TUGAS
MIKROBIOLOGI
PANGAN
ASPERGILLUS
NIGER
Nama Kelompok
:
Triesa
Rizkyta R 22030110130079
Teguh Ady N 22030110130093
Ana Betal Haq 22030110130082
ILMU
GIZI
FAKULTAS
KEDOKTERAN
UNIVERSITAS
DIPONEGORO
SEMARANG
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Aspergillus niger
merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah diidentifikasi dari
genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales dan kelas Fungi
imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, diantaranya digunakan
secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan pembuatan berapa
enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus
niger dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC-47ºC
(maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). 1
Taksonomi. A. niger
termasuk dalam Aspergillus subgenus Circumdati, bagian Nigri termasuk jenis 15
spora hitam.
Domain :Eukaryota
Kingdom :Fungi
Phylum :Ascomycota
Subphylum :Pezizomycotina
Class :Eurotiomycetes
Order :Eurotiales
Family :Trichocomaceae
Genus :Aspergillus
Species : A. niger 2
Kingdom :Fungi
Phylum :Ascomycota
Subphylum :Pezizomycotina
Class :Eurotiomycetes
Order :Eurotiales
Family :Trichocomaceae
Genus :Aspergillus
Species : A. niger 2
Aplikasi ke lingkungan; Aspergillus niger penting pada produksi
asam sitrat yang banyak digunakan pada berbagai makanan dan minuman ataupun
sebagai pengawet dan peningkat citarasa. Asam sitrat harus dimurnikan dari
substrat fermentasi sehingga keterlibatan jamur tidak lagi nampak. A. niger
juga dapat mengkontaminasi makananmisalnya pada roti tawar, pada jagung yang
disimpan dan sebagainya. Banyak enzymes berguna diproduksi oleh industri fermentasi
dari A. niger. Misalnya, A. niger glucoamylase digunakan dalam produksi
fructose corn syrup, dan pectinases digunakan dalam minuman buah-buahan dan
anggur. α-galactosidase, sebuah enzim yang merinci tertentu sugars kompleks,
merupakan komponen dari produsen obat yang mengklaim dapat menurunkan perut
kembung. Selain untuk menggunakan A. niger di dalam industri bioteknologi dalam
produksi isotop magnetis-varian yang berisi biologi macromolecules untuk
analisis NMR.2
Aspergillus niger memiliki
bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal
berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat,
cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya
umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna
coklat.
Aspergillus niger
memerlukan mineral (NH4)2SO4, KH2PO4, MgSO4, urea, CaCl2.7H2O, FeSO4, MnSO4.H2O
untuk menghasilkan enzim selulase. Sedangkan untuk enzim amilase khususnya
diperlukan amiglukosa (NH4)2SO4, KH2PO4 .7H2O, Zn SO4, 7H2O. Bahan organik
dengan kandungan nitrogen tinggi dapat dikomposisi lebih cepat dari pada bahan
organik yang rendah kandungan nitrogennya pada tahap awal dekomposisi. Tahap
selanjutnya bahan organik yang rendah kandungan nitrogennya dapat dikomposisi
lebih cepat daripada bahan organik dengan kandungan nitrogen tinggi. Penurunan
bahan organik sebagai sumber karbon dan nitrogen disebabkan oleh Aspergillus
niger sebagai sumber energinya untuk bahan penunjang pertumbuhan atau Growth
factor.
Aspergillus niger dalam
pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam
substrat, molekul sederhana yang terdapat di sekeliling hifa dapat langsung
diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus dipecah dahulu sebelum
diserap ke dalam sel, dengan menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler. Bahan
organik dari substrat tersebut digunakan Aspergillus niger untuk aktivitas
transport molekul, pemeliharaan struktur sel dan mobilitas sel.
Aspergillus sp terdapat di
alam sebagai saprofit, tumbuh di daerah tropik dengan kelembaban yang tinggi.
Meskipun terdapat lebih dari 100 spesies, jenis yang dapat menimbulkan penyakit
pada manusia ialah Aspergillus flavus dan Aspergillus niger, yang semuanya
menular dengan transmisi inhalasi. Aspergillus niger juga mampu memproduksi
mikotoksin, karena memiliki gen yang mampu memproduksinya.
Habitat asli Aspergillus
yaitu di dalam tanah, dengan kondisi yang menguntungkan yaitu kadar air yang
tinggi (setidaknya 7%) dan suhu tinggi. Tanaman yang sering diserang
Aspergillus antara lain sereal (jagung, sorgum, millet mutiara, beras, gandum),
minyak sayur (kacang tanah, kedelai, bunga matahari, kapas), rempah-rempah
(cabe, lada hitam, ketumbar, kunyit, jahe), dan kacang-kacangan pohon (almond,
pistachio, walnut, kelapa, kacang brazil).1
Aspergillus niger biasanya
ditemukan di lingkungan mesofilik umum seperti tanah, tanaman, dan lingkungan
udara tertutup. Aspergillus niger tidak hanya jamur xerophilic (jamur yang
tidak membutuhkan air bebas untuk pertumbuhan, bisa tumbuh di lingkungan
lembab), tetapi juga merupakan organisme yang tahan panas (mampu tumbuh pada
suhu tinggi). Jamur berfilamen ini menunjukkan toleransi yang tinggi terhadap
suhu beku.3
Aspergillus fumigatus dan
Aspergillus flavus adalah penyebab paling umum dari aspergillosis pada manusia,
meskipun spesies lain juga dapat menjadi penyebabnya. Aspergillus fumigatus
menyebabkan banyak kasus bola jamur, sedangkan Aspergillus niger penyebab umum
otomikosis.
Dalam metabolismenya Aspergillus
niger dapat menghasilkan asam sitrat sehingga fungi ini banyak digunakan untuk
membantu proses fermentasi karena fungi ini menghasilkan mikotoksin yang dapat
ditangani melalui proses fermentasi tersebut sehingga tidak membahayakan.
Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat, oleh karena itu fungi ini banyak
digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat, dan
pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase, amiloglukosidase, dan
selulase.
Selain itu, Aspergillus
niger juga menghasilkan asam gallat yang merupakan senyawa fenolik yang biasa
digunakan dalam industri farmasi dan juga dapat menjadi substrat untuk
memproduksi senyawa antioksidan dalam industri makanan.
Aspergillus niger adalah
jamur berfilamen haploid dan merupakan mikroorganisme yang sangat penting dalam
bidang biologi. Selain menghasilkan enzim ekstraseluler dan asam sitrat,
Aspergillus niger juga digunakan untuk pengelolaan limbah dan biotransformasi.
Jamur ini paling sering ditemukan di lingkungan mesofilik seperti vegetasi yang
membusuk atau tanah dan tanaman.3
Aspergillus niger memiliki
sistem metabolisme yang terdiri dari sitoplasma, mitokondria, dan peroksisom.
Dalam sistem ini, tergabung metabolisme karbohidrat dan metabolisme asam amino
yang terjadi di dua reaksi, yaitu reaksi anabolik dan katabolik. Untuk tingkat
pertumbuhan yang paling menguntungkan, digunakan pemrograman linear. Pemrograman linier dikombinasikan dengan 37
metabolit lainnya untuk menguji distribusi fluks yang berbeda pada
metabolitnya. Dengan menggunakan teknik
analisis sensitivitas logaritmik, dapat dibuktikan bahwa asam amino prolin,
alanin dan glutamin makmur dalam lingkungan ini. Asam amino tirosin tidak
berpengaruh, namun memiliki kemungkinan untuk membantu pembuatan biomassa. Selain
itu, empat asam amino lain menyebabkan peningkatan 44% dalam pembuatan biomassa
dan peningkatan 41% dalam produksi protein rekombinan.3
Urutan genom dari
Aspergillus niger penting karena keterlibatannya dalam memproduksi asam sitrat
serta enzim industri, seperti amilase, protease, dan lipase. Penggunaan enzim
ini sangat penting untuk transformasi enzim makanan.3 Oleh karena itu, Aspergilus niger memiliki pengaruh ekonomi
seperti yang digunakan dalam produksi industri, antara lain, asam sitrat dan
glukonat, α-amilase dan oksidase glukosa. Seperti dalam pemanfaatan yang bisa
digunakan untuk membantu proses fermentasi pada kedelai bersama dengan asam
laktat. Aspergilus niger dapat digunakan untuk fermentasi kacang kedelai, yaitu
pada tahap pertama dilakukan percobaan fermentasi tepung kulit ari biji kedelai
dengan kapang Aspergillus niger. Keuntungan adanya Aspergilus niger adalah
dapat digunakan untuk fermentasi pada kacang kedelai dan pada fermentasi tepung
yang terbuat dari kulit ari biji kedelai dengan kapang Aspergillus niger.
Kerugian adanya
Aspergillus niger yaitu dapat mengkontaminasi makanan, seperti roti tawar,
jagung yang disimpan terlalu lama dan sebagainya. Sifat lain dari spesies ini
yaitu termasuk patogen yang menyebabkan pembusukan makanan dan produksi
metabolit sekunder, seperti aflatoksin, yang beracun. Produksi metabolit,
keterlibatan dalam pembusukan makanan, dan menjadi patogen inilah yang dapat
menciptakan dampak ekonomi yang besar pada Amerika Serikat (sekitar $45 miliar
pada ekonomi AS sendiri). Pemahaman ekonomi ini penting, sama seperti
pentingnya efek pembuatan lingkungan terhadap sekuensing genom Aspergillus
niger yang penting untuk aplikasi biologi.3
Jenis jamur berfilamen ini
menghasilkan beberapa metabolit sekunder, salah satunya adalah ochratoksin A,
yang merupakan terdapat pada makanan yang tercemar mikotoksin. Kontak manusia dengan racun ini biasanya
terjadi melalui konsumsi makanan yang tidak disimpan dan dijaga dengan baik. Namun demikian, penelitian telah menunjukkan
bahwa kurang dari 10% dari strain yang diuji positif terserang ochratoksin, ini
merupakan sebuah kondisi yang menguntungkan.3
BAB
II
PEMBAHASAN
Salah satu metabolit
sekunder yang dihasilkan Aspergillus niger adalah Ochratoksin A. Ochratoksin
adalah mikotoksin kelompok derivat 7 isokumarin yang berikatan melalui ikatan
amida dengan kelompok amino dari L-b fenilalanina. Dari tiga macam ochratoksin
yaitu Ochratoksin A, Ochratoksin B dan Ochratoksin C, diketahui Ochratoksin A
yang paling toksik dan paling banyak ditemukan di alam. Secara kimia,
Ochratoksin A merupakan suatu campuran kristal jernih atau tidak berwarna/
pucat yang memperlihatkan fluoresensi biru di bawah sinar UV.4
Ochratoksin A dapat
ditemukan pada komoditas pertanian seperti gandum, kopi dan biji-bijian baik
sebelum panen, pada saat panen, saat pengangkutan dan penyimpanan. Saat
penyimpanan, biji kopi akan mengalami penurunan kualitas dan kuantitas sebagai
akibat dari interaksi antara factor biotic dan abiotik. Faktor biotik yang
paling utama menyebabkan kerusakan biji kopi selama penyimpanan adalah
serangga, lalu diikuti oleh cendawan. Serangan cendawan dapat mengakibatkan
kontaminasi toksin pada biji kopi, seperti Aspergillus ochraceus dan Penicillium
verrucosum yang dapat memproduksi ochratoksin. Toksin Ochratoksin A bersifat
karsinogenik, sehingga dapat menyebabkan keracunan pada ginjal manusia dan
hewan. Bahaya dari Ochratoksin A ini juga termasuk penyebab nefrotoksik dan
nefrokarsinogenik potensial pada hewan dan manusia. Ochratoksin A juga
mempunyai sifat imunosupresif, menghambat glukoneogenesis pada ginjal,
nefropati, tumor ginjal, dan karsinogenik.
Ochratoksin A dihasilkan
oleh sejumlah spesies cendawan Aspergillus dan Penicillium. Pertama kali
ditemukan yaitu Aspergillus ochraceus yang di alam Aspergillus ochraceus ini
terdapat pada tanaman mati atau busuk, juga pada kacang-kacangan, biji kakao
dan biji kopi. Ochratoksin A biasanya ditemukan pada biji-bijian dan produk
biji-bijian. Selain itu, Ochratoksin A ternyata juga ditemukan pada berbagai
produk ternak seperti daging babi dan daging ayam. Hal ini disebabkan karena
Ochratoksin A bersifat larut lemak, sehingga dapat tertimbun di bagian daging
yang berlemak. Manusia dapat terpapar Ochratoksin A melalui konsumsi produk
daging ternak yang pakannya terkontaminasi Ochratoksin dan melalui konsumsi
bahan pangan yang terkontaminasi Aspergillus dan Penicillium. Kapang penghasil
Ochratoksin A ini antara lain Aspergillus alliaceus, Aspergillus melleus,
Aspergillus ostianus, Aspergillus petrakii, Aspergillus sclerotiorum,
Aspergillus sulphureus, Aspergillus
fumigatus, Aspergillus versicolor, Aspergillus carbonarius, Aspergillus niger,
Aspergillus ochraceus, Penicillium verrucosum, dan Penicillium viridicatum.
Kandungan Ochratoksin A
pada biji kopi sangria komersil lebih kecil daripada kopi instan. Hal ini
disebabkan karena Ochratoksin A yang terkandung dalam biji kopi dapat direduksi
dengan cara penyangraian. Penelitian menyatakan bahwa kopi yang disangrai pada
suhu 200 derajat celcius selama 5 menit dapat merusak Ochratoksin. Namun, perlu
lebih berhati-hati untuk serealia, karena kemungkinan Ochratoksin yang
terkandung dalam serealia masih cukup besar (stabil), hal ini disebabkan karena
pemanasan dengan suhu lebih dari 100 derajat celcius tidak memungkinkan, karena
hanya akan merusak bahan serealia tersebut dan tidak merusak Ochratoksin.
Beberapa spesies cendawan
yang menyerang biji kopi berpotensi menghasilkan mikotoksin. Misalnya spesies
Aspergillus yang menghasilkan Ochratoksin antara lain Aspergillus ochraceus,
Aspergillus carbonarius dan Aspergillus niger. Aspergillus niger berpotensi
menghasilkan Ochratoksin walaupun tidak seperti Aspergillus ochraceus.
Penelitian melaporkan bahwa 2 dari 19 isolat Aspergillus niger yang diisolasi
memproduksi Ochratoksin A sebesar 0,23 dan 0,59 mg/ kg. Ada juga yang
menyatakan bahwa 0,6% dari 168 galur Aspergillus niger yang diisolasi dari
anggur kering Spanyol, dapat memproduksi Ochratoksin A.
Umumnya, spesies Aspergillus
yang sering ditemukan pada biji kopi dan memproduksi Ochratoksin adalah
Aspergillus ochraceus. Cendawan tersebut tumbuh dengan baik pada suhu 8-37
derajat celcius. Sedangkan pada suhu 12-37 derajat celcius, Aspergillus
ochraceus ini memproduksi Ochratoksin A pada berbagai substrat.
Secara garis besar,
terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi produksi mikotoksin, antara lain
adanya cendawan yang toksigen, substrat yang cocok untuk pertumbuhan cendawan
dan lingkungan yang mendukung cendawan untuk memproduksi toksin. Penelitian
menyatakan bahwa, selain adanya nutrisi, faktor lingkungan penting untuk
pertumbuhan cendawan dan menghasilkan toksin. Faktor lingkungan tersebut antara
lain aktivitas air (Aw) dan kadar air, suhu, substrat, O2 dan CO2, interaksi mikroba,
kerusakan mekanis, infestasi serangga, jumlah spora, dan lama penyimpanan/
waktu.
Produksi mikotoksin
terjadi jika kadar air produk di penyimpanan meningkat di atas 13-16% dan
produksi mikotoksin maksimum terjadi pada kadar air 20-25%, namun hal ini juga
bergantung pada jenis substrat.
Semua mikroba, termasuk
cendawan toksigen mempunyai Aw minimum, optimum dan maksimum untuk
pertumbuhannya. Cendawan-cendawan potensial membutuhkan Aw yang lebih tinggi,
yaitu lebih dari 0,85 untuk dapat memproduksi Ochratoksin. Aktivitas air
minimum untuk pembentukan koloni spesies cendawan adalah 0,70. Aktivitas air
minimum untuk pertumbuhan Aspergillus ochraceus adalah 0,77-0,83 dan
menghasilkan Ochratoksin pada Aw 0,83-0,87 dengan suhu antara 24-30 derajat
celcius Aspergillus carbonarius tumbuh optimum pada suhu 20-30 derajat celcius
pada Aw 0,93-0,98 dan menghasilkan Ochratoksin pada suhu 15-20 derajat celcius
dengan Aw 0,95-0,98.
Oksigen juga berpengaruh
terhadap pertumbuhan Aspergillus ochraceus dan produksi Ochratoksin. Secara
umum, lingkungan dengan konsentrasi oksigen yang terbatas dapat menghambat
pertumbuhan Aspergillus ochraceus dan produksi Ochratoksin. Hasil penelitian
melaporkan bahwa, konsentrasi CO2 30% dapat menghambat Aspergillus ochraceus
untuk memproduksi Ochratoksin.
Keberadaan mikroba lain
seperti bakteri dan spesies cendawan lain dapat menghambat pertumbuhan cendawan
dan produksi mikotoksin. Hal ini disebabkan karena adanya kompetisi
antarspesies cendawan terhadap nutrisi yang tersedia dan mempengaruhi produksi
mikotoksin.
Lama penyimpanan juga
mempengaruhi produksi Ochratoksin. Hasil penelitian menyatakan bahwa waktu yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan maksimum dan produksi toksin antara spesies
cendawan yang satu berbeda dengan spesies cendawan lainnya. Selain itu, juga
bergantung pada jenis substratnya. Aspergillus alutaceus menghasilkan
Ochratoksin pada kedelai setelah inkubasi selama 26 hari.4
Kapang juga dapat
mengontaminasi buah, biasanya dengan menempelnya spora pada kulit buah. Infeksi
buah terjadi pada saat sebelum maupun setelah dipanen. Proses infeksi ini,
dapat dipercepat oleh kerusakan buah karena jatuh, perlakuan mekanis dan
infestasi serangga selama penanganan pascapanen, sehingga kapang mampu
menginfeksi sampai ke dalam buah. Menurut FAO, pemetikan buah dengan menyisakan
sedikit saja tangkainya merupakan salah satu cara sederhana yang dapat mencegah
infeksi kapang. Akan tetapi, cacat maupun luka pada buah akibat jatuh sering
kali tidak dapat dihindari. Inilah yang menjadi jalan masuk kontaminasi kapang
dan serangga. Dari hasil penelitian, menyatakan bahwa beraneka buah rentan
terhadap infeksi kapang.
Dari data hasil penelitian
menunjukkan bahwa di antara genus kapang yang teridentifikasi pada buah,
terdapat beberapa genus yang berpotensi menghasilkan mikotoksin, antara lain
Fusarium sp., Aspergillus sp., Penicillium sp., dan Alternaria sp. Kapang
umumnya teridentifikasi pada buah ditandai dengan adanya noda warna hitam,
sedangkan pada buah yang tidak bernoda, bebas dari jamur. Berbeda jenis kapang
dan jenis buah yang terinfeksi, berbeda juga mikotoksin yang dihasilkan.
Mikotoksin adalah racun
yang dihasilkan kapang dan bersifat mengganggu kesehatan manusia. Penelitian
menyatakan bahwa, mikotoksin merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan
kapang tertentu selama pertumbuhannya pada bahan pangan maupun pakan ternak.
Konsumsi produk pangan yang terkontaminasi mikotoksin dapat menyebabkan
terjadinya mikotoksikosis, yaitu gangguan kesehatan pada manusia dan hewan
dengan berbagai perubahan baik secara klinis maupun patologis, seperti dapat
menyebabkan penyakit kanker hati, degenerasi hati, demam, pembengkakan otak,
ginjal, dan gangguan saraf.
Mikotoksin bersifat
komulatif, sehingga efeknya tidak dapat dirasakan secara cepat, tetapi harus
melalui pemeriksaan laboratorium terlebih dahulu. Dijelaskan juga bahwa
indikasi adanya cemaran mikotoksin dapat diketahui dengan adanya infestasi
kapang. Namun, pertumbuhan kapang juga tidak selalu identik dengan produksi
mikotoksin. Hal ini disebabkan karena kapang membutuhkan kondisi tertentu agar
dapat menghasilkan mikotoksin tersebut.5
Salah satu yang dapat terkontaminasi
Ochratoksin yaitu anggur. Ochratoksin lebih sering terdeteksi pada anggur merah
dibandingkan pada anggur rose dan anggur putih. Ochratoksin A paling dikenal
dan paling banyak ditemukan di alam, yaitu 45% contoh anggur putih terdeteksi
Ochratoksin A, 66% pada anggur rose dan 71% pada anggur merah. Akumulasi
Ochratoksin A ini berkaitan dengan suhu tinggi yang memicu pertumbuhan spesies
Aspergillus, sebagai penghasil Ochratoksin lebih tinggi melampaui Penicillium.
Ochratoksin A terdapat
secara alami pada beberapa bahan makanan, termasuk anggur dan produk olahannya.
Dilaporkan pertama kali adanya Ochratoksin A pada wine yaitu pada tahun 1996.
Sejak itulah, banyak penelitian memfokuskan pembentukan Ochratoksin pada produk
olahan anggur, seperti buah anggur kering, jus anggur, must dan cuka.
Ochratoksin A telah ditemukan dalam wine di Negara-negara Eropa, sama juga
seperti di Amerika, Asia, Afrika, dan Australia. Anggur merah dilaporkan lebih
banyak terkontaminasi dibandingkan dengan anggur putih, mungkin ini terjadi
karena metode pembuatan anggur yang berbeda. Kemunculan Ochratoksin A pada
anggur dan wine seringkali dikaitkan dengan kontaminasi kebun anggur oleh
spesies yang termasuk dalam Aspergillus bagian nigri, yang disebut Aspergilli
hitam. Aspergilli hitam muncul pada anggur sejak fase pertama perkembangan buah
dan kemunculannya meningkat seiring dengan kemajuan musim.
Ochratoksin A dan kontaminasi
oleh jamur diperkirakan dikumpulkan pada sampel anggur dan nilai-nilainya akan
dianalisis untuk dibandingkan dengan asal geografis sampel dan data
klimatiknya. Selanjutnya, analisis statistik akan digunakan untuk mengevaluasi
apakah ada hubungan signifikan antara kandungan Ochratoksin A dengan
kontaminasi jamur, kandungan Ochratoksin A dengan data klimatik, dan
kontaminasi jamur dengan data klimatik.
Pada umumnya, Ochratoksin
A muncul pada 30,4% dari sampel anggur yang dianalisis. Asal geografis berpengaruh
besar terhadap perbedaan statistik yang signifikan. Sampel anggur
terkontaminasi Ochratoksin A paling banyak yang berasal dari Italia Selatan,
dimana selama periode 5 tahun, toksin terdeteksi pada 45% sampel yang
diperiksa. Hasil ini berbeda secara signifikan dengan data sampel yang
dikumpulkan dari daerah lain yang berbeda. Tingkat kontaminasi yang sama pada
anggur dan wine juga telah direkam dari kebun anggur lain di Italia Selatan.
Kemunculan Ochratoksin A paling sedikit direkam dari Italia Pusat, yaitu hanya
3,3% sampel yang terkontaminasi. Di Italia Utara, diketahui adanya mikotoksin
pada 17,5% dari sampel yang diperiksa. Perbedaan kemunculan Ochratoksin A di
daerah Italia Pusat dan Italia Utara tidak signifikan secara statistik.
Selain itu, konsentrasi
Ochratoksin A pada sampel yang terkontaminasi dari daerah satu dan daerah
lainnya juga berbeda. Konsentrasi Ochratoksin A paling tinggi ditemukan pada
sampel yang berasal dari Italia Selatan. Sedangkan konsentrasi Ochratoksin A
pada sampel terkontaminasi yang berasal dari daerah Utara dan Pusat hanya dalam
jumlah kecil. Iklim yang berbeda berhubungan dengan letak geografi dan lintang
daerah asal, hal ini berpengaruh pada kontaminasi jamur dan Ochratoksin A.
Kemunculan Ochratoksin A ini berbeda setiap tahunnya. Pada umumnya, sampel
terkontaminasi lebih banyak terjadi pada tahun 2003 dan 2007.
Dari penelitian ini, tidak
ditemukan perbedaan konsentrasi toksin antara anggur merah dan anggur putih. Di
sisi lain, analisis dilakukan pada wine bukan anggur menunjukkan jumlah
Ochratoksin A yang lebih tinggi dalam anggur merah yang berasal dari Tuscany
dan Sisilia pada tahun 2000. Ochratoksin A sintesis pada proses pembuatan wine
belum diamati, karena alkohol menghambat pertumbuhan jamur, konsentrasi toksin
bisa lebih tinggi pada anggur (wine) merah karena adanya kulit anggur selama
pembuatan wine. Secara khusus, maserasi, yang hanya dilakukan pada anggur
(wine) merah meningkatkan Ochratoksin A diperkirakan sekitar 20%, sedangkan
fermentasi menjadi langkah utama untuk menghilangkan toksin.
Pada umumnya, spesies yang
termasuk genus Aspergillus (terutama Aspergillus bagian Nigri dan secara eteorol,
Aspergillus ochraceus, milik bagian Circumdati) terjadi lebih dari 70% dari
sampel anggur yang diuji. Persentasi sampel yang terkontaminasi dari asal
geografi satu dan lainnya bervariasi, yaitu berkisar antara 82,5% pada sampel
dari Italia Utara dan 64,8% pada anggur dari daerah Selatan. Berbeda dengan
penulis Italia lain yang melaporkan bahwa tingkat kontaminasi paling tinggi
dari seluruh spesies Aspergillus, terjadi pada anggur dari Apulia (Italia
bagian Selatan). Aspergillus niger adalah spesies utama dari genus Aspergillus
bagian Nigri yang terdapat pada seluruh sampel dengan kemunculan yang sama (dari
56,8% sampai 69,8%) pada semua daerah yang berbeda, hal ini juga telah
dikonfirmasi dengan uji Chi-square. Spesies yang paling sedikit muncul pada
sampel anggur adalah Aspergillus ochraceus dan Aspergillus carbonarius, yang
hanya muncul sebanyak 0-14,3% dan 0-9,9% dari sampel yang diuji.
Aspergillus carbonarius
yang dianggap sebagai sumber utama produksi Ochratoksin A pada anggur, terutama
muncul pada anggur yang berasal dari daerah Selatan, yaitu ditemukan 9,9% dari
sampel yang dikumpulkan selama periode 5 tahun. Dari analisis Chi-square
menyatakan bahwa anggur yang berasal dari kebun-kebun anggur daerah Selatan,
secara signifikan lebih banyak terkontaminasi Aspergillus carbonarius
dibandingkan dengan anggur-anggur dari kebun anggur daerah Utara. Sebaliknya,
spesies tersebut tidak pernah ditemukan pada anggur yang diuji dari daerah
Utara. Di Italia Pusat, kemunculan Aspergillus carbonarius tidak berbeda secara
signifikan dengan sampel-sampel dari daerah Utara maupun Selatan.
Aspergillus ochraceus yang
biasanya muncul pada daerah yang lebih hangat dari Italia, seperti daerah
tropis, secara sporadis ditemukan pada anggur baik dari daerah Italia bagian
Utara maupun Selatan, yaitu pada tahun
2003 dan 2005. Dengan menggunakan uji Chi-square, ditemukan perbedaan kemunculan
Aspergillus ochraceus secara signifikan antara daerah Italia Utara dengan
daerah lain, sementara untuk daerah Italia Pusat dan Selatan yang diamati,
tidak ditemukan perbedaan statistik. Meskipun kemunculan Aspergillus niger dan
Aspergillus carbonarius pada umumnya lebih tinggi daripada Aspergillus
ochraceus pada anggur, beberapa peneliti telah mendeteksi persentasi
Ochratoksin A positif lebih tinggi pada isolat Aspergillus ochraceus di
Argentina, Brasil dan Spanyol. Oleh karena itu, spesies ini harus dianggap
sebagai kontibutor kehadiran Ochratoksin A pada anggur dan produk olahannya.
Pada umumnya, di satu
sisi, tidak ada hubungan jelas antara keberadaan Aspergillus carbonarius,
spesies aspergillus hitam, spesies Aspergillus niger dan Aspergillus ochraceus,
dan di sisi lain kemunculan dan konsentrasi Ochratoksin A. Di daerah Utara dan
Pusat terutama, keberadaan populasi spesies tersebut yang besar tidak selalu
mengarah pada produksi Ochratoksin A. Akan tetapi, semua sampel dari daerah
Italia Selatan menunjukkan adanya spesies Aspergillus yang memproduksi
Ochratoksin A terkontaminasi oleh Ochratoksin A.
Suhu cenderung sama antara
daerah Utara, Pusat dan Selatan selama periode 5 tahun, suhu yang hampir sama
antara daerah Utara dan Pusat, sedangkan daerah Selatan cenderung lebih panas.
Pola turun hujan di daerah Utara dan Pusat juga cenderung sama, meskipun lebih
sering di daerah Utara.
Beberapa
peneliti sebelumnya telah membuktikan kontaminasi tertinggi oleh jamur
penghasil Ochratoksin A terjadi pada sampel anggur yang diambil dari Italia
Selatan, dimana suhunya lebih tinggi dan kelembabannya lebih rendah. Untuk
alasan inilah, dilakukan analisis statistik dan korelasi yang lebih rinci
dengan variabel meteorologi pada sampel ini. Terungkap hanya sedikit korelasi
negatif antara isolat Aspergillus niger dan isolat Aspergillus bagian Nigri di
satu sisi dan kelembaban relatif minimum dan di sisi lain. Tidak ditemukan
adanya hubungan signifikan antara parameter
dengan spesies lain.
Ochratoksin A terutama
ditemukan di daerah dan pada tahun yang terpanas dan terkering. Tahun 2003 yang
merupakan tahun terpanas dan paling kering, ditemukan jumlah sampel yang
terkontaminasi Ochratoksin A lebih tinggi secara signifikan. Kondisi
meteorologi, serta kedekatannya dengan laut, telah terbukti berperan utama
dalam menentukan adanya Ochratoksin A dalam buah anggur.6
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Kemunculan Ochratoksin A
dan jamur penghasil Ochratoksin A pada anggur Italia dan anggur-anggur yang
tumbuh di negara lain telah dilaporkan pada beberapa penelitian. Hasil dari
penelitian mengkonfirmasikan bahwa risiko tinggi kontaminasi jamur dan Ochratoksin
A berada di daerah Italia bagian Selatan, pada tahun yang sangat kering dan
panas, seperti pada tahun 2003, konsentrasi Ochratoksin A dalam anggur mencapai
tingkat yang sangat tinggi. Di sisi lain, keberadaan jamur penghasil
Ochratoksin A di daerah Utara dan Pusat tidak mengarah pada produksi toksin
pada level yang membahayakan kesehatan manusia di tahun penelitian itu. Secara
keseluruhan, batas tingkat konsentrasi Ochratoksin A yang diijinkan ditemukan
pada 2,5% dari lebih dari 200 sampel anggur diuji selama lima tahun.
Ochratoksin A merupakan
masalah yang berasal dari kebun anggur. Aspergilli hitam merupakan jamur utama
yang bertanggung jawab atas kehadiran Ochratoksin A dalam anggur, secara alami
terdapat pada kebun anggur, dan jamur dapat diisolasi dari tandan mulai dari
tahap awal pengembangan berry, meskipun kemunculannya lebih relevan dari
veraison awal. Akan tetapi, aspergilli hitam juga memiliki keterbatasan dalam
kemampuannya menginfeksi buah dan menghasilkan Ochratoksin A pada tiap-tiap
varietas buah anggur yang berbeda.
Kondisi iklim dan lokasi
geografis merupakan faktor penting dalam akumulasi Ochratoksin A pada buah
anggur. Kerusakan buah akibat faktor abiotik dan biotik, memberikan kemudahan
untuk aspergilli hitam dan efisiensinya dalam meningkatkan produksi Ochratoksin
A.
Tindakan-tindakan untuk
mengontrol mikroflora beracun di kebun anggur harus mempertimbangkan titik
kontrol kritis. Selain itu, juga perlu dilakukan pemantauan terhadap
Ochratoksin A dalam anggur dan produk olahannya, terutama pada daerah yang
berisiko tinggi terjadinya kemunculan toksin dan jamur penghasil Ochratoksin A.
LAMPIRAN
1
DAFTAR
PUSTAKA
4. Yani,
Alvi., 2007, Cendawan Penghasil
Okratoksin pada Kopi dan Cara Pencegahannya, Buletin Teknologi Pascapanen
Pertanian, vol 3.
5.
Miskiyah, et all., 2010, Kontaminasi Mikotoksin pada
Buah Segar
dan Produk Olahannya serta Penanggulangannya, vol
29 (3).
6.
Luchetta, Gianluca.,et all., 2010, Occurrence
of Black Aspergilli on Grapes in Italy, vol 2, 840-855.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar