan untuk terinfeksi. Selain itu, prevalensi kecacingan yang berhubungan dengan status ekonomi dan kebersihan lingkungan diteliti di Cirebon, Jabar. Ternyata prevalensi kecacingan semakin tinggi pada kelompok sosial ekonomi kurang dan kebersihan lingkungan buruk, dibandingkan kelompok sosial ekonomi dan kebersihan lingkungan yang sedang dan baik (Tjitra, 1991).
c.)   ENVIRONMENT
Faktor lingkungan adalah faktor yang ketiga sebagai penunjang terjadinya penyakit cacingan. Hal ini karena faktor ini datangnya dari luar atau biasa disebut dengan faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan ini dapat dibagi menjadi:
·         Lingkungan Fisik
Yang dimaksud dengan lingkungan fisik adalah yang berwujud geogarfik dan musiman. Lingkungan fisik ini dapat bersumber dari udara, keadaan tanah, geografis, air sebagai sumber hidup dan sebagai sumber penyakit, Zat kimia atau polusi, radiasi, dll.
Infeksi cacing terdapat luas di seluruh Indonesia yang beriklim tropis, terutama di pedesaan, daerah kumuh, dan daerah yang padat penduduknya. Cacingan merupakan penyakit khas daerah tropis dan subtropis , dan biasanya meningkat ketika musim hujan. Pada saat tersebut , sungai dan kakus meluap, dan larva cacing bersentuhan dan masuk ke dalam tubuh manusia. Larva cacing yang masuk ke dalam tubuh perlu waktu 1-3 minggu untuk berkembang.
·         Lingkungan Sosial Ekonomi
Yang termasuk dalam faktor lingkungan soial ekonomi adalah sistem ekonomi yang berlaku yang mengacu pada pekerjaan sesorang dan berdampak pada penghasilan yang akan berpengaruh pada kondisi kesehatannya. Selain itu juga yang menjadi masalah yang cukup besar adalah terjadinya urbanisasi yang berdampak pada masalah keadaan kepadatan penduduk rumah tangga, sistem pelayanan kesehatan setempat, kebiasaan hidup masyarakat, bentuk organisasi masyarakat yang kesemuanya dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan terutama munculnya bebagai penyakit cacingan.7


C.        TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala biasanya berupa :
1.    Rasa gatal yang hebat di sekitar anus
2.    Rewel, yang disebabkan karena rasa gatal yang menggangu tidur malam
3.    Kurang tidur, biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika cacing betina dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya di sana
4.    Nafsu makan berkurang dan berat badan menurun, jarang terjadi namun bisa terjadi pada infeksi yang berat
5.    Rasa gatal atau iritasi vagina, pada anak perempuan jika cacing dewasa masuk ke dalam vagina.
6.    Kulit di anus menjadi lecet, kasar, atau terjadi infeksi akibat penggarukkan
7.    Sering mengompol
8.    Mudah emosi8

D.        KOMPLIKASI
1.    Salpingitis (Peradangan saluran indung telur)
2.    Vaginitis (Peradangan Vagina)
3.    Infeksi Ulang9


E.        PENDETEKSIAN INFEKSI CACING KREMI
Pendeteksian infeksi cacing kremi merupakan suatu kegiatan atau upaya yang dilakukan oleh suatu kalangan untuk mengurangi, mgatasi, dan membantu masalah infeksi cacing kremi. Hal ini dimaksudkan supaya semua hasil riset baik klinis maupun riset laboraturium dapat digunakan sepenuhnya untuk membantu pendiagnosaan dan proteksi dini terhadap infeksi cacing kremi.
Pendeteksian infeksi cacing kremi dapat dilakukan dengan beberapa teknik pemeriksaan, salah satunya adalah teknik pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaan laboratorium diyakini dapat memberikan diagnosa pasti akan penyakit yang diderita pasien.
1.    Teknik Diagnosa Laboratorium
Teknik diagnosa laboratorium untuk infeksi cacing kremi memiliki perbedaan yang berarti khususnya pada saat pengambilan spesimen pemeriksaan. Cara memeriksa Enterobiasis yaitu dengan menemukan adanya cacing dewasa atau telur dari Enterobius vermicularis. Adapun caranya sebagai berikut :
a.    Cacing Dewasa
·         Makroskopis
Cacing kremi dapat dilihat secara makroskopis atau dengan mata telanjang pada anus penderita, terutama dalam waktu 1 – 2 jam setelah anak tertidur pada malam hari. Cacing kremi berwarna putih dan setipis rambut, mereka aktif bergerak.
·         Mikroskopis
Cacing dewasa dapat ditemukan di dalam feses, dengan syarat harus dilakukan enema terlebih dahulu, yaitu memasukkan cairan ke dalam rektum agar cacing dewasa keluar dari rectum.
Cacing dewasa dapat ditemukan didalam feses, dicuci dalam larutan NaCl agak panas, kemudian dikocok sehingga menjadi lemas, selanjutnya diperiksa dalam keadaan segar atau dimatikan dengan larutan fiksasi untuk mengawetkan. Nematoda kecil, seperti Enterobius vermicularis dapat juga difiksasi dan diawetkan dengan alkohol 70 % yang agak panas.
b.    Telur Cacing
Diagnosa dari infeksi cacing kremi didasarkan atas ditemukannya telur yang khas, yaitu berdinding tebal, berbentuk seperti “baseball” dengan salah satu sisi merata. Karena ukurannya yang mikro, yaitu 50 – 60 mikro x 20 – 32 mikro (rata – rata 55 x 26 mikro), maka telur hanya dapat didiagnosa secara mikroskopis dengan bantuan mikroskop.
·         Metode Pemeriksaan Telur Cacing dengan Bahan Tinja
1.    Metode langsung
Metode pemeriksaan telur cacing ini paling sederhana dan paling mudah dilakukan. Teknik ini dapat dikerjakan menggunakan kaca penutup maupun tanpa kaca penutup.
Prinsip dasar pembuatan sediaan dengan cara langsung yaitu, membuat sediaan setipis mungkin yang tidak ada gelembung udara didalamnya. Pemeriksaan cacing ini hanya dapat memberikan hasil secara kualitatif dengan hasil positif atau negatif saja.
2.    Metode Tidak Langsung
Metode tidak langsung disebut juga teknik konsentrasi. Dalam metode ini telur cacing tidak langsung dibuat sediaan tetapi sebelum dibuat sediaan sampel diperlakukan sedemikiaan rupa sehingga telur diharapkan dapat terkumpul. Teknik konsentrasi merupakan teknik yang sering dikerjakan karena cukup murah dan mudah mengerjakannya. Pada teknik konsentrasi ini dapat dibedakan menjadi beberapa cara, yaitu :
a.    Sedimentasi atau Pengendapan, Metode Faust dan Rossell
Prinsipnya : dengan adanya gaya sentifuge dapat memisahkan antara suspensi dan supernatan sehingga telur cacing dapat terendap.
b.    Flotasi (Pengapungan) dengan larutan NaCl jenuh, Metode Wills
Prinsipnya : berat jenis telur lebih kecil daripada berat jenis NaCl jenuh sehingga mengakibatkan telur cacing mengapung dan menempel pada kaca penutup.
c.    Teknik Kato dan Miura
Prinsipnya : adanya malachylt green dapat memperjelas telur cacing dengan preparat tebal, telur cacing akan mudah ditemukan.
d.    Teknik Modifikasi Katokatz
e.    Teknik AMS (Acid - sodium sulfat – tricone-ether concentration)
f.     Teknik Hitung Telur
g.    Metode Beaver
·         Metode Pemeriksaan Telur Cacing dengan Anal Swab
Metode pemeriksaan telur cacing ini, merupakan metode yang banyak digunakan pada saat ini. Karena telur mudah ditemukan dengan menghapus daerah sekitar anus. Metode ini biasa disebut dengan teknik anal swab.
Prinsipnya : ujung batang gelas atau spatel lidah diletakkan dengan Scoth Adhesive Tape. Dilakukan pengambilan sampel di daerah anus penderita, sehingga di dapat telur cacing yang menempel pada kaca benda.
2.    Keuntungan dan Kerugian Teknik Diagonsa Laboratorium
Ketepatan memilih teknik laboratorium sangat penting untuk pengetahuan analitik pemeriksaan. Salah satunya adalah mengetahui keuntungan dan kerugian dari masing – masing metode yang digunakan.
Metode langsung mempunyai keuntungan yaitu lebih murah dikerjakan, sehingga kesalahan tekniknya lebih kecil dan tidak mudah kering atau terkontaminasi dengan lingkungan sekitar. Sedangkan kerugian metode bahan feses ini yaitu jika bahan untuk membuat sediaan secara langsung terlalu banyak, maka preparat menjadi tebal sehingga telur menjadi tertutup oleh unsur – unsur lain yang menyebabkan telur sulit ditemukan dan apabila preparat terlalu tipis, preparat cepat kering sehingga telur mengalami kerusakan.
Metode tidak langsung yang disebut metode konsentrasi ini mempunyai keuntungan yaitu menghasilkan persediaan yang bersih daripada metode yang lain karena kotoran di dasar lambung dan elemen – elemen parasit ditemukan pada lapisan permukaan larutan. Kerugiaannya yaitu larutan pengapung yang digunakan tidak dapat mengapungkan telur karena berat jenis lebih dari 1.200 dan apabila berat jenis larutan ditingkatkan akan menyebabkan disborksi pada telur dan protozoa.
Secara umum pemeriksaan telur cacing dikerjakan dengan kedua metode di atas, namun untuk pemeriksaan infeksi cacing kremi sampel feses tidak akan banyak membantu bahkan memberikan peluang terjadinya hasil pemeriksaan yang negatif palsu (false negative).
Seperti halnya dengan bahan feses, metode anal swab (Graham Schoth) yang menggunakan teknik pengambilan sampel dari anal mempunyai keuntungan yaitu praktis, mudah, dan cepat dikerjakan dalam hitungan waktu. Dapat dibuktikan bahwa alat ini merupakan teknik terbaik pada saat ini untuk pemeriksaan cacing kremi dengan hasil yang  diperoleh maksimal. Sedangkan kerugiannya adalah mahal, alat susah didapatkan, tidak efektif untuk kegiatan survey, rumit pemakaiannya, dan menimbulkan rasa sakit probndus.
3.    Metode Anal Swab
a.    Teknik Graham Scoth
Menurut teknik pengambilan sampel infeksi cacing kremi, telur paling mudah ditemukan dengan menghapus  daerah disekitar anus yang biasa disebut teknik anal swab. Anal swab adalah alat dari batang gelas atau spatel lidah yang pada ujungnya dilekatkan scoth adhesive tape.
Menurut Graham 1941, Teknik Anal Swab (Graham Scoth) digunakan untuk memperoleh telur Enterobius Vermicularis dari area anal dan perianal dengan perekat Adhesive tape yang kuat yang ada pada sisi luar bagian ujung spatel lidah terbuat dari kayu atau batang gelas. Bila adhesive tape ditempelkan di daerah sekitar anus, telur cacing akan menempel pada perekatnya, kemudian adhesive tape diratakan pada kaca benda dan dibubuhi sedikit tuluol diantara kaca sediaan tape supaya jernih.
Setiap telur berisi embrio yang telah berkembang sempurna akan menjadi infekti dalam beberapa jam setelah diletakkan sediaan pita plastik perekat (scoth Adhesive Tape). Pengambilan sampel berdasarkan prinsip teknik anal swab secara umum adalah bermacam – macam modifikasi dari :
1.    Penghapus (=swab) N.I.H cellophane
2.    Penghapus pita Graham scoth
3.    Obyek glass
4.    Gelas penumbuk yang dibasahi dengan air yang dikocok (pestle)
Macam – macam penghapus lainnya, misalnya penghapus dengan kertas toilet kecuali cellophane, penghapus kain dengan air yang dikocok, penghapus kain yang dibasahi dengan campuran vaseline dan paraffin, dan sikat dari bulu unta pernah juga digunakan. Modifikasi dari pita penghapus Graham Scoth memberikan hasil yang terbaik dan merupakan cara yang selalu digunakan kecuali untuk penderita yang berambut pada anusnya. Apusan perianal yang diambil dari penderita mempersyaratkan kondisi tertentu sehingga bahan apusan yang diambil layak dan diyakini akan memberikan hasil pemeriksaan laboratorium yang sebenarnya. Bahan apusan perianal yang diambil dari penderita saat pagi hari selepas bangun tidur sebelum mandi, buang air besar, dan aktivitas lain yang dapat menghilangkan telur cacing di daerah perianal. Bahan perianal sebaiknya dikumpulkan antara jam sembilan malam sampai tengah malam atau dikumpulkan beberapa hari untuk menghindari infeksi karena cacing betina yang kemungkinan tidak berpindah setiap hari.
Dalam pemeriksaan, teknik ini dilakukan berulang dalam beberapa hari berturut – turut, karena cacing betina yang hamil bermigrasi tidak teratur. Sekali pemeriksaan dengan “swab” hanya menemukan kira – kira 50 % dan pemeriksaan pada 7 hari berturut – turut diperlukan untuk menyatakan seseorang bebas dari infeksi cacing kremi, kemudian diagnosa dilakukan dibawah mikroskop perbesaran 100x.

b.    “Periplaswab”
Seperti halnya dengan Graham Scoth, “Periplaswab” merupakan modifikasi dari teknik Graham Scoth yang dirancang untuk pemeriksaan infeksi cacing kremi. Prinsip metode ini didasarkan pada teknik pemeriksaan anal swab dengan scoth Adhesive Tape dan Obyek Glass sebagai bahan utama, dimana pada teknik, persiapan, pengambilan, dan pemeriksaan sampel sama.
Bahan yang digunakan berupa mika dan selotipe yang didesain sedemikian rupa dengan cetakan terbuat dari plastik. Cetakan ini dapat digunakan lebih dari satu kali pemeriksaan. Sampel diambil langsung dari probandus dengan cara menempelkan bahan pada perianal sebanyak tiga kali dan kemudian dilakukan pemeriksaan di bawah mikroskop perbesaran 10x.
Berdasarkan pengujiannya, teknik modifikasi ini telah diuji coba secara laboratoris yang diharapkan memiliki keunggulan dari segi efisiensi dan efektivitas dalam pendeteksian infeksi cacing kremi. Efisiensi merupakan suatu ketepatgunaan, kedayagunaan, atau keefisienan. Artinya sesuatu yang mudah dan tepat untuk dikerjakan, tidak membuang – buang waktu, tenaga, maupun biaya. Tingkat efisien “periplaswab” dapat diukur dari kemampuan menekan biaya dan waktu pemeriksaan dengan tidak mengesampingkan hasil laboratorium. Efektifitas merupakan suatu keadaanefektif yang mudah dan tepat dalam memberikan hasil. Efektivitas “periplaswab” dapat diukur dari segi ketepatan hasil yang diperoleh dengan cara menemukan jumlah telur persatuan luas (cm2). Selain itu, jumlah telur cacing dapat dihitung dalam satu kali pemeriksaan persatuan lapang pandang satuan luas (cm2).2
Rumus :




F.    HYGIENE PERORANGAN
Hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan kesehatan serta membuat kondisi lingkungan yang baik sehingga terjamin pemeliharaan kesehatannya.
1.    Kebiasaan mandi
Kesehatan sangat penting karena kesehatan semasa kecil menentukan kesehatan pada masa dewasa. Anak yang sehat akan menjadi manusia dewasa yang sehat. Membina kesehatan semasa anak berarti mempersiapkan terbentuknya generasi yang sehat sehingga akan memperkuat ketahanan bangsa. Anak harus menjaga kesehatannya sendiri salah satunya membiasakan mandi sehari dua kali, sehingga bisa mengurangi angka infeksi E. vermicularis.
2.    Kebiasaan mengganti pakaian dalam
E. vermicularis melakukan migrasi pada malam hari. Cacing dewasa betina yang mengandung telur melakukan migrasi keluar melalui anus pada malam hari, kemudiaan bertelur di daerah perianal dan perineum. Telur ini sebagian menempel pada pakaian dalam dan telur tersebut akan menjadi infekti dalam waktu enam jam.
3.    Kebiasaan mengganti alas tidur
Salah satu penularan E. vermicularis adalah autoinfeksi atau penularan dari tangan kemulut penderita itu sendiri. Hal ini dikarenakan cacing dewasa betina mengandung telur melakukan migrasi keluar anus dan telur terletak di perineum dan perianal, sebagian telur ada yang berguguran di alas tidur kemudian telur menjadi infekti dan akan menginfeksi orang lain dan diri sendiri.
4.    Kebiasaan memotong kuku
Usaha pencegahan penyakit cacingan antara lain: menjaga kebersihan badan, kebersihan lingkungan dengan baik, makanan dan minuman yang baik dan bersih, memakai alas kaki, membuang air besar di jamban (kakus), memelihara kebersihan diri dengan baik seperti memotong kuku dan mencuci tangan sebelum makan. Agar infeksi Enterobius vermicularis tidak dapat berkurang. Departemen Kesehatan R.I (2001:100)
5.    Kebiasaan mencuci tangan
Anak – anak paling sering terserang penyakit cacingan karena biasanya jari – jari tangan mereka dimasukkan ke dalam mulut, atau makan tanpa cuci tangan, sehingga telur E. vermicularis dapat masuk ke dalam perut anak.
Kebiasaan penggunaan feses manusia sebagai pupuk tanaman menyebabkan semakin luasnya pengotoran tanah, persediaan air rumah tangga, dan makanan tertentu, misalnya sayuran akan meningkatkan jumlah penderita Enterobiasis.

G.   SANITASI LINGKUNGAN RUMAH
Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat kesehatan manusia. Jadi lebih baik mengutamakan usaha pencegahaan terhadap berbagai faktor lingkungan yang baik sehingga munculnya penyakit dapat dihindari.
Faktor – faktor sanitasi lingkungan rumah antara lain : adanya sinar matahari, jenis lantai kamar tidur, adanya ventilasi, jendela, dan genteng kaca yang langsung menyinari tempat tidur, sehingga telur dan cacing dewasa Enterobius vermicularis bisa mati.

H.   CARA PENCEGAHAAN DAN PEMBERATASAN ENTEROBIASIS
Mengingat bahwa Enterobiasis adalah masalah kesehatan keluarga maka lingkungan hidup keluarga harus diperhatikan, selain itu kebersihan perorangan merupakan hal yang sangat penting dijaga. Perlu ditekankan pada anak – anak untuk memotong kuku, membersihkan tangan sesudah buang air besar, dan membersihkan saerah perianal sebaik – baiknya serta cuci tangan sebelum makan.
Di samping itu kebersihan makanan juga perlu diperhatikan. Hendaknya dihindarkan dari debu dan tangan yang terkontaminasi telur cacing E. vermicularis. Tempat tidur dibersihkan karena mudah sekali tercemar oleh telur cacing infekti. Diusahakan sinar matahari bisa langsung masuk ke kamar tidur, sehingga dengan udara yang panas serta ventilasi yang baik pertumbuhan telur akan terhambat karena telur rusak pada temperatur lebih tingi dari 46oC dalam waktu enam jam. Karene infeksi Enterobius mudah menular dan merupakan penyakit keluarga maka tidak hanya penderita saja yang diobati tetapi juga seluruh anggota keluarganya secara bersama – sama.10






















DAFTAR PUSTAKA

1.    http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=4525. Tinjauan Pustaka Infeksi cacing Enterobius vermicularis (Enterobiasis)
2.    http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=1816. Tinjauan Pustaka Cacing Kremi (Enterobius vermicularis)
3.    Sabri, Mohamad. Enterobius vermicularis : General Information. 2005
5.    Ronald, Suzanne dan John M. Embil. Enterobius vermicularis : Pinning Down The Problem. The Canadian Journal of CME. 2006
6.    Mufidah, Erma Nihlatul. Hubungan Pola Asuh Ibu dengan Kejadian Infeksi Cacing Oxyuris vermicularis pada anak – anak SD Negeri Panggung Kelurahan Mangunharjo Kecamatan Tugu Kota Semarang. Universitas Diponegoro. Semarang. 2008.
7.    Notoatmodjo,Dr.Soekidjo.2003.Ilmu Kesehatan Masyarakat.Jakarta : Rineka Cipta
8.    Gandahusada,dr.Srisasi dkk.1998.Parasitologi Kedokteran Edisi Ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
9.    Anonim. Mempelajari Cacing Nematoda Usus. 2006
10. Chin,James.2006. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta : Infomedika.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar