4shared

Powered By Blogger

Jumat, 11 Mei 2012

Foodborne Agent - Proteus vulgaris


TUGAS MIKROBIOLOGI PANGAN
SPESIES PADA KERUSAKAN PANGAN
“ BAKTERI PROTEUS VULGARIS”



Kelompok  :
Lingga Eytias Pratiwi                         (22030110141026)
Desy Prima Lestari                            (22030110141029)
Andriani Rizka Yasmina                    (22030110110017)





PROGRAM STUDI ILMU GIZI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2012
BAB I
PENDAHULUAN

Bahan makanan, selain merupakan sumber gizi bagi manusia, juga merupakan sumber makanan bagi mikroorganisme. Pertumbuhan mikroorganisme dalam bahan pangan dapat menyebabkan perubahan yang menguntungkan, seperti perbaikan bahan pangan secara gizi, daya cerna ataupun daya simpannya. Namun, pertumbuham mikroorganisme dalam bahan pangan juga dapat mengakibatkan perubahan fisik atau kimia yang tidak diinginkan, sehingga bahan pangan tersebut tidak layak dikomsumsi. Kejadian ini biasanya terjadi pada pembusukan bahan pangan. Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara atau substrat untuk pertumbuhan mikroorganisme patogenik dan organisme lain penyebab penyakit. Penyakit menular yang cukup berbahaya seperti tifus, kolera, disentri, atau TBC, mudah tersebar melalui bahan makanan.1
Gangguan-gangguan kesehatan, khususnya gangguan perut akibat makanan disebabkan antara lain oleh kebanyakan makan, alergi, kekurangan zat gizi, keracunan langsung oleh bahan-bahan kimia, tanaman atau hewan beracun; intoksifikasi yang dihasilkan bakteri; dan mengkomsumsi pangan yang mengandung parasit-parasit hewan dan mikroorganisme. Gangguan-gangguan ini sering dikelompokkan menjadi satu karena memiliki gejala yang hampir sama dalam penentuan penyebabnya.1
Secara umum, istilah keracuan makanan yang sering digunakan untuk menyebut gangguan yang disebabkan oleh mikroorganisme, mencakup gangguan-gangguan yang diakibatkan termakannya toksin yang dihasilkan organisme-organisme tertentu dan gangguan-gangguan akibat terinfeksi organisme penghasil toksin. Toksin-toksin dapat ditemukan secara alami pada beberapa tumbuhan dan hewan atau suatu produk metabolit toksik yang dihasilkan suatu metabolisme. Dengan demikian, intoksikasi pangan adalah gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan, sedangkan infeksi pangan disebabkan masuknya bakteri ke dalam tubuh melalui makanan yang telah terkontaminasi dan sebagai akibat reaksi tubuh terhadap bakteri atau hasil-hasil metabolismenya.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.   Kerusakan Pangan
Bahan pangan atau makanan disebut busuk atau rusak jika sifat-sifatnya telah berubah sehingga tidak dapat diterima lagi sebagai makanan. Kerusakan atau kebusukan pangan juga merupakan mutu yang subyektif, yaitu seseorang mungkin menyatakan suatu pangan sudah busuk atau rusak, sedangkan orang lainnya menyatakan pangan tersebut belum rusak/busuk. Orang yang sudah biasa mengkonsumsi makanan yang agak basi mungkin tidak merasa bahwa makanan tersebut dari segi kesehatan mungkin sudah tidak layak untuk dikonsumsi.
Gejala keracunan sering terjadi karena seseorang mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya, termasuk mikroorganisme, yang tidak dapat dideteksi langsung dengan indera manusia. Bahan-bahan kimia berbahaya yang terdapat pada makanan sukar diketahui secara langsung oleh orang yang akan mengkonsumsi makanan tersebut, sehingga seringkali mengakibatkan keracunan. Mikroorganisme berbahaya yang terdapat di dalam makanan kadang-kadang dapat dideteksi keberadaannya di dalam makanan jika pertumbuhan mikroorganisme tertentu menyebabkan perubahan-perubahan pada makanan, misalnya menimbulkan bau asam, bau busuk, dan lain-lain. Akan tetapi tidak semua mikroorganisme menimbulkan perubahan yang mudah dideteksi secara langsung oleh indera kita, sehingga kadang kadang juga dapat menimbulkan gelala sakit pada manusia jika tertelan dalam jumlah sangat kecil di dalam makanan. Jumlah yang sangat kecil ini tidak mengakibatkan perubahan pada sifat-sifat makanan.1
Beberapa makanan bisa dinyatakan aman untuk dikonsumsi, jika makanan-makanan tersebut diproses dengan proses dekontaminasi yang terkontrol dengan baik seperti pasteurisasi dan sterilisasi, seperti susu sterilisasi atau pasteurisasi, es krim dan makanan-makanan kaleng. Proses dekontimasi air kemasan dilakukan dengan klorinasi dan filtrasi. Makanan lain seperti roti, tepung, jam, madu, pikel, manisan buah termasuk makanan yang dinyatakan aman, karena kompisisi dan proses pengolahan makanan tersebut menyebabkan kondisi yang tidak mendukung pertumbuhan mikroorganisme. Beberapa sifat makanan dan bahan pangan, seperti pH kurang dari 4.5, kadar air rendah (aw<0.86) atau kadar gula atau kadar garam yang tinggi. Sifat-sifat ini biasa digunakan dalam pengawetan makanan. 1
Saat ini masyarakat lebih dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan atau bahan pangan segar dari pada makanan atau bahan pangan yang sudah diawetkan. Hal ini memberi kesempatan mikroorganisme untuk mengkontaminasi gangguan saluran pencernaan jika bahan pangan segar tersebut tidak ditangani dengan baik. Terdapat tiga jalur yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk mengkontaminasi makanan, yaitu bahan baku dan ingredien, pekerja pada pengolahan makanan dan lingkungan pengolahan.1

1.    Tanda-tanda Kerusakan Pangan1
Berbagai tanda-tanda kerusakan pangan dapat dilihat tergantung dari jenis pangannya, beberapa diantaranya misalnya:
Perubahan kekenyalan pada produk-produk daging dan ikan, disebabkan pemecahan  struktur daging oleh berbagai bakteri.
Pelunakan tekstur pada sayur-sayuran, terutama disebabkan oleh Erwina carotovora, Pseudomonas marginalis, dan Sclerotinia sclerotiorum.
Perubahan kekentalan pada susu, santan, dan lain-lain, disebabkan oleh penggumpalan protein dan pemisahan serum (skim).
Pembentukan lendir pada produk-produk daging,ikan, dan sayuran, yang antara lain disebabkan oleh pertumbuhan berbagai mikroba seperti kamir, bakteri asam laktat (terutama oleh Lactobacillus. Pada sayuran pembentukan lendir sering disebabkan oleh P. marjinalis dan Rhizoctonia sp.
Pembentukan asam, umumnya disebabkan oleh berbagai bakteri seperti Lactobacillus, Acinebacter, Bacillus, Pseudomonas, proteus, Microrocci, Clostidium, dan enterokoki.
Pembentukan warna hijau pada produk-produk daging, terutama disebabkan oleh:
  a. Pembentukan hidrogen peroksida (H2O2) oleh L. Viridescens, L. fructovorans,   L.jensenii, Leuconostoc, Enterococcus faecium dan E.faecalis
  b. Pembentukan hidrogen sulfida (H2S) oleh Pseudomonas mephita, Shewanell putrefaciens, dan Lactobacillus sake.
Pembentukan warna kuning pada produk-produk daging, disebabkan oleh Enterococcus cassliflavus dan E. mundtii.
Pembentukan warna hitam pada sayuran, misalnya oleh Xanthomonas camprestis, Aspergillus niger, dan Ceratocystis frimbiata.
Perubahan warna pada biji-bijian dan serealia karena pertumbuhan berbagai kapang, misalnya Penicillum sp. (biru-hijau), Aspergillus sp. (hijau), Rhizopus sp. (hitam).

Perubahan bau, misalnya:
  a. timbulnya bau busuk oleh berbagai bakteri karena terbentuknya amonia, H2S, Indol,dan senyawa-senyawa amin seperti diamin kadaverin dan putresin.
  b. Timbulnya bau anyir pada produk-produk ikan karena terbentuknya trimetilamin (TMA) dan histamin.

       2. Indentifikasi Kerusakan Pangan1
Kerusakan bahan pangan dapat dibedakan atas beberapa jenis yaitu :
1. Kerusakan fisik karena benturan, Sayatan, dan lain-lain.
2. Kerusakan kimia karena terjadinya reaksi kimia, baik enzimaris maupun nonenzimatis,     seperti ketengikan, pencoklatan , dan lain-lain.
3. Kerusakan biologis yang disebabkan oleh beberapa faktor yaitu:
    • Mikroorganisme perusak makanan (kapang, kamir dan bakteri).
    • Serangga perusak pangan.


B.   Bakteri
Bakteri merupakan organisme bersel-tunggal yang bereproduksi dengan cara sederhana, yaitu dengan pembelahan biner yang berarti satu sel membelah menjadi dua sel. Waktu generasi yang dibutuhkan oleh sel untuk membelah, bervariasi tergantung dari spesies dan kondisi pertumbuhan.2 Sebagian besar bakteri hidup bebas dan mengandung informasi genetik dan memiliki sistem biosintetik dan penghasil energi yang penting untuk pertumbuhan dan reproduksinya. 3
Dalam beberapa hal bakteri berbeda dari eukariot. Bakteri tidak memiliki ribosom 80S maupun organel bermembran, seperti nukleus, mitokondria, lisosom, retikulum endoplasma maupun badan golgi, bakteri tidak memiliki flagela fibril atau struktur silia seperti pada sel eukariot. Bakteri memiliki ribosom 70S dan kromosom sirkuler tunggal (nukleoid) tanpa sampul yang disusun oleh asam deoksiribonukleat untai-ganda (DNA) yang bereplikasi secara amitosis. Jika terjadi pergerakan sering disebabkan adanya struktur flagela filamen-tunggal. Sejumlah bakteri memiliki mikrofibril eksternal (pili atau fimbria) yang berfungsi untuk menempel.3
Beberapa sifat morfologi bakteri sangat penting dalam hubungannya dengan pertumbuhan pada makanan dan ketahanannya terhadap pengolahan. Sifat-sifat tersebut misalnya bentuk dan pengelompokkan sel, susunan dinding sel, pembentukkan kapsul, dan pembentukkan endospora.2
Semua bakteri yang tumbuh pada makanan bersifat heterotropik, yaitu membutuhkan zat organik untuk pertumbuhannya. Dalam metabolismenya bakteri heterotropik menggunakan protein, karbohidrat, lemak, dan komponen makanan lainnya sebagai sumber karbon dan energy untuk pertumbuhannya.2
Jika tumbuh pada bahan pangan, bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan pada penampakkan maupun komposisi kimia dan cita-rasa bahan pangan tersebut. Perubahan yang dapat terlihat dari luar misalnya perubahan warna, pembentukkan film atau lapisan pada permukaan seperti pada minuma atau makanan cair/padat, pembentukkan lendir, pembentukkan endapan atau kekeruhan pada minuman, pebentukkan gas, bau asam, bau alkohol, bau busuk, dan berbagai perubahan lainnya.2

C.   Proteus sp
1.    Morfologi
Proteus sp termasuk kedalam family Enterobacteriaceae, bakteri bentuk batang, gram negatif, tidak berspora, tidak berkapsul, dan berflagel peritrikat. Bakteri ini berukuran 0,4 -0,8 x 1,0 – 3,0 mm. Proteus sp termasuk dalam bakteri non laktosa fermenter, bersifat fakultatif aerob/anaerob.4
Kelompok ini merupakan prokariot yang memiliki suatu profil dinding sel (tipe Gram-negatif) kompleks yang terdiri dari satu membran luar dan satu membran dalam, lapisan peptidoglikan yang tipis (yang mengandung asam muramat yang terdapat pada semua peptidoglikan tapi sejumlah organisme tidak memiliki bagian ini pada dinding selnya). Dan suatu variabel pelengkap dari komponen lain di luar atau di antara lapisan ini. Kelompok ini biasanya bersifat Gram-negatif. Bentuk sel berupa bola, oval, batang lurus atau melengkung, memutar, atau filamen; beberapa bentuk tersebut dapat berselubung atau berkapsul. Reproduksi dengan cara pembelahan biner tetapi beberapa kelompok terlihat membentuk tunas, dan suatu kelompok jarang memperlihatkan pembelahan multipel. Fruiting body (kumpulan sel dan lendir) dan miksospora dapat dibentuk oleh Miksobacteria. Gerakan berenang, meluncur, dan gerak tanpa berpindah tempat biasanya teramati. Anggota divisi mungkin bakteri fototropik atau nonfototrof (di antara litotropik dan heterotropik), dan termasuk aerobik, fakultatif anaerobik, dan spesies mikroaerofilik; beberapa anggota merupakan parasit intraseluler obligat.4

2.    Sifat biakan
Merupakan bakteri aerob/anaerob fakultatif, proteus sp mengeluarkan bau khas dan swarming pada media BAP. Proteus sp menunjukkan pertumbuhan yang menyebar pada suhu 370C. Proteus sp membentuk asam dan gas dari glukosa yang sifatnya khas, antara lain : mengubah fenil alanin menjadi asam fenil alanin piruvat atau PAD dan menghidrolisa urea dengan cepat karena adanya enzim urease yang bersifat alkali asam dengan bentuk H2S.
3.    Patogenitas
Proteus sp termasuk kuman pathogen, menyebabkan infeksi saluran kemih,saluran pencernaan atau kelainan bernanah seperti abses, infeksi luka. Penularan penyakit oleh bakteri proteus sp melalui air sumur yang digunakan oleh penduduk untuk mandi, mencuci makanan dan air minum yang kemungkinan bakteri ini masuk kedalam tubuh melalui luka serta menyebabkan kelainan pada saluran pencernaan atau saluran kemih yang dapat menyebabkan diare terutama pada anak-anak.4












BAB III
Proteus vulgaris
t_261256D.jpg proteus_vulgaris_bacteria_b2201729.jpg

Proteus vulgaris adalah bakteri chemoheterotroph yang termasuk dalam gram-negatif dan berbentuk batang (basili) namun dalam koloni bakteri ini berbentuk bulat (coccus).. Ukuran sel individu bervariasi dari 0,4 ~ 1,2 ~ 0.6μm. Diameter bakteri 0.4-0.8 μm dan panjang bakteri 1-3 μm. Diseluruh tubuh bakteri ini terdapat bulu cambuk yang dinamakan flagela peritrichous. Keberadaan bulu cambuk ini menyebabkan pergerakan bakteri ini sangat aktif. Pada percobaan pengkulturan bakteri, di bawah mikrokoskop bakteri ini berwarna merah muda, inilah yang menunjukkan bahwa proteus vulgaris merupakan bakteri golongan gram negatif. 5
Gambar 1. Proteus vulgaris
Salmonellaenteritidis_EMB_fig16.jpg


Gambar 2. Proteus vulgaris dalam agar

Isolasi organisme5
Dengan teknik mikrobiologi dasar, sampel diyakini mengandung Proteus yang pertama diinkubasi pada agar nutrisi untuk membentuk koloni. Untuk menguji karakteristik Gram-negatif dan oksidase dari Enterobacteriaceae, Gram noda dan tes oksidase dilakukan. Organisme Candidae adalah gram dan oksidase negatif. Koloni kepentingan tersebut kemudian diinokulasi ke sebuah media kultur selektif, agar agar MacConkey6. Garam empedu dalam medium, sebagai bagian normal dari flora usus, menekan organisme yang biasanya tidak bagian dari lingkungan rumah Proteus. Agar-agar McConkey mengandung laktosa, yaang Proteus tidak memfermentasi, memungkinkan diferensiasi organisme dengan fermentasi yang berbeda. Proteus, anaerob, dapat dibedakan lebih lanjut dengan menginkubasi kultur dalam kondisi anaerobik.
Struktur dan metabolisme sel5
Spesies Proteus memiliki membran luar extracytoplasmic. Membran luar berisi lipid bilayer, lipoprotein, polisakarida, dan lipopolisakarida. Tidak ada spora atau kapsul terbentuk.
P. vulgaris memperoleh energi dan elektron dari molekul organik. P. vulgaris memfermentasi glukosa, sukrosa galaktosa, gliserol dan sesekali maltosa dengan produksi gas, tetapi tidak pernah laktosa; ia mencairkan gelatin, kasein, dan serum darah, mengentalkan susu dengan cara produksi asam. Hal ini tidak terbatas pada kisaran suhu tertentu, tetapi pertumbuhan yang baik terjadi pada 20o dan 30o, sedangkan pertumbuhan yang rendah pada 37o.
P. vulgaris memiliki dua fitur yang menarik. Sel-sel dapat mengubah tempat dan berjumlah banyak di seluruh permukaan lempeng agar-agar, membentuk lapisan bakteri yang sangat tipis. Ketika sel-sel berhenti dan menjalani siklus pertumbuhan dan pembelahan, periode yang dalam jumlah banyak diselingi dengan periode dan koloni yang memiliki zonasi yang berbeda (Gambar A). Fitur lainnya adalah bahwa P. vulgaris dapat menghasilkan urease dan urea untuk menurunkan amonia. Dengan zat basa urin, P. vulgaris membuat lingkungan lebih cocok untuk kelangsungan hidupnya.
proteus3.jpg
(Gambar B) Kemampuan Proteus untuk menurunkan urea menjadi ammonia dengan produksi enzim urease. Hal ini membedakan mereka dari enteric lain dan digunakan dalam tes diagnostic sederhana. Bakteri diisolasi dari sampel urin yang diinokulasi ke sebuah agar yang mengandung urea dan indikator fenol merah. Setelah inkubasi semalam, amonia yang dihasilkan oleh proteus meningkatkan pH dan perubahan warna medium dari kuning ke merah.7
Ekologi5
P. vulgaris dikatakan hadir di semua limbah, sumber konstan kontaminasi, yaitu sarana yang menguntungkan bagi pertumbuhan.
Infeksi P. mirabilis cenderung yang mentoksikasi masyarakat namun, P. vulgaris lebih rentan menyebabkan infeksi nosokomial. Untuk mencegah penularan patogen nosokomial di rumah sakit, kegigihan dari patogen nosokomial pada permukaan dinilai. Semakin lama patogen nosokomial tetap di permukaan, semakin lama mungkin menjadi sumber penularan dan dengan demikian ada kesempatan yang lebih tinggi terpapar pasien rentan atau personil rumha sakit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa P. vulgaris bertahan 1-2 hari.
Untuk mengurangi risiko penularan patogen nosokomial dari permukaan benda mati untuk pasien yang rentan, disinfeksi permukaan spesifik di tempat perawatan dianjurkan.
Patologi5
            P. vulgaris dan P. mirabilis merupakan dua sepesies Proteus umum terkait dengan infeksi manusia. Salah satu faktor virulensi diidentifikasi adalah bahwa mereka mengandung fimbriae. Bahan kimia tertentu di ujung pili memungkinkan organisme untuk berpindah ke tempat yang diinginkan. Karena adanya flagela peritrichouse, Proteus sangat motil. Infeksi yang paling umum disebabkan oleh genus ini adalah infeksi saluran kemih dan infeksi luka. P. miriabilis adalah agen utama dalam ISK. Proteus berlimpah dalam produksi urease. Urease membagi urea menjadi karbon dioksida (CO2) dan amonia (NH3). Ammonia menyebabkan urin menjadi sangat basa (pH> 7), dan dapat menyebabkan pembentukan batu ginjal. Beberapa gejala infeksi Proteus termasuk nyeri panggul, hematuria, dan urin yg bersifat alkali secara tetap.
Terapi antibiotik5
            Spesies Proteus sangat resisten terhadap antibiotic, sehingga infeksi bisa menjadi sulit disembuhkan. Plasmid mereka bertanggung jawab untuk menyebarkan gen-gen resistensi antibiotic dalam populasi mikroba. Banyak spesies Proteus yang sudah resisten terhadap berbagai macam obat yang kemudian dikodekan pada plasmid yang dapat berpindah. Plasmid yang sudah resisten dapat ditransfer dengan frekuensi mulai dari 2x10-4 sampai 4x10-2 per sel donor. Oleh karena itu, plasmid yg sudah tahan terhadap antibiotik dapat dengan mudah berpindah.
            Proteus vulgaris paling sedikit resisten terhadap siprofloksasin dan sefotaksin. Namun apabila sudah dikenalkan pada obat ini maka pada pemakaian selanjutnya dosis harus dinaikkan.

Bakteri ini ditemukan dalam bahan makanan yang membusuk, kotoran, air, dan tanah, yang termasuk strain yang mengaglutinasi dalam serum tifus dan karena itu digunakan dalam diagnosis tifus. Bakteri ini juga sering menjadi penyebab infeksi saluran kemih.











BAB IV
BIOKIMIA MIKROBA

Deskripsi singkat mikroba
Pada percobaan pengkulturan bakteri, di bawah mikrokoskop bakteri ini berwarna merah muda. Ini menunjukkan bahwa proteus vulgaris merupakan bakteri golongan gram negatif.7 Bakteri ini berbentuk dasar batang (basili) namun dalam koloni bakteri ini berbentuk bulat (coccus). Diseluruh tubuh bakteri ini terdapat bulu cambuk yang dinamakan flagela peritrichous. Keberadaan bulu cambuk ini menyebabkan pergerakan bakteri ini sangat aktif.7 Diameter bakteri 0.4-0.8 μm dan panjang bakteri 1-3 μm.
Pada tes fermetatif, bakteri ini di inokulasi dalam media yang mengandung sukrosa, dekstrosa dan laktosa kemudian di inkubasi selama 24 jam. Dari tes ini, bakteri mengalami perubahan warna dari merah menjadi kuning. Tes ini menunjukkan bahwa bakteri ini tergolong bakteri fakultatif anaerob yaitu bakteri yang dapat tumbuh dan berkembang di media tanpa oksigen. Suhu optimum pertumbuhan bakteri ini adalah 37 ˚C.
Produk Pertumbuhan P. Vulgaris9
Para ilmuwan menggunakan medium kaldu yang mengandung 0,4% ekstrak daging Liebig, 1 % pepton Witte dan 0,5 % sodium klorida untuk melihat produk pertumbuhan P.vulgaris. Dari penelitian didapati bahwa P. vulgaris lebih konstan dalam lingkungan fermentasi dekstrosa dan sakarosa dibandingkan dengan lingkungan fermentasi laktosa. Penelitian juga menunjukkan bahwa P. vulgaris merupakan organisme bakteri pembusuk yang menguraikan casein, menghasilkan bahan-bahan yang berkaitan dengan pembusukan seperti ammonia, hidrogen sulfida, asam lemak, aromatic oxyacid, indol dan indolacetic acid.  Dalam kondisi yang menguntungkan di dalam usus manusia, bakteri dapat menghasilkan produk yang membahayakan keselamatan manusia.
Sifat Patogenik P. vulgaris9
Sebelum mengetahui sifat patogen P. vulgaris pada manusia, para peneliti menguji coba kan sifat patogen ini pada binatang terlebih dahulu.
Percobaan dengan menginjeksikan kaldu yang berisi P,vulgaris melalui kulit objek marmut menunjukkan bahwa bakteri ini dapat menimbulkan ulser yang besar yang sulit disembuhkan. Ketika diinjeksikan pada dinding peritoneal, berat badan marmut menurun drastis dari 575 gram menjadi 301 gram dalam 16 hari kemudian terjadi peleburan peritoneal yang menyebabkan kematian pada marmut.
Percobaan dengan menggunakan monyet (Macacus rhesus) menunjukkan bahwa invasi P. vugaris dapat menyebabkan penebalan dinding usus, pendarahan usus dan terdapat ulser-ulser kecil yang tersebar di seluruh usus sehingga monyet mengalami diare dengan feses yang mengandung eksudat. Akibat dari invasi P. vulgaris ini menjadikan monyet sangat lemah dan tidak sadarkan diri.
Percobaan dengan menggunakan kelinci dan simpanse muda menunjukkan bahwa invasi P. vulgaris juga dapat menyebabkan diare yang berujung pada kematian.
Sifat Toksisitas P. vulgaris9
Metode Levy and Vaughan merupakan metode yang digunakan untuk melihat sifat toksisitas dari P. vulgaris. Metode ini mengkulturkan bakteri dengan penambahan alkohol 70% kemudian di sentrifuse lalu dikeringkan dengan vakum.
Ketika kultur bakteri ini dicampurkan dengan larutan garam yang berisi 1% sodium carbonate, alkohol,  HCl, magnesium sulfat, dan amonium sulfat kemudian diinjeksikan ke dinding usus marmut dengan dosis 100gram/berat badan akan menyebakan marmut berteriak keras dan mengalami kejang perut yang hebat.. kemudian marmut menjadi lunglai, pergerakan menurun drastis, dan suhu tubuh turun menjadi 32°C dan disertai muntah. Setelah itu marmut akan mengalami kematian pada waktu enam hingga dua puluh jam.
Otopsi pada marmut ditemukan bahwa terdapat bercak-bercak pendarahan, terdapat fibrin eksudat di hati, limpa dan saluran cerna, hati membengkak dan mengalami perubahan warna menjadi gelap, terjadi pembesaran pembuluh darah pada saluran cerna, terjadi pembesaran jantung dan terdapat spot pendarahan kecil di dalam jaringan perikardium.
Dengan pemeriksaan mikroskopik, pada jaringan terdapat degenerasi granula hati dan ginjal. Injeksi kultur P. vulgaris ini juga menyebabkan terjadi distensi limpa dan jantung.
Dengan melihat produk hasil pertumbuhan P.vulgaris, sifat patogenik dan toksistasnya pada hewan dapat disimpulkan bahwa Proteus vulgaris merupakan bakteri patogen.
Dari penelitian lain juga dapat diketahui bahwa keberadaan bakteri ini dapat menyebabkan terjadi kejadian keracunan makanan, penyakit diare pada anak-anak di musim panas, diare pada anak sapi, penyakit tifus, difteri,kholera dan menjadi penyebab beberapa keadaan instensinal yang abnormal.10













BAB V
KESIMPULAN
1.    Intoksikasi pangan adalah gangguan akibat mengkonsumsi toksin dari bakteri yang telah terbentuk dalam makanan
2.    Tanda kerusakan pangan dapat dilihat dari perubahan tekstur, perubahan kekentalan, perubahan favor, dan perubahan warna.
3.    Proteus vulgaris merupakan bakteri bergram negatif yang masuk ke dalam family Enterobacteriaceae yang bersifat fermentatif, putrefactif dan patogen.
4.    Proteus vulgaris stabil dalam lingkungan fermentasi dektrosa dan sakarosa namun tidak stabil dalam lingkungan fermentasi laktosa.
5.    Hasil produk P. vulgaris berupa bahan-bahan yang berkaitan dengan pembusukan seperti ammonia, hidrogen sulfida, asam lemak, aromatic oxyacid, indol dan indolacetic acid yang dapat membahayakan manusia.
6.    Proteus vulgaris ditemukan dalam bahan makanan yang membusuk, kotoran, air, dan tanah.
7.    Proteus vulgaris dapat menyebabkan tifus dan infeksi saluran kemih.











BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1.    Siagian, Albiner. 2002. Mikroba Patogen pada Makanan dan Sumber Pencemarannya. USU. Sumatra Barat
2.    Fardiaz, Srikandi. 1992. Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
3.    Purves, Bill dan Sadava, David. 2003. Life The Science of Biology 7th Edition. Sinauer Associates Inc. New York.
7.    http://www.biology.ed.ac.uk/archive/jdeacon/microbes/proteus.htm
8.    http://www2.truman.edu/~jherrera/microbiology05/pvulgaris.htm
9.    Br C. A Herter, Carl Ten Broeck:  A Biochemical Study of Proteus Vulgaris  Hauser, Journal of Biology: New York.
10. Smith, Theobald: Modification, temporary and permanent of the physiological characters of bacteria in mixed cultured, Trans. Ass. Of Amer. Phys. Ix,pp. 85-106, 1894

Tidak ada komentar:

Posting Komentar