4shared

Powered By Blogger

Kamis, 10 Mei 2012

MIKROBILOGI PANGAN Food-borne Disease oleh Trichinella spiralis


MAKALAH MIKROBILOGI PANGAN
Food-borne Disease oleh Trichinella spiralis

Disusun oleh :
1.        Ines Arum P                   22030110120019
2.        Amalia Nita w                 22030110120020
3.        Dittasari Putriana           22030110120024

PROGRAM STUDI ILMU GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012



BAB I
PENDAHULUAN

1.        Latar Belakang
Trichinella spiralis atau disebut juga Cacing Otot adalah hewan dari anggota hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam filum Nematoda. Cacing ini menyebabkan penyakit trichinosis pada manusia, babi, atau tikus. Parasit masuk ke tubuh manusia melalui daging babi yang dimasak kurang matang. Di dalam usus manusia, larva berkembang menjadi cacing muda. Cacing muda bergerak ke otot melalui pembuluh limfa atau darah dan selanjutnya menjadi cacing dewasa. Untuk mencegah terinfeksi oleh cacing ini, daging harus dimasak sampai matang untuk mematikan cacing muda.
Di Amerika Serikat wabah Trichinella spiralis sudah cukup besar frekuensinya di era tahun 1960-an, kasus terus terjadi, kadang-kadang mengakibatkan kematian tetapi lebih sering ditemukan kondisi klinis berupa tanda dan gejala yang tidak khas, dengan demikian biasanya tidak terdiagnosis. Satu-satunya cara parasit dapat masuk ke host adalah tertelan bersama dengan daging mentah atau setengah matang, dimana jaringan ototnya terinfeksi.
Sumber yang paling ditemukan dimana menyebabkan infeksi oleh spesies dari Trichinella adalah mengkonsumsi daging mentah atau daging yang terinfeksi dari babi atau tikus. Dilihat dari daur kehidupan, babi dan tikus memelihara infeksi di alam. Infeksi pada babi terjadi karena babi tersebut makan tikus yang mengandung larva infektif dalam ototnya, atau babi makan sampah dapur atau sisa daging babi yang mengandung larva infektif. Sebaliknya, tikus mendapat infeksi karena makan sisa daging babi di rumah pemotongan hewan atau di rumah dan juga karena makan bangkai tikus.



1.     Tujuan
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Mikrobiologi Pangan. Selain itu juga agar para pembaca makalah ini dapat lebih memahami dan mengerti mengenai Trichinella spiralis yang berkaitan dengan infeksi penyakit, penularan kepada tubuh manusia, pengobatan dan pencegahannya.

2.     Manfaat
Berdasarkan tujuan dari pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a.    Dapat dijadikan pedoman bagi mahasiswa pada umumnya untuk bisa dilakukan penelitian lebih lanjut tentang Trichinella spiralis dan yang berkaitan.
b.    Dapat menambah pengetahuan dan wawasan untuk lebih memahami proses dan kehidupan Trichinella spiralis.
c.    Memberi pemahaman kepada pembaca khususnya mahasiswa terhadap adanya hubungan infeksi penyakit dengan siklus hidup Trichinella spiralis .
d.    Mengeksplorasikan proses penularan dari Trichinella spiralis sehingga terjadinya atau timbulnya sebuah penyakit.
e.    Dapat melakukan pencegahan dan pengobatan yang disebabkan oleh infeksi Trichinella spiralis.




BAB II
PEMBAHASAN

1.     Pengenalan spesies Trichinella spiralis
1.1  Genus Trichinella
Nematoda dalam genus Trichinella menginfeksi berbagai mamalia, burung, dan reptil. Parasit ini menginfeksi selama siklus hidup mereka antara fase enteral dan fase parenteral dalam host mereka. Sebelas spesies dikenal dari genus ini, yang terdiri dari dua klad utama: spesies yang menyerang sel otot inang dan dikelilingi oleh sebuah kapsul kolagen dan tidak ada enkapsulasi yang terjadi. Lima spesies (dan tiga genotipe yang belum teridentifikasi dalam taksonomi) yang terdiri dari parasit yang tidak ada enkapsulasi hanya terjadi pada mamalia, sedangkan tiga spesies yang terdiri dari klad yang tidak ada enkapsulasi, satu menginfeksi mamalia dan burung. Dua spesies lain menginfeksi mamalia dan reptil. Hanya ada dua parasit ini, T. papuae dan T. zimbabwensis, dikenal dimana siklus hidupnya  independen baik hostnya berdarah panas atau berdarah dingin. Secara historis, T. spiralis telah menjadi parasit yang paling sering menyebabkan infeksi pada manusia.1 T. spiralis merupakan klad pertama, yang hidup pada sel-sel otot host yang menjadi enkapulasi. Hal ini penting bahwa ada kolagen kapsul yang dimaksud adalah sebuah karakteristik host yang memiliki implikasi filogenetik untuk parasit. Oleh karena itu, induksi kapsul yang mungkin mempengaruhi adaptasi pada interaksi dengan host yang difasilitasi spesiasi dan diversifikasi.

1.2  Rentang Geografis
Spesies Trichinella hidup pada rentang geografis yang luas dari kutub utara hingga ke daerah tropis, namun penyebaran spesiesnya lebih terbatas, spesies enkapsulasi umumnya lebih menunjukkan adaptasi untuk iklim dingin dibandingkan dengan spesies yang tidak enkapsulasi.1 Host utama kelompok Trichinella spp. Biasanya bersifat  domestik dan babi silvatik ( Sus scrofa ), hewan sinantropik seperti tikus cokelat,  armadilo, kucing, anjing, dan berbagai karnivora silvatik. Karena diimpor ke antar benua,  infeksi untuk babi dan tikus sinantropik tinggi, T. spiralis menunjukkan distribusi yang kosmopolitan dengan suhu dan di daerah zona khatulistiwa. Beberapa negara menyatakan adanya Trichinellosis, seperti Argentina, Hungaria, China, Meksiko (dan Yunani.

1.3  Taksonomi
Kingdom          : Animalia
Phylum            : Nematoda
Class                : Enoplea
Order                : Trichurida
Family              : Trichinellidae
Genus              : Trichinella
Species            : Trichinella spiralis 2, 3

1.4  Morfologi
Cacing dewasa kecil, tetapi sering muncul dalam jumlah besar, larva cacing menyebabkan efek yang serius dengan mengkista pada urat daging. Cacing betina panjangnya 1.4-4 mm dengan diameter 36 µm dan jantan 1.4-1.8 mm dengan diameter 36 µm, ukuran telur 40 x 30 mikron, telur akan menetas dalam uterus cacing betina (viviparosa).1, 4, 5, 6 Panjang larva 0.08 mm dengan diameter 7 µm.6 Larva ditemukan dalam kista mikroskopis pada urat daging bergaris melintang. Cacing dewasa ditemukan pada usus halus. Yang jantan mempunyai anus yang ditonjolkan dan sembulan berbentuk kerucut di setiap sisi. Tidak mempunyai spikulum dan selubung. Vulva terletak pertengahan esofagus.
Host Trichinella spiralis, antara lain babi, tikus, manusia dan mamalia lain (peka), sapi, domba dan kambing (kurang peka).4

           
Gbr. 1 T. spiralis betina dewasa 6          Gbr. 2 T. spiralis jantan dewasa 6       Gbr. 3 Larva baru lahir T. Spiralis 6

1.5  Siklus Hidup
Parasit ini terdiri dari tiga fase infeksi yang menyebabkan penyakit : tahap pertama sampai keempat larva dan cacing dewasa di fase enteral; tahap pertama perjalanan bayi larva yang baru lahir melalui aliran darah dan masuk jaringan dalam fase migrasi; dan tahap pertama oleh larva terjadi setelah mereka masuk jaringan pada fase parenteral. Tahap fase enteral dan pentingnya peran mereka sehingga terjadi diare yang disebabkan oleh T. spiralis telah baru-baru ini diketahui. Tahap pertama, larva yang tertelan bebas dari jaringan sekitarnya oleh pepsin dan asam klorida dalam lambung. Yang kemudian dibawa ke usus kecil, di mana ia menyerang sel epitel columnar. Tak lama kemudian, larva berganti kulit empat kali (10-28 jam setelah tertelan), berubah menjadi cacing dewasa. Kemudian terjadi perkawinan (30-34 jam setelah tertelan), dan 5 hari kemudian bayi larva lahir. Jumlah bayi larva baru lahir yang dihasilkan tergantung pada status imun host yang terinfeksi dan jenis spesies parasit tersebut. Diperkirakan 500-1.500 bayi larva lahir selama rentang kehidupan cacing perempuan dewasa sebelum reaksi respon imun host memaksa mereka keluar dari usus kecil.1, 5, 7
Imunitas ada selama hidup dan diperkirakan terlibat dalam tindakan sinergis humoral dan mekanisme sel mediasi. Dalam tikus, eosinofil dan antibodi E (IgE): immunoglobulin diarahkan terhadap sekresi larva tahap pertama ketika memasuki host yang sudah kebal mencegah infeksi kembali, tetapi mekanisme sebenarnya penghilangan cacing selama infeksi utama masih dalam penyelidikan intens. Masih belum diketahui benar mengenai pemberantasan T. spiralis dari manusia.


Gbr. 4 Siklus hidup T. Spiralis 7
2.     Epidemiologi
Pola-pola akuisisi parasit ini terus bervariasi di seluruh dunia. Satu-satunya cara parasit dapat masuk ke host adalah tertelan bersama dengan daging yang masih mentah atau setengah matang, dimana jaringan ototnya terinfeksi dan oleh karena itu hewan karnivora adalah kunci untuk memahami epidemiologi parasit ini. Sebagian besar dari semua karkas dikonsumsi oleh penduduk, dan dengan demikian dapat terjadi infeksi yang meluas dalam bioma tertentu dan di seluruh dunia. Bahkan mamalia laut dan herbivora telah ditemukan terinfeksi Trichinella spp. Infeksi kebetulan pada beberapa peliharaan herbivora juga terjadi, tapi jarang. Frekuensi Trichinellosis pada manusia tinggi di daerah yang banyak makan daging babi yang diberi makan dari sisa pemotongan hewan, misalnya Amerika Serikat daerah timur laut. Frekuensi di daerah selatan dan barat tengah rendah, karena babi diberi makan gandum.9 Dalam satu kasus lima orang tewas dan beberapa ribu lain terinfeksi ketika kuda terinfeksi dari Texas dikirim ke Paris, Perancis, dan dikonsumsi sebagai steak tartare. Di Thailand, sejak tahun 1962 terjadi lebih dari 7300 infeksi dan 97 diantaranya mengalami kematian dari 135 kasus yang disebabkan oleh T. spiralis, T. pseudospiralis and T. papua .8

3.     Manifestasi Klinis
Kasus T. spiralis paling sering terjadi dalam komunitas atau di antara anggota keluarga. Karena ada begitu banyak variabel yang memodifikasi gambar klinis trichinellosis, satu individu memperoleh infeksi dengan tidak menyadari siklus hidup dan epidemiologi T. spiralis. Gejalanya hampir sama dengan penyakit lain. Periode durasi inkubasi parasit ini berkaitan dengan jumlah larva yang ditelan, dan biasanya menentukan keparahan penyakit.5 Gejala pasien juga bervariasi setelah mengkonsumsi daging yang terinfeksi dari jenis spesies Trichinella. Selain itu, imunitas host, usia, jenis kelamin, dan kesehatan umum individu yang terinfeksi adalah faktor penting dalam menentukan tingkat keparahan penyakit.

3.1  Fase Enteral
Kebanyakan orang yang terinfeksi dalam suatu kasus setelah makan daging yang terkontaminasi bersifat asimtomatik, misalnya: mayoritas pasien dalam satu kasus yang sporadic hanya mengalami diare ringan yang bersifat sementara dan mual berkaitan dengan penetrasi mukosa usus.1, 5 Dengan demikian, minggu pertama dari fase enteral pada pasien dengan infeksi moderat sampai berat ditandai dengan sakit perut, diare atau sembelit, muntah, malaise dan demam rendah, yang semuanya dapat bervariasi dalam tingkat keparahan dan mungkin hanya terjadi dalam beberapa hari. Gejala klinis ini merupakan karakteristik dari gangguan enteral (misalnya, keracunan makanan atau pencernaan yang tidak sempurna), dan dengan demikian tidak terdiagnosis. Pasien biasanya tidak melakukan pengobatan medis pada saat ini (infeksi yang menimbulkan gejala awal/gejala umum) dan berobat hanya ketika terjadi gejala perubahan pada saat fase parenteral (sistemik).

Gbr. 5 Fase Enteral 5
3.2  Fase Parenteral
Selama minggu 2 sampai 6 setelah infeksi, fase enteral masih ada, tetapi gejala yang berhubungan dengan gangguan di usus mereda. Saat ini, tanda-tanda dan gejala berkembang karena pada tahap ini larva bayi yang baru lahir bermigrasi. Dalam infeksi ringan akibat konsumsi makanan dengan jumlah larva di otot yang rendah, gejala yang berhubungan dengan fase migrasi dan parenteral biasanya mudah terdeteksi secara klinis sejak pasien tersebut tidak mengalami gejala selama fase enteral.
Infeksi ringan samapai moderat dapat menunjukkan tanda dan gejala berikut: baur myalgia di 30-100% dari pasien; keadaan seperti kelumpuhan (10-35%) periorbital dan/atau wajah edema (15-90%); konjungtivitis (55%); demam (30-90%); sakit kepala (75%); ruam kulit (15 sampai 65%); kesulitan menelan (35%) atau membuka mulut; insomnia; berat badan menurun; sensasi perifer saraf; bronkitis (5-40%); pendarahan splinter pada kuku dan/atau retina; gangguan visual; dan kelumpuhan otot okular.5 Semua tanda-tanda dan gejala baik secara langsung atau tidak langsung diakibatkan karena penetrasi sembarangan pada jaringan oleh bayi larva yang bermigrasi. Setelah minggu kedua dari infeksi fase parenteral, kebanyakan pasien telah mempunyai serum khusus antibodi terhadap pengeluaran antigen larva di otot.
Pasien dengan infeksi berat sering terjadi pada kasus indeks epidemik. Mereka mudah didiagnosis karena mereka menunjukkan tanda-tanda dan gejala penyakit klasik. Gejala mereka lebih menonjol daripada pasien yang menderita infeksi lebih ringan atau moderat. Demam tinggi dan tingkat kenaikan eosinofil yang beredar (30 sampai 60% atau lebih), nyeri otot parah, kulit ruam, dan sakit kepala, serta pembengkakan kelopak mata dan wajah. Pasien mungkin menunjukkan manifestasi neurologis yang jarang muncul sebelum akhir minggu kedua infeksi dan membuatnya tertekan. Sakit kepala, vertigo dan tinnitus, tuli, aphasia, kejang-kejang, dan kelainan yang terkait dengan refleks perifer, merupakan tanda-tanda ditemukan pada individu yang terinfeksi parah. Secara umum, pasien yang waspada tapi apatis, dan mempunyai insomnia berkepanjangan mempengaruhi perilaku mereka, menyebabkan mereka menjadi mudah marah. Gejala neurologis lain seperti meningitis, ensefalitis, dan hemiplegia, dapat berkembang berhubungan dengan kerusakan difusi jaringan otak dan oklusi arteri atau peradangan pada granulomatosa. Gejala ini perlu segera ditangani dengan steroid, karena peradangan yang diakibatkan kerusakan jaringan disebabkan oleh migrasi sejumlah besar bayi larva yang baru lahir.
Infeksi moderat sampai berat, gejalanya karena invasi sel-sel otot (misalnya, lemah, rasa sakit, kelumpuhan dan fotopobia) meningkat selama minggu ketiga, dan edema wajah, kelopak mata, tangan dan kaki menjadi tanda yang khas. Napas pasien putus-putus dan dangkal. Trombosis arteriola mungkin terjadi, sebagai akibat dari hiperkoagulabilitas yang terkait dengan eosinophilia. Selama waktu ini, tanda dan gejala klinis yang muncul adalah tanda dan gejala secara umum sehingga tidak dapat terdiagnosis karena trichinellosis hampir sama dengan busung angioneurotic, penyakit serum, septikemia, periarteritis nodosa, reaksi alergi makanan atau obat-obatan, trombosis koroner, demam tipus, infeksi oleh Toxocara sp., penyakit autoimun, sindrom eosinophilic, dan baru-baru ini, sindrom kelelahan kronis.
Endokarditis, myocarditis, dan bahkan gagal jantung dalam kasus fatal dikaitkan dengan efek-efek merugikan dari infeksi fase migrasi. Semua gejala yang berkaitan dengan penyakit akut semakin berkurang pada awal masa penyembuhan (yaitu, antara minggu 5-6 setelah konsumsi daging terinfeksi), tetapi dyspnea, ekstremitas busung, dan bronkitis bertahan untuk minggu keenam samapai kedelapan. Infeksi tahap pertama oleh larva tetap dalam sel dapat berlangsung selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun setelah pemulihan, tetapi setelah beberapa waktu sebagian dari mereka mati.

Gbr. 6 Fase  Parenteral 5

3.3  Komplikasi
Komplikasi timbul selama penyakit akut mencakup kelahiran bayi yang mati tiba-tiba oleh wanita hamil yang terinfeksi. Selama masa penyembuhan, pasien mungkin mengeluh gangguan pendengaran, berat badan menurun dan gangguan menstruasi. Hilangnya rambut dan kuku, deskuamasi kulit, serak, aphonia, dan kekakuan otot. Kematian dapat terjadi yang disebabkan oleh gagal jantung atau gangguan sistem saraf pusat selama infeksi minggu ketiga. Myocarditis, ensefalitis, pneumonitis, hipokalemia, ketidakcukupan kelenjar adrenal, dan gangguan peredaran pembuluh darah telah diketahui sebagai penyebab kematian pada pasien dengan penyakit kritis.5
Masih belum ada persetujuan umum apakah pasien yang menderita dari efek jangka panjang berefek pada “sel nurse” larva. Ada dua studi yang membahas masalah ini. Dalam dua studi ini, pasien yang menderita penyakit parah, terlepas dari usia, terus mengalami efek jangka panjang, seperti myalgia umum (84 dan 90%), okular gejala (misalnya, konjungtivitis, kesulitan untuk fokus, atau adanya rasa panas [63 dan 59%]), dan berbagai jenis neuropati (35 dan 52%). Kondisi ini dapat bertahan hingga 10 tahun setelah pemulihan.

4.     Hasil Uji Laboratorium
Umumnya kadar Leukocytosis 12.500-18.000 sel per mm3), dengan dominasi eosinofil yang beredar (1.400 untuk 8,700 eosinofil per mm3).5 Dengan demikian, eosinophilia merupakan hasil laboratorium yang paling awal dan paling khas untuk menemukan Trichinellosis dan berkorelasi dengan intensitas infeksi. Bahkan di antara kasus asimtomatik, eosinophilia mencapai tingkat sedang (5-15% dari leukosit). Penurunan tiba-tiba kadar eosinofil yang beredar sebesar 1% atau tidak merupakan indikasi infeksi yang parah dan mungkin tanda terjadinya kematian pada pasien. Hanya trichinella dewasa yang dapat menimbulkan eosinophilia. Eosinophilia maksimum adalah selama minggu ketiga sampai keempat dan biasanya stabil saat ini. Sel-sel ini menyusup ke dalam bagian jaringan usus yang terinfeksi dan berdekatan dengan cacing dewasa dan masuk ke dalam jaringan otot yang rusak setelah bayi larva yang baru lahir menembusnya.
Hasil laboratorium positif lain adalah tingginya kadar enzim otot yang beredar (misalnya, Kreatinin phosphokinase (CPK), 1,6-diphosphofruktoaldolase, aldolase laktat dehidrogenase dan aminotransferases).5 Jumlahnya mungkin akan meningkat 35 sampai 100% pada orang yang terinfeksi dan ada dalam serum setelah kerusakan jaringan otot oleh bayi larva yang bermigrasi.
5.     Diagnosis
T. spiralis adalah spesies yang paling penting untuk transmisi zoontic pada babi domestik. Dua metode utama yang digunakan untuk menguji babi pada infeksi ini. Metode yang sering digunakan untuk mendiagnosa babi yang terinfeksi adalah dengan melihat pencernaan sampel daging (misalnya, diafragma, masseters, lidah atau otot-otot lain) dengan HCL-pepsin dan kemudian melakukan inspeksi mikroskopis untuk larva.1, 5, 6 Meskipun agak rumit, kepekaan dari metode ini relatif seragam pada seluruh infeksi. Enzyme-linked immunosorbent assays (ELISA) adalah metode alternatif yang digunakan untuk mendeteksi infeksi T. spiralis dengan relatif cepat oleh serologi.1, 5, 6  Salah satu keuntungan adalah bahwa ELISA dapat mendeteksi infeksi sebelum terjadinya kematian. Sebagai salah satu pendekatan serum sampel digunakan untuk mendeteksi anti-T. spiralis antibodi terhadap produk T. spiralis exscretory/dalam (ES), yang memerlukan parasit untuk produksi. Cara alternatif lain yaitu penggunaan epitop yang berbasis tyvelose, karena menjadi antigen utama yang dikenali selama infeksi. Informasi struktural tentang glycan mengakibatkan sintesis glycan untuk digunakan dalam ELISA. Namun, sensitivitas ELISA dapat lebih rendah pada awal infeksi. Variabilitas respon host telah menimbulkan keprihatinan, jadi tujuannya adalah untuk mencegah daging babi atau kuda terinfeksi saat memasuki pasar. Namun demikian, ELISA adalah metode yang spesifik dan kuat dan dianjurkan untuk program pengawasan yang memantau  transmisi T. spiralis pada babi.
Ada beberapa tes yang tersedia untuk mendiagnosis Trichichinellosis pada manusia. Otot biopsi digunakan secara langsung untuk mengamati larva otot. Biopsi dapat dievaluasi oleh beberapa metode yang melibatkan mikroskopi: 1) menekan sampel jaringan antara 2 slide, untuk mendeteksi larva otot pada jaringan; 2) mengamati biopsi sampel pada HCL pepsin dan deteksi larva otot pada jaringan dan 3) pemeriksaan histologis setiap bagian di biopsi otot. Selain itu, beberapa metode serologi telah digunakan untuk mendiagnosa infeksi pada manusia, termasuk indirect immunofluorescence assays (IFA) dan ELISAs.1, 5, 6  Namun, reaksi silang dengan parasit lainnya dapat menyulitkan interpretasi dari IFA dan ELISA, dan tes tambahan, seperti western blot, dianggap berguna untuk diagnosis yang  berbeda. Diagnosis serologi selama infeksi awal dan fase akut lebih bermasalah, dengan reaksi lemah yang rumit interpretasi tes ini.

6.     Pengobatan dan Pencegahan
6.1  Pengobatan
Ketika hidup pasien terancam oleh infeksi yang parah, perawatan intensif dengan semua peralatan yang dibutuhkan untuk mendukung terapi perlu dilakukan (yaitu, penggantian cairan, steroid, pengobatan untuk syok, toxemia, gangguan peredaran darah dan gagal jantung). Pengobatan khusus untuk menghilangkan parasit dapat menggunakan berbagai benzimidazoles (mebendazole atau albendazole). Sebagaimana telah disebutkan, pasien mungkin menyembunyikan cacing dewasa yang akan menghasilkan bayi larva selama beberapa minggu selama infeksi fase akut tanpa terdeteksi. Mebendazole (200 mg/hari selama 5 hari) atau albendazole (400 mg/hari selama 3 hari) harus diberikan untuk orang dewasa (kecuali ibu hamil), dan juga untuk anak-anak (5 mg per kg [berat badan] per hari selama 4 hari).5 Prednisolon dengan dosis 40-60 mg/hari untuk mengurangi demam dan peradangan yang disebabkan adanya kerusakan sel yang dihasilkan oleh penetrasi larva ke dalam jaringan. Gejala tersebut biasanya menghilang dalam hitungan hari setelah dosis awal diberikan. Pengobatan dengan steroid berkepanjangan tidak dianjurkan, meskipun gejala mungkin terjadi kembali ketika perawatan telah mereda. Gejala sisa efek jangka panjang harus diobati secara simptomatik ketika muncul kembali.

6.2  Pencegahan
Dilihat dari daur kehidupan, babi dan tikus memelihara infeksi di alam. Infeksi pada babi terjadi karena babi tersebut makan tikus yang mengandung larva infektif dalam ototnya, atau babi makan sampah dapur atau sisa daging babi yang mengandung larva infektif. Sebaliknya, tikus mendapat infeksi karena makan sisa daging babi di rumah pemotongan hewan atau di rumah dan juga karena makan bangkai tikus. Memberi makan potongan-potongan daging mentah yang dikumpulkan dari rumah pemotongan hewan setempat untuk hewan ternak sebenarnya ilegal di Amerika Serikat tetapi dengan alasan menekan pengeluaran, peternak tetap melakukan hal tersebut. Di negara lain, di mana kontrol praktek di peternakan kurang disiplin, memberi makan daging babi sisa mentah untuk ternak mungkin atau mungkin tidak lebih luas, tetapi dalam kebanyakan situasi, daging babi sisa  terlalu sayang untuk dibuang sehingga diberikan pada ternak lain. Kurang umum, tapi dengan konsekuensi yang sering membahayakan, penggunaan bangkai hewan untuk makanan hewan ternak telah secara tidak sengaja menyebar T. spiralis ke sebagian besar masyarakat (konsumen) dimana para peternak tidak menyadari jangkauan luas host parasit nematoda ini.
Pencegahan di tingkat masyarakat tergantung pada kelayakan peternakan tersebut dan dalam memberi makan semua hewan ternak.5 Misalnya, dengan memusnahkan sisa pemotongan hewan yang mengandung potongan daging mentah.9  Pemeriksaan mikroskopis dari babi pada bagian jaringan otot (secara langsung atau dengan uji pencernaan) bisa mengendalikan infeksi pada tingkat rumah potong hewan.
Pengidentifikasian oleh ELISA untuk trichinellosis yang disebabkan oleh babi telah disetujui untuk sertifikasi daging babi oleh departemen pertanian Amerika. Namun, karena ada beberapa pilihan yang tersedia untuk sertifikasi daging babi, sulit untuk meyakinkan industri yang menghemat biaya karena Trichinellosis adalah suatu penyakit prevalensinya rendah (<0.001 % ). Program inspeksi tersebut dijalankan di sebagian besar negara Eropa.
Semua produk daging babi kebanyakan dibekukan, untuk   memastikan kematian larva sebaiknya saat memasak daging pada suhu 1370 F ( 580 C ) selama 10 menit.5, 6, 9  Memasak dengan microwave tidak 100 % efektif dalam membunuh larva dalam potongan daging besar.6  Pembekuan jaringan otot dari hewan buruan ( misalnya, beruang hitam, rakun, atau opossum ) tidak efektif, karena molekul protein antibeku pada kebanyakan hewan melindungi cacing dalam jaringan otot mereka dari kristal es dan memelihara cacing pada karkas sampai daging hewan tersebut dapat dikonsumsi hewan lain. Beberapa Trichinella (Trichinella nativa) dapat tetap infektif setelah beberapa hari pada suhu beku bahkan setelah mereka telah diisolasi dari jaringan otot.

DAFTAR PUSTAKA
1.     Jasmer Douglas P. Biology and genome Trichinella spiralis. Department of Molecular Microbiology and Pathology, College of Veterinary Medicine, Washington State University, Pullman, USA. 2006. (Available from URL : http://www.wormbook.org/chapters/www_genomesTrichinella/genomesTrichinella.html, diakses pada 14 April 2012)
2.     E Keas, Brian. Taxonomic Classification. 1999. (Available from URL : https://www.msu.edu/course/zol/316/tspitax.htm, diakses pada 1 Mei 2012)
3.     Shintawati, Rita. Nematoda Usus. 2005. (Available from URL: http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/196812012001122-RITA_SHINTAWATI/E_LEARN_PARASIT/NEMATODA_USUS.pdf, diakses pada 28 April 2012)
4.     Dwinata. Nema-par2. 2009. (Available from URL : staff.unud.ac.id/~dwinata/wp-content/uploads/2009/09/nema-par2.doc, diakses pada 28 April 2012)
5.     Capo, Virginia; D. Despommier, Dickson. Clinical Aspect of Infection with Trichinella spp. Pathology Department, Institute of Tropical Medicine Pedro Kouri, Havana, Cuba,1 and Division of Environmental Sciences and Department of Microbiology, Columbia University, New York. 1996. (Available from URL : http://cmr.asm.org/content/9/1/47.full.pdf+html, diakses pada 14 April 2012)
6.     Despommier; Gwadz;   Hotez; Knirsch. Parasitic Disease 5th Edition: Trichinella spiralis. 2006. (Available from URL : http://www.trichinella.org/pdf/pdbook_trichinella.pdf, diakses pada 14 April 2012)
7.     D. Despommier, Dickson. Parasitology Today, vol. 14, no. 8, 1998 : How Does Trichinella spiralis Make Itself at Home?. USA. 1998. (Available from URL : http://lineu.icb.usp.br/~farmacia/artigos/Tspiralis_rev.PDF, diakses pada 14 April 2012)
8.     Kaewpitoon N, Kaewpitoon SJ, Pengsaa P. Food-borne parasitic zoonosis: Distribution of trichinosis in Thailand. World J Gastroenterol 2008; 14(22): 3471-3475. (Available from: URL: http://www.wjgnet.com/1007-9327/14/3471.asp, diakses pada 28 April 2012)
9.     Natadisastra, Djaenudin. Agoes, Ridad. 2005. Parasitologi Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar