Tugas
Mikrobiologi Pangan
Leuconostoc mesenteroides
Disusun
oleh:
Anggi
Irna Mantika 22030110120053
Zainab
Sholihah 22030110120054
Iqbal
Kameswara PS 22030110120055
Program
Studi Ilmu Gizi Fakultas Kedokteran
Universitas
Diponegoro
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
Foodborne disease adalah
penyakit yang disebabkan karena mengkonsumsi makanan atau minuman yang
tercemar. Foodborne disease disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme
atau mikroba patogen yang
mengkontaminasi
makanan. Selain itu, zat kimia beracun, atau zat berbahaya lain dapat
menyebabkan foodborne disease jika zat-zat tersebut terdapat dalam
makanan.
Makanan yang berasal baik dari hewan maupun tumbuhan
dapat berperan sebagai media pembawa mikroorganisme penyebab penyakit pada manusia.
Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia. Dalam
kehidupannya
manusia membutuhkan makanan untuk hidup. Jika tidak memperhatikan kebersihan makanan dan
lingkungan, makanan dapat merugikan bagi manusia.
Makanan yang berasal baik dari hewan atau tumbuhan dapat
berperan sebagai media pembawa mikroorganisma penyebab penyakit pada manusia. Mikroorganisma
yang menimbulkan penyakit ini dapat berasal dari makanan asal hewan yang
terinfeksi penyakit tersebut atau tanaman yang terkontaminasi. Makanan yang
terkontaminasi selama prosesing atau pengolahan dapat berperan sebagai media penularan
juga.
Penularan foodborne disease oleh makanan dapat bersifat
infeksi. Artinya suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya mikroorganisma yang
hidup, biasanya berkembangbiak pada tempat terjadinya peradangan. Pada kasus
foodborne disease mikro organisma masuk bersama makanan yang kemudian dicerna
dan diserap oleh tubuh manusia. Kasus foodborne desease dapat terjadi dari
tingkat yang tidak parah sampai tingkat kematian.
BAB
II
ISI
I.
Bakteri Asam Laktat
Bakteri asam laktat (BAL) secara luas digunakan sebagai
starter untuk fermentasi minuman, daging dan sayuran. BAL umum digunakan dalam
industri fermentasi saos dilaporkan oleh Stiles dan Hastings. Selain itu
berperan sebagai bahan flavor dan pengembang warna. Mikroorganisme ini berperan
dalam perubahan tekstur, aroma, warna, kecernaan dan kualitas nutrisi produk
fermentasi.[1]
Bakteri asam laktat termasuk mikroorganisme yang aman
jika ditambahkan dalam pangan karena sifatnya tidak toksik dan tidak
menghasilkan toksin, maka disebut food grade microorganism atau
dikenal sebagai mikroorganisme yang Generally Recognized As Safe (GRAS) yaitu
mikroorganisme yang tidak beresiko terhadap kesehatan, bahkan beberapa jenis
bakteri tersebut berguna bagi kesehatan. BAL bermanfaat untuk peningkatan
kualitas higiene dan keamanan pangan melalui penghambatan secara alami
terhadap flora berbahaya yang bersifat patogen. BAL dapat berfungsi sebagai
pengawet makanan karena mampu memproduksi asam organik, menurunkan pH
lingkungannya dan mengeksresikan senyawa yang mampu menghambat mikroorganisme
patogen seperti H2O2, diasetil, CO2, asetaldehid, d-isomer asam asam amino dan
bakteriosin.
Bakteriosin merupakan senyawa protein yang dieksresikan
oleh bakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri lain terutama yang
memiliki kekerabatan erat secara filogenik. Senyawa ini mudah terdegradasi oleh
enzim proteolitik dalam pencernaan manusia dan hewan. Bakteriosin banyak
diteliti karena berpotensi sebagai pengawet makanan alami dan dapat
diaplikasikan di bidang farmasi.
Beberapa jenis bakteriosin mempunyai spektrum yang luas
dan mempunyai aktivitas menghambat terhadap pertumbuhan beberapa patogen
makanan seperti Listeria monocytogenes dan S. aureus. Beberapa
spesies dari genus Lactobacillus dilaporkan menghasilkan bakteriosin
seperti lactocin 27 oleh L. helveticus LP27; lactacin F oleh L.
acidophilus 88; plantacin B oleh L. plantarum NCDO 1193; sakacin A
oleh L.sake Lb 706; brevicin 37 oleh L brevis B37. Dari kelompok
lain nisin dihasilkan oleh Lactococcus lactis; colicins oleh E.
coli.[1]
Bakteriosin yang dihasilkan oleh bakteri asam laktat
mudah diterima sebagai bahan tambahan dalam makanan baik oleh ahli kesehatan
maupun oleh konsumen karena bakteri ini secara alami berperan dalam proses
fermentasi makanan.[1]
II.
Leuconostoc
Leuconostoc
adalah bakteri gram-positif, katalase negatif, dengan morfologi seperti kokus
dan dapat menyebabkan infeksi pada manusia. Kasus infeksi Leuconostoc pertama
pada manusia ditemukan tahun 1985 dan sejak saat itu, bakteri ini sering
dikaitkan pada berbagai infeksi yang menyerang pasien rumah sakit dengan
kekebalan tubuh yang rentan ataupun pasien yang menggunakan antibiotika
vankomisin. Salah satu spesies yang diketahui menyebabkan infeksi pada manusia
adalah Leuconostoc mesenteroides subspesies mesenteroides. Leuconostoc umumnya
berbentuk sferis, tersusun berpasangan atau berkelompok membentuk rantai, dan
terkadang hanya berupa sel tunggal.
Beberapa spesies bakteri ini
merupakan bakteri asam laktat yang baik untuk kesehatan dan sering digunakan
dalam pengolahan pangan (fermentasi). Contoh produk pangan yang dibuat dengan
bantuan Leuconostoc adalah krim asam,
cottage cheese, dan buttermilk. Bakteri ini dapat memfermentasi laktosa dan
glukosa melalui jalur heterofermentatif.
Leuconostoc
merupakan anggota dari famili streptococcaceae
yang bersifat katalase negatif, berbentuk kokus dalam rangkaian membentuk
rantai atau tetrad. Bakteri ini tidak mempunyai beberapa atau semua komponen
sitokroma. Oleh karena itu, tidak dapat menggunakan oksigen, dan mungkin hanya
sedikit sekali menggunakan asam amino untuk energi. Energi diperoleh dengan
cara fermentasi gula, dan kebanyakan spesies bakteri ini memproduksi asam
berlebihan sehingga menurunkan pH medium sampai dibawah 5.0. Leuconostoc juga
termasuk bakteri yang berifat osmofilik atau sakarofilik yang dapat tumbuh pada
medium dengan konsentrasi gula tinggi, tetapi kebanyakan bakteri yang disebut
osmofilik sebenarnya hanya bersifat osmotoleran yaitu dapat tumbuh dengan atau
tanpa konsentrasi gula tinggi.
Leuconostoc
merupakan jenis bakteri yang bersifat heterofermentatif, yaitu memfermentasi
gula menjadi asam laktat, CO2, dan etanol atau asam asetat. Sifat-sifat Leuconostoc yang penting dalam
mikrobiologi pangan, baik yang merugikan maupun yang menguntungkan, adalah
sebagai berikut:
1.
Dapat memfermentasi
asam sitrat menjadi diasetil, misalnya oleh L.
dextranicum dan L. cremoris,
sehingga sering digunakan dalam pembuatan keju untuk meningkatkan cita rasa.
2.
Tahan garam
sehingga sering berperan dalam memfermentasi awal produk yang mengandung garam,
misalnya L.mesenteroides pada
sauerkraut dan pikel.
3.
Dapat memulai
fermentasi dengan cepat sehingga menghambat bakteri lain yang tidak diinginkan
tumbuh selama fermentasi.
4.
Tahan konsentrasi
gula tinggi, misalnya L.mesenteroides yang tahan konsentrasi gula 55 – 60 %,
sehingga dapat tumbuh pada sirup, es krim, adonan kue, dan sebagainya.
5.
Produksi gas CO2
dari gula dalam jumlah tinggi, sehingga jika mengkontaminasi makanan
mengakibatkan hal-hal yang tidak diinginkan seperti pembentukan mata
(lubang-lubang) pada keju yang terlalu besar, kerusakan makanan yang kandungan
gulanya tinggi ( sirup, adonan kue, dan sebagainya), dan pengembangan roti yang
berlebihan.
6.
Produksi lendir
yang berlebihan pada makanan yang mengandung sukrosa. Sebaliknya, sifat
memproduksi lendir yang terdiri dari dekstran ini menguntungkan untuk industri dekstran.[2]
Walaupun telah digunakan di
berbagai industri pengolahan produk susu, Leuconostoc
tidak dapat hidup dengan baik di susu. Hal ini dikarenakan bakteri tersebut
tidak memiliki kemampuan untuk memecah protein (proteolitik) dalam susu, namun
bakteri tersebut tetap dapat menghasilkan asam yang bermanfaat dalam proses
fermentasi. Oleh karena itu, penggunaan Leuconostoc
umumnya dipadukan dengan bakteri lain yang memiliki kemampuan proteolitik yang
baik, contohnya Lactococcus.
Pemanfaatan Leuconostoc dalam fermentasi susu dan mentega telah dilakukan di
beberapa negara, contohnya adalah Maroko dan Polandia. Beberapa galur Leuconostoc yang ditemukan pada susu
fermentasi tradisional Maroko adalah Leuconostoc
lactis, Leuconostoc mesenteroides subsp. cremoris, dan subsp. dextranicum.
Selain itu, Leuconostoc juga
dimanfaatkan dalam pembentukan anggur (wine), terutama spesies Leuconostoc oenos. Contoh makanan lain
yang dibuat dengan fermentasi Leuconostoc, terutama Leuconostoc mesenteroides adalah sauerkraut, sosis, yogurt, kecap,
dan acar.
Karakteristik yang membedakan Leuconostoc
adalah
resistensi vankomisin, pyrrolidonyl arylamidase, dan negative
aminopeptidase leusin, dan ketidakmampuan
untuk
memproduksi gas dari glukosa. Sampai
saat ini, organisme yang
biasanya ditemukan pada sayuran dan produk makanan, secara luas dianggap nonpatogen. Saat ini
hanya lima jenis Leuconostoc (L. mesenteroides,
L. lactis, L. citreum, Pseudomesenteroides L., dan L. paramesenteroides) yang dianggap patogen pada manusia.[3]
III. Leuconostoc mesenteroides
Leuconostoc mesenteroides mulai ditemukan pada awal abad ke-19. Pada saat itu, orang-orang telah mengetahui bahwa pelunakkan tomat yang baru dipetik di Mexico dan California adalah karena Leuconostoc mesenteroides. Pada tahun 1861, Seorang ilmuwan terkenal, Louis Pasteur, mencari kemungkinan peran dari bakteri ini ketika ia melakukan observasi tentang lendir dari tebu. Penelitian ini juga dibantu oleh ilmuwan Rusia, Tsenkoovoskii. Awalnya bakteri ini bukan bernama Leuconostoc mesenteroides. Pada abad ke-19 tahun 1878, Leuconostoc mesenteroides mempunyai sinonim dengan Betacoccus arabinoseus dan Asococcus mesenteroides.[4]
Penggunaan
agensia pengawet kimia dalam makanan walaupun dapat memperpanjang umur simpan
suatu makanan namun di lain pihak keamanannya masih dipertanyakan. Residu bahan
kimia yang tertinggal di dalam tubuh dapat memicu timbulnya berbagai macam
penyakit yang berbahaya diantaranya kanker. Di lain pihak bakteriosin yang
diartikan sebagai polipeptida anti bakteri kini merupakan pilihan sebagai
agensia pengawet alami. Penggunaan bakteriosin sebagai pengawet alami dalam
makanan perlu mempertimbangkan pula sifat-sifat bakteriosin tersebut mengingat
dalam pengolahan makanan sering melibatkan suhu tinggi, suhu rendah,
pengeringan, penyimpanan yang lama, dan sebagainya.[9]
Leuconostoc mesenteroides
memiliki aktifitas bakteriosin. Pada sebuah penelitian didapatkan bahwa
aktivitas bakteriosin yang diproduksi oleh L.mesenteroides
UL5 ternetralisir dengan perlakuan protease, tetapi resisten terhadap panas.
Komponen antibakterial ini sedikit teganggu setelah dilakukan pemanasan selam
30 menit pada suhu 1000C, mengindikasikan bahwa komponen aktif
tersebut stabil terhadap panas. Terjadi penurunan aktivitas bakteriosin setelah
diberi perlakuan dengan menggunakan khloroform. Pada mesenteroisin tidak
menunjukan aktivitas lisozym seperti pada M.lysodeikticus,
dimana lisozym dihasilkan dan menunjukan aktivitas
lisis.[5]
Penelitian
yang dilakukan oleh Darmawan et al mengenai bakteriosin yang dihasilkan oleh Leuconostoc mesenteroides SM 22
menunjukkan bahwa bakteriosin yang diproduksi tidak kehilangan aktivitas
antibakterinya setelah dipanaskan 1000C selama 30 menit, namun
demikian dengan pemanasan pada suhu yang lebih tinggi yaitu 1210C
selama 5 menit terjadi penurunan aktivitas sebesar 20%-nya, sedangkan dengan
pemanasan 1210C selama 15 menit aktivitas berkurang sebesar 60%.
Stabilitas bakteriosin SM 22 terhadap panas ini sangat menguntungkan karena
bakteriosin ini dapat dilibatkan dalam pengolahan pangan yang menggunakan suhu
tinggi selama proses pengolahannya. Stabilitas ini diduga terkait dengan BM
dari bakteriosin SM-22 yang rendah yaitu 3331 dalton. Bakteriosin merupakan
peptida rantai pendek yang stabil terhadap panas. Dugaan lain bahwa adanya asam
amino sistein yang mampu mempertahankan struktur bakteriosin dari proses
pemanasan. Penyimpanan
bakteriosin SM-22 pada suhu 40C, -200C, dan -40oC
selama delapan minggu tidak menurunkan aktivitas anti bakteri dari bakteriosin.
Pada penelitian tersebut bakteriosin SM-22 juga menunjukkan kemampuannya dalam
menghambat seluruh bakteri patogen dan psikrofilik yang diujikan dengan
kekuatan yang berbeda-beda. Spektrum
bakteriosin SM-22 cukup luas yaitu meliputi Gram negatif (Salmonella thpimurium, Vibrio parahaemolyticus, Shigella) dan Gram
positif (Listeria monocytogenes,
Staphylococcus aureus).
Morfologi
Bakteri
ü Pada
substabsi dalam media cair bebentuk seperti kokus.
ü Tunggal
atau berpasangan dan berantai pendek.
ü Bentuknya
dapat berubaubah sesuai kondisi pertumbuhan.
ü Sel-sel
tumbuh dalam glukosa atau pada media padat.
ü Bakteri
gram positif
ü Tidak
bergerak
ü Suhu
optimum 20-300 C
ü Memproduksi
asam dan gas pada glukosa
ü Tidak
berspora
Klasifikasi
Kingdom : Monera
Divisi : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Family : Streptococcaceae
Genus : Leuconostoc
Spesies : Leuconostoc Mesenteroides
IV.
Reproduksi L. Mesenteroides
Leuconostoc mesenteroides dihasilkan
melalui proses pembelahan biner. Pada pembelahan biner, Leuconostoc menduplikasi
DNA. Pada bakteri Gram positif, seperti Leuconostoc mesenteroides, sekat
membelah dari dinding luar ke bagian dalam. Pada sekali pembelahan, terbentuk
dua sel identik.
Leuconostoc mesenteroides tidak bereproduksi secara aseksual
dengan menghasilkan spora. Spora adalah bentuk dari beberapa bakteri saat
kondisi stres. Spora dapat berkembang menjadi organisme baru tanpa bergabung
dengan organisme lain.
V.
Metabolisme Leuconostoc
Metabolisme secara umum dari
Leuconostoc. Tulisan
yang ditebalkan adalah produk-produk yang dihasilkan. Keterangan nomor menjelaskan enzim yang terkait/proses:
(1) dekstransukrase; (2) mannitol-dehidrogenase; (3) β-galaktosidase; (4) esterase; (5) NADH oksidase; (6) alkohol dehidrogenase; (7) phosphoketolase; (8)
phosphotransasetilase, (9) α-asetolaktat dekarboksilase; (10) asetate kinase; (11) α-asetolaktat sintase; (12) non-enzimatic formation; (13) diasetil reduktase; (14) oksaloasetat dekarboksilase; (15) laktat dehidrogenase; (16) sitrat lyase; (17) malat dehidrogenase; (18) formation of aspartat;
(19) malolaktik enzim; (20) ATPase
Skema
alir karbon dan energi pada jalur metabolisme L.mesenteroides di beberapa gula. G1P, glukose-1-phosphate; G6P,
glukose-6-phosphate; F6P, fruktose-6-phosphate; GAP,
glyseraldehyde-3-phosphate; asetyl-P, asetylphosphate; asetyl-CoA, asetyl
coenzyme A; 1, sukrose phosphorylase; 2, dextransukrase; 3,phosphoglucomutase (PGM);
4, glukokinase; 5, fruktokinase; 6, mannitol dehydrogenase; 7, pyruvate
dehydrogenase.
VI.
Manfaat
lain Leuconostoc mesenteroides
Dalam
respon imun, L. Mesenteroides yang
termasuk bakteri gram positif juga berperan dlam peningkatan kadar Th1 sitokin
TNF- α IL-12 dan IFN-γ dalam sel perifer mononuklear darah (PBMC) di manusia.
Bakteri gram positif dengan komponen strukturalnya mengaktifkan sel melalui
TLR2 (Toll-like Receptor), namun apabila TLR2 bertemu dengan TLR4 (yang di
aktifkan oleh bakteri gram negatif) maka respon imun tidak akan bersinergis
dalam meningkatkan kadar sitokin.[10]
Leuconostoc
yang ditemukan pada pasien dengan sistem
imun yang baik. Hal ini berkaitan dengan kebiasaan mengkonsumsi susu, wine, dan
produk sayur-sayuran. Oleh karena itu, saluran pencernaan adalah salah satu
tempat yang berpontensi sebagai tempat berkembangnya bakteri.
Selain
itu L. Mesenteroides juga merupakan
bakteri yang banyak ditemukan dalam berbagai macam produk olaham makanan
seperti: Sauerkraut, Gari (khas Afrika), keju, fermentasi susu, fermentasi
sayur dll. Dalam proses penyulingan gula, L. Mesenteroides merupakan organisme
yang mengganggu, dimana L. Mesenteroides menghidrolisa sukrosa dan mensintesis
polimer glukosa sebagaimana dextran. [8]
VII.
Media
Pengujian aktivitas bakteriosin selanjutnya menggunakan
media MRS dengan memvariasikan sumber karbon yaitu glukosa, maltosa dan manosa.
Tujuannya untuk mengetahui sumber karbon terbaik untuk pertumbuhan L.
Mesenteroides Pbac1. Hasil percobaan
diketahui bahwa sumber karbon glukosa merupakan media terbaik untuk memproduksi
bakteriosin yang dihasilkan L. mesenteroides Pbac1. [1]
Glukosa merupakan gula yang disukai oleh bakteri sebagai
sumber karbon. Glukosa dan manosa merupakan monosakarida sedangkan maltosa
merupakan disakarida. Bakteri asam laktat umumnya akan memecah glukosa untuk
menghasilkan asam laktat. Hal ini menyebabkan pH media menjadi rendah yang
dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain4.
Di dalam jalur glikolisis, glukosa akan menghasilkan asam
piruvat yang selanjutnya akan direduksi menjadi asam laktat dalam kondisi
anaerob. Maltosa yang merupakan disakarida tidak dapat memasuki siklus
glikolisis sehingga harus dihidrolisa secara enzimatik menghasilkan unit-unit
gula sederhana sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk memasuki siklus
glikolisis20. Oleh sebab itu maltosa memiliki hambatan pertumbuhan yang lebih
kecil dibandingkan glukosa dan manosa.[1]
VIII.
Sifat Patogen L. mesenteroides
Penyakit
yang ditimbulkan
·
Neonatal meningitis
·
Hidrosefalus
·
Sepsis
·
Kerusakan berat saluran cerna
·
Infeksi Saluran Kencing
Proses
Penyebaran
·
Pencemaran susu oleh mikroorganisme dapat
terjadi selama pemerahan (milking), penanganan (handling), penyimpanan (storage),
dan aktifitas pra-pengolahan (pre-processing) lainnya.
·
Peralatan pemerahan yang tidak steril dan
tempat penyimpanan yang tidak bersih dapat menyebabkan tercemarnya susu oleh
bakteri. Susu memerlukan penyimpanan dalam temperatur rendah agar tidak terjadi
kontaminasi bakteri. Udara yang terdapat dalam linkungan disekitar tempat pengolahan
merupakan media yang dapat membawa bakteri untuk mencemari susu. Proses pengolahan
susu dianjurkan dilakukan di ruangan tertutup.
·
Proses pemerahan dan pengolahan susu dapat menjadi penyebab
timbulnya bakteri dalam susu. Tangan dan anggota tubuh lain harus steril ketika
memerah dan mengolah susu. Sapi perah dan peternak yang berada dalam lingkungan
peternakan harus dalam kondisi sehat dan bersih agar tidak mencemari susu
·
Dalam produk makanan kalengan, L.
mesenteroides juga menjadi organisme yang ada didalamnya ketika pada produk ada
proses inokulasi oleh bakteri isolat didalam produk jus orange segar.[9]
Tidak banyak diketahui tentang infeksi leuconostoc. Infeksi ini terjadi secara alami pada berbagai makanan, dan kolonisasi saluran cerna. Hal ini telah dibuktikan pada
pasien dengan riwayat penyakit pencernaan, operasi, dan
terapi antibiotik. Menunjukkan bahwa saluran
pencernaan dapat memiliki potensi untuk infeksi. Frekuensi infeksi Leuconostoc mungkin jarang menjadi fokus
perhatian. Spesies Leuconostoc sulit untuk dideteksi dan seringkali
salah diidentifikasi
sebagai Lactobacillus, alphahemolytic streptococci, Pediococcus,
Enterococcus, atau Lactococcus.[4]
Infeksi yang
diakibatkan oleh L.mesenteroides
beberapa ditemukan terjadi pada pasien di rumah sakit sebagai infeksi
nosokomial. Infeksi nosokomial adalah Infeksi yang didapat atau
timbul pada waktu pasien dirawat di Rumah Sakit. Bagi pasien yang dirawat di
Rumah Sakit ini merupakan persoalan serius yang dapat menjadi penyebab langsung
atau tidak langsung terhadap kematian pasien. Infeksi
ini bisa ditularkan dari pasien ke petugas dan sebaliknya, pasien ke pengunjung
dan sebaliknya, serta antar orang yang berada di lingkungan rumah sakit.[6]
Selama Juli
2003-Oktober 2004 terdapat 42 pasien dan pada Agustus-November 2006 terdapat 6
pasien di Rumah Sakit Juan Canalejo, Spanyol, yang terinfeksi oleh Leuconostoc
mesenteroides subsp. Mesenteroides dan 3 dari 42 pasien tersebut meninggal karena infeksi bakteri ini.
Pemberian enteral dan parenteral merupakan faktor risiko dari infeksi
Leuconostoc, namun hal ini juga bergantung dengan sistem imun pasien. Jika
sistem imun pasien sangat lemah maka infeksi dari bakteri ini akan berkembang
cepat.[7]
Leuconostoc merupakan patogen yang dapat menyebabkan infeksi berat,
terutama pada pasien
immunocompromise. Di Italia dilaporkan bahwa
Leuconostoc
mesenteroides merupakan
penyebab abses otak pada pasien immunocompromise yang berhasil diobati dengan pembedahan dan pengobatan antimikroba. Ini merupakan laporan
pertama abses otak yang disebabkan oleh spesies Leuconostoc.
Leuconostoc
telah teridentifikasi sebagai bakteri patogen pada pasien imunocompromise,
namun tanda-tanda klinisnya belum diketahui secara pasti. Pada sebuah
penelitian telah ditemukan leuconostoc
berada di dalam darah pasien. Diduga hal tersebut dapat terjadi karena leuconostoc yang merupakan bagian dari
flora kulit, yang masuk ke dalam darah karena kulit yang tidak bersih, namun
masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk lebih memastikan kebenaran akan
hal ini.
Gejala yang Timbul
Gejala yang Timbul
Gejala yang dapat terjadi pada bayi atau
anak diantaranya adalah diare, kembung, muntah, demam tinggi, bayi tampak
kuning. Bakteri patogen ini dapat mengakibatkan bakterimia dan osteomielitis
(infeksi tulang) pada penderita dewasa
Penanggulangan
·
Penyajian susu
secukupnya sesuai kebutuhan untuk sekali minum agar mengurangi kuantitas dan
waktu susu formula terkontaminasi
·
Meminimalkan hang
time atau waktu
antara kontak susu dengan udara kamar hingga saat pemberian (idealnya tidak
boleh lebih dari 4 jam).
·
Memperhatikan
dengan baik dan benar cara penyajian susu formula bagi bayi
BAB
III
Kesimpulan
·
Leuconostoc
adalah bakteri gram-positif, katalase negatif, dengan morfologi seperti kokus
yang mempunyai peran menguntungkan dan merugikan. Sisi merugikannya adalah
dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
·
Epidemiologi
mengenai infeksi karena Leuconostoc
masih sangat sedikit karena jarang terjadi dan tanda klinisnya tidak khas.
·
Infeksi Leuconostoc ditemukan terjadi pada
pasien rumah sakit sebagai infeksi nosokomial, terutama pada pasien
immunocompromise.
·
Infeksi Leuconoctoc dapat diminimalisir dengan
sanitasi yang cukup.
Daftar Pustaka
1. Kusmiati,
Malik Amarila. 2002. Aktivitas bakteriosin dari bakteri leuconostoc
mesenteroides pbac1 pada berbagai media. Makara, kesehatan, vol. 6, no. 1
2. Fardiaz Srikandi.1992. Mikrobiologi pangan 1, PT
gramedia pustaka utama Jakarta
3. Alessio
Albanesse et al. 2006. Molecular
identification of Leuconostoc Mesenteroides as a cause of Brain Abscess in an
Immunocompromised Patient Journal of Clinical Microbiology VOL. 44, NO. 8
5. H.
Daba, et al. 1991. Detection and Activity of a Bacteriocin Produced by Leuconostoc mesenteroides, Applied and Enviromental
Microbiology, Vol. 57, No. 12
6. Anonim.
Waspadai Infeksi
Nosokomial Di Rumah Sakit, Universitas Sriwijaya avalailabe at : http://blog.unsri.ac.id/download/1113.pdf
7. German Bou et al. 2008. Nosocomial Outbreaks caused by
Leuconostoc Mesenteroides. EMERGING
INFECTIOUS DISEASES VOL. 14, NO. 6
8. James M. Jay, et al.
2005. Modern Food Microbiology
Seventh Edition. Food Science Text Series. Spinger
9. Ekstraksi
dan Karakterisasi Bakteriosin Yang Dihasilkan Oleh Leuconostoc mesenteroides SM 22 – Darmawan Ari Nugroho dan Endang
S. Rahayu – Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, vol. XIV no.3 th.2003)
10. Riina A Kekkonen, et al. 2008. Probiotic Leuconostoc mesenteroides ssp. cremoris
and Streptococcus thermophilus induce IL-12 and IFN-γ production. World Journal of
Gastroenterology.
11. Bonang,G,1982,Mikrobiologi
Kedokteran untuk Laboratorium dan Klinik, PT Gramedia, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar